Geliat Naga Melilit Garuda
Selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah pasal 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebaga penguasa di Indonesia.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
CHINA adalah the emerging super power, kebijakan awal yang diambil negaranya adalah "Yo bian dao" (condong ke satu sisi), penyatuan negara komunis dalam satu komando, saat itu di bawah kokomando Uni Soviet.
Pada 1992 Deng Xiaoping melakukan perjalanan ke selatan untuk membuka dan meneruskan pembangunan ekonomi. Sehingga, pada 2008 dalam kondisi ketika krisis global pertumbuhan China mencapai 7,9 persen. Kebijakan China perantauan pada abad 21 meliputi: ekonomi, budaya, dan politik.
Sebelumnya, pada 1991 Lee Kuan Yew kerja sama dengan RRC di Singapura mengumpulkan China perantauan (Overseas Chinese) 800 penguasaan besar dari 30 negara, termasuk penguasaan China dari Indonesia. Diaspora orang China telah berhasil melahirkan budaya kapitalisme sendiri.
Dinasti Qing telah mengadopsi hukum kewarganegaraan dengan prinsip Ius Sanguinis atau hak satu darah. Mao Zedong mengatakan bahwa semua orang China di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah warga negara RRC.
Dalam perkembangannya, China dengan cerdik menawarkan pada ASEAN satu traktat perdagangan yang dikenal dengan CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area), untuk menciptakan Sinosentrismo sesuai kepentingan ekonomi dan politiknya.
Ini adalah permainan jangka panjang China yang cerdik berlindung dan ingin ASEAN secara otomatis memperhitungkan kepentingan dan ketergantungan kepada China, termasuk Indonesia.
Dan, saat ini kita kenal dengan strategi dengan nama One Belt One Road (OBOR). China memberi hutang dan menawarkan investasi kepada Indonesia bukan hanya bermotif ekonomi tetapi jelas ada motif politik ketergantungan Indonesia kepada China. China sangat mengerti dan paham Indonesia akan kesulitan saat harus mengembalikan hutang-hutangnya, dengan segala resikonya.
Dari sinilah rezim saat ini kurang hati hati menerima sikap manis Cina apapun yang diminta Indonesia. Terpantau sikap, ucapan, dan gerak-gerik serta postur tubuh Presiden Joko Widodo sangat lemah di depan Presiden Xi Jinping.
Tawaran manis dari China diterima dengan suka-cita, tanpa menyadari semua resiko yang akan terjadi. Bahkan, di beberapa media Menlu RI Retno Marsudi meminta rakyat Indonesia bertepuk tangan.
Semua nota kesepahaman dari China ada beberapa implikasi strategis dan membahayakan keselamatan anak cucu, khususnya tentang kedatangan jutaan warga China dengan alasan untuk kerja di proyek yang didanainya.
Kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan adanya agenda lain di balik itu semua. Karena strategi China dengan sengaja mendiasporakan rakyatnya keluar ke negara lain. Dan, itu merupakan kebijakan luar negeri China, antara lain untuk mengurangi kepadatan penduduk di negaranya.
China sudah masuk Indonesia untuk tujuan imperium. Sifat ekspansionisme dan semangatnya dalam geopolitik adalah bagian dari konsep China Raya, mereka butuh tanah baru. Maka benar analis dan pengamatan politik bahwa TKA China dalam strategi tidak akan kembali ke China setelah masuk di Indonesia.
Tak cukup sampai di situ, RRC juga menyiapkan China di perantauan untuk jadi penguasa. Indonesia sudah lama menjadi targetnya. Saat ini China di Indonesia sudah sudah mulai masuk dalam pertarungan politik praktis dengan mendirikan partai politik dan menguasai partai politik dan sudah menguasai pada penguasa pengambil kebijakan negara.
Selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah pasal 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebagai penguasa di Indonesia.
Mereka terus mencoba dan berusaha keras menggeser posisi politik kaum Pribumi Nusantara dan terus bergerak untuk menguasai wilayah Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai.
Bahkan telah ikut merekayasa memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan, langsung atau tidak langsung ada dalam pengaruh dan kendalinya.
Geliat Naga Melilit Garuda sudah terjadi. Kecepatan China menguasai untuk Indonesia berperan besar karena kelemahan Presiden kita sendiri yang minim kapasitas dan minim pemahaman sejarah dan lemah dalam pengetahuan geopolitik yang sedang dimainkan China. Parahnya lagi, indikasi kuat semua kebijakan negara sudah dalam kendali oligarki. (*)