Ganti Orang, Ganti Orang-orangan, Ganti Sistem
Oleh Ridwan Saidi - Budayawan
BONEKA sawah pengusir burung dalam bahasa Betawi disebut orang-orangan sawah. Kerangka bambu persis ragam hias gua dalam photo, tinggal pakai baju saja, dan bertudung.
Orang-orangan sawah awet, tak diganti-ganti. Dihitung dengan periodisasi bisa sampai tiga periode baru diganti.
Ganti orang bukan satu-satunya fokus dalam perubahan politik. Kerusakan orang lebih akibat sistem, dari pada sifat yang go bersangkutan van huis uit, dari sononya.
Perubahan politik dalam istilah pendemo Solo: Revolusi Konstitusi.
Kalau cuma ganti orang berarti cuma ganti gaya pencitraan. Proyek pembangunan dibikin se-ingat-ingatnya. Orang yang mau muncul juga sama, tak memunculkan pandangan visioner tentang negara dan bangsa. Apalagi konsep. Paling-paling cuma omong, Kalau 'tu bapak jatuh, Indonesia bakal sip dah. Apalagi gua yang ganti'in. Asyik.
Sistem yang diberlakukan sekarang tidak memberikan landasan untuk perencanaan pembangunan dan kehidupan kemasyarakatan. Indonesia memerlukan GBHN. Sejauh ini pemilihan Presiden empirik berubah jadi adu citra dan adu fulus. UUD 45 asli kalau mau diberlakukan lagi perlu addendum untuk batasi masa jabatan Presiden, dan perbaikan pasal 33 agar Indonesia ajust dengan econ modern. Kalau hidden debt yang banyak menjerat negara terbelakang, konon termasuk Indonesia, bukan ekonomi modern, tapi lintah darat.
Rekrutmen politik jelas perlu dirombak total. Politik itu profesi yang mengandung elemen keilmuan dan pengetahuan, empiris, dan seni.
Menjadi politicien itu tak mudah. Kalau dalam istilah era Orde Lama, kebanyakan yang kiprah di era reformasi bukan politicien tapi pekarja politik tapi tak ikut May Day.
Tak perlu diherankan kalau kondisi pollitik dan econ yang memburuk ini bikin sementara orang mengharap Emak-emak yang paling bekend berhadlir: Mak Zul. (RSaidi)