Gde Siriana Yusuf: Bagaimanapun Juga tidak Boleh Ada Kekosongan Pimpinan MPR
Jakarta, FNN - Pimpinan MPR RI sampai hari ini belum melantik Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR dari kelompok DPD RI menggantikan Fadel Muhammad.
Diketahui posisi Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR, digantikan oleh Tamsil Linrung yang telah diputuskan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Kamis, 18 Agustus 2022.
Dari hasil pemungutan suara, senator Tamsil Linrung memperoleh suara terbanyak untuk menjadi calon Pimpinan MPR RI dari unsur DPD RI.
Berdasarkan Peraturan MPR 1/2019 tentang Tata Tertib MPR Pasal 29 Ayat 3, semestinya tanpa menunggu 30 hari pimpinan MPR sudah bisa mengambil Keputusan untuk menetapkan wakil ketua MPR yang sudah diusulkan oleh kelompok DPD.
Menanggapi hal itu pengamat politik Gde Siriana Yusuf dari Indonesia Future Institute (Infus) mengatakan, pelantikan Tamsil Linrung harusnya bisa segera dilakukan karena DPD RI telah mengirimkan surat pergantian itu pada tanggal 5 September 2022.
Namin demikian Siriana memaklumi keterlambatan itu karena bisa jadi ada masalah politik yang berkembang. Namun bagaimanapun juga tidak boleh ada kekosongan dalam pimpinan MPR.
Berikut petikan wawancara lengkapnya dengan Sri Widodo Soetardjowijono dari FNN .
Bagaimana pandangan Anda soal pergantian wakil DPD di MPR dari Fadel Muhammad ke Tamsil Linrung?
Saya lihat itu hal yang wajar dalam organisasi, sepanjang prosesnya dilakukan sudah sesuai dengan aturan internal DPD. Apalagi jika melihat anggota DPD yang memberi suara termasuk yg abstain dan tidak sah mencapai 96 anggota, artinya sudah lebih dari 2/3, sudah quorum itu. Saya tidak melihatnya dari perspektif hukum, karena saya buka ahli hukum. Dengan perspektif politik, ini ada persoalan trust dari mayoritas anggota yang menuntut pergantian FM di MPR.
Mengapa MPR belum melantik penggantinya?
Proses politik kan prakteknya seringkali lebih berpengaruh dibandingkan proses hukumnya. Sesuai aturannya kan dalam waktu 30 hari sejak DPD kirim surat ke MPR tentang pergantian dari DPD, harus sudah dilantik.
Tapi jika belum dilantik, artinya ada proses politik di belakang layar sedang bermain. Proses hukum gugatanya keputusan paripurna DPD kan hanya formalitas untuk buying time.
Juga perlu dilihat sikap pasif MPR dalam merespon surat pergantian pimpinan dari DPD. Bandingkan dengan bagaimana pimpinan MPR aktif merespon dan mendesak Partai PAN mengirimkan nama pengganti Zulhas saat itu.
Menurut Anda apa yang mesti ditempuh DPD agar pelantikan di MPR dapat dilakukan sesuai aturan berlaku?
Tetap diperlukan komunikasi yang intens dengan pimpinan MPR. Selain meyakinkan prosesnya sudah sah dan penggantinya ditetapkan secara legitimate, diperlukan juga proses politiknya dengan pimpinan MPR, harus diyakinkan bahwa kekuatan riil di DPD ada di kelompok yang menginginkan pergantian pimpinan MPR dari DPD. Bagaimanapun juga tidak boleh ada kekosongan dalam pimpinan MPR dari unsur manapun. Kekosongan hukum saja harus dihindari, apalagi kekosongan pimpinan. (*)