Formula E dan Pelitnya BUMN
Demi nama baik bangsa, penyelenggaraan Formula E seharusnya didukung bersama-sama. Ini penting, agar dunia tahu, Indonesia lebih dari sekadar mampu. Agar dunia paham, Indonesia lebih baik dari yang ada di benak mereka.
Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok/Ketua Fraksi DPD di MPR
UPAYA Ketua Panitia Pelaksana Formula E, Ahmad Sahroni, untuk menggaet partisipasi sponsor dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) cukup maksimal. Berbagai cara telah ditempuh. Ya menawarkan proposal, menemui Menteri BUMN Erick Tohir, bahkan mengumbar harapan di forum-forum terbuka. Harapannya, pemberitaan masif dapat meluluhkan hati sang menteri.
Malang tak dapat ditolak. Upaya Wakil Ketua Komisi III DPR itu belum juga berbuah. Padahal, event ini tinggal menghitung hari. Erick Tohir bergeming. Saat sponsor Formula E mulai diumumkan, tidak terlihat logo salah satu BUMN Indonesia bertengger. Setidaknya hingga saat tulisan ini diketik.
Berbeda dengan formula E, ajang balap motor MotoGP Mandalika yang telah berlangsung justru berlimpah dukungan BUMN. Sebutlah Pertamina sebagai track naming right. Atau dalam deretan venue partner ada Telkom Indonesia, Telkomsel, Bank BRI, Bank Mandiri, dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Ikut pula Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai supporting parnert.
Baik MotoGP Mandalika maupun Formula E, keduanya sama-sama berkelas internasional. Dua event ini juga menjadi jendela dunia mengintip Indonesia. Pertaruhannya pun sama, begitu juga dengan gengsinya. Kebetulan pula, dua-duanya baru pertama kali diadakan di Indonesia.
Lalu mengapa BUMN ramai-ramai mensponsori MotoGP dan terkesan pelit menyuplai duit pada Formula E? Pertimbangannya mungkin saja banyak. Satu hal yang pasti, sulit menghindarkan diri membaca persoalan tersebut dari sudut pandang politik.
Pada gelaran MotoGP Mandalika, Jokowi terlihat sangat pro aktif. Presiden tidak hanya mengunjungi sirkuit Mandalika, menyempatkan diri berfoto-ria dengan para pebalap MotoGP dan memberikan trofi kepada pemenang. Jokowi bahkan mengaspal di sirkuit itu dengan mengendarai motor Kawasaki W175.
Sementara itu, persiapan penyelenggaraan Formula E, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terlihat kasak-kusuk. Bahkan, ia beberapa kali tampil untuk meyakinkan publik, bahwa kegiatan ini bermanfaat bagi Indonesia.
Dua event tersebut memang identik dengan dua tokoh bangsa, yakni Presiden Joko Widodo dan Gubernur Anies Baswedan. MotoGP sering disebut gagasan Presiden Jokowi, sementara Formula E adalah Anies.
Di satu sisi ada rivalitas politik antara Presiden dan Gubernur Jakarta. Di sisi lain, rivalitas yang sama mungkin juga mulai bertumbuh diantara Erick Tohir dan Anies Baswedan. Erick Tohir tengah menyiapkan diri menuju 2024. Anies pun demikian. Kemungkinan keduanya berada dalam gelanggang pemilihan presiden dari sudut berbeda.
Sekilas, Anies terjepit di antara dua situasi tersebut. Celakanya, keberhasilan pelaksanaan Formula E dengan sendirinya memoles nama Anis semakin moncer.
Mungkinkah ada komando agar BUMN tidak mensponsori Formula E? Atau, mungkinkah jelang pelaksanaan MotoGP Mandalika, BUMN punya banyak untung, lalu jelang Formula E, BUMN tiba-tiba cekak. Apa boleh buat, itulah pertanyaan bernada spekulatif memang sulit dihindari. Apalagi, begitu minim pernyataan Menteri BUMN terkait hal ini.
Jangan salahkan publik bila memandang ketiadaan sponsor BUMN pada pelaksanaan Formula E adalah imbas dari psikologi politik yang berkembang. Apalagi, para pendukung kedua belah pihak tidak berhenti saling kritik pada pelaksanaan dua event itu.
Di media sosial, saling serang bahkan lebih tajam lagi. Yang digoreng kini adalah atap temporer stadiun yang dihantam badai. Juga tentang sponsor merek minuman beralkohol. Padahal, mungkin saja keterbatasan sponsor membuat panitia menyetujui kerjasama sponsorship itu, dengan aturan-aturan tertentu.
Presiden sebaiknya jangan diam. Tidak ada salahnya Jokowi memerintahkan Menteri BUMN mengkaji kemungkinan sponsorship dari BUMN. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno seharusnya juga banyak bercerita dan bergerak mempromosikan event ini.
Demi nama baik bangsa, penyelenggaraan Formula E seharusnya didukung bersama-sama. Ini penting, agar dunia tahu, Indonesia lebih dari sekadar mampu. Agar dunia paham, Indonesia lebih baik dari yang ada di benak mereka.
Tidak hanya untuk dunia. Kebersamaan kita mendukung event internasional yang diselenggarakan di dalam negeri, juga menjadi panutan anak bangsa. Selama ini, rakyat selalu terbelah pada setiap keadaan, termasuk dalam penyelenggaraan MotoGP dan Formula E.
MotoGP mendapat serangan dari rakyat yang tidak lagi sepenuhnya percaya pemerintah, sedangkan Formula E mendapat serangan narasi dari pendukung pemerintah. Padahal, Indonesia butuh event-event itu sukses demi harga diri bangsa. Tapi kita sudah saling melukai dan bahkan membiarkan luka itu kian menganga.
Minim yang mengajak melihat dari perspektif itu. Keterbelahan rakyat, rasanya, begitu dinikmati. (*)