Fight Back ke Megawati Dimulai, Koordinasi Intelijen Diserahkan ke Menhan, Jokowi Politisasi BIN

Jakarta, FNN – Saat ini, agak sulit membaca manuver politik apa yang sedang dilakukan oleh Pak Jokowi, karena seperti ada sinyal yang mendua dari Pak Jokowi. Di satu sisi, ada sinyal dari para relawan Jokowi yang menunjukkan bahwa Pak Jokowi sudah tidak akan maju lagi. Projo, misalnya, sudah menyatakan penolakannya terhadap ide 3 periode dan penundaan Pemilu. Di daerah, relawan juga sudah mulai mengusulkan dan mendeklarasikan Ganjar untuk menjadi capresnya.  Tetapi, di sisi lain Pak Jokowi masih blusukan terus dan bahkan makin intensif.

Selain itu, Jokowi juga sepertinya mulai menunjukkan fight back dengan menginstruksikan agar kendali orkestrasi laporan intelelijen dipegang oleh Menhan. “Ini perang bubat, bener-bener. Jadi, Pak Jokowi memang waktu dia diomelin Ibu Mega, dan kita, FNN, membuat dugaan kuat bahwa Jokowi akan fihgt back. Dan betul terjadi. Sebetulnya, Megawati akhirnya mau dipreteli kekuasaannya,” ujar Rocky Gerung dalam sebuah pembahasan di Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (21/01/23).

Menurut Rocky, BIN yang diketuai oleh Budi Gunawan bisa dikatakan berada di bawah kekuasaan Megawati, sedangkan yang “punya” Jokowi adalah KPK. “Jadi, di dalam persaingan politik, lembaga-lembaga yang potensial untuk melakukan mobilisasi intelijen, mobilisasi opini, akhirnya mesti dipangkas oleh Jokowi,” ujar Rocky.

Masalahnya, kata Rocky, kalau kita sebut sistem intelijen negara maka dia centralis, supaya BIN ini betul-betul profesional dan usernya adalah negara. Presiden adalah pengguna dari data BIN. Data BIN sendiri tidak boleh membuat kesimpulan, tetapi hanya membuat indikasi lalu diputuskan di tingkat yang paling tinggi, yaitu presiden.

“Tetapi, kalau dia dipindahkan ke Pak Prabowo, artinya fungsi BIN itu berhenti. Jadi, sinyal utama yang terbaca adalah Pak Jokowi nggak ngerti fungsi intelijen dan kedudukan BIN sebagai pengatur informasi,” ujar Rocky. Departemen Pertahanan tidak boleh punya fungsi BIN karena bisa membuat mereka bersikap mendua, lanjut Rocky. Misalnya, jika Departemen Pertahanan mendapat informasi tentang ancaman negara, dia mesti call BIN. Kalau kondisinya seperti sekarang, dia sendiri yang mesti lakukan itu. Artinya, tidak ada semacam second opinion.

 “Jadi, sekali lagi, Pak Jokowi hanya karena ingin balas dendam pada Ibu Mega maka kekuasaan Ibu Mega dipreteli di BIN,” tegas Rocky. Pak Jokowi menganggap bahwa kalau dipindahkan ke Dephan maka Pak Prabowo akan menguasai informasi strategis.  Sepertinya Pak Jokowi panik karena tidak ada lagi peralatan untuk bertempur dengan Mega, lalu dia bujuk Pak Prabowo, tambah Rocky.  

“Dan yang lebih penting adalah Jokowi akhirnya mempolitisai BIN,” tandas Rocky. Jadi, hal yang sudah dipastikan dalam undang-undang sekarang ini fungsinya secara langsung atau tidak langsung dipindahkan ke Departemen Pertahanan. Padahal, Departemen Pertahanan adalah user dari BIN, pengguna informasi BIN. Bukan dia yang mengumpulkan informasi, dia pengguna.

“Ini kacau. Peta-peta diplomasinya berantakan dan yang paling senang adalah intelijen asing. Mereka akhirnya tahu bahwa BIN sudah berantakan. Jadi, Pak Jokowi membocorkan kelemahan intelijen kita pada intelijen asing dengan mempreteli BIN-nya. Ini semua terjadi karena ambisi Pak Jokowi untuk jadi 3 periode dihalangi oleh Bu Mega,” ujar Rocky.(ida)

618

Related Post