Generasi Z Menjadi Kunci Kemenangan dalam Pemilu 2024
Jakarta, FNN - Ketua bidang Politik, Pusat Studi Literasi Komunikasi Politik (Pustera Kompol) Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting mengungkapkan, generasi Z akan menjadi kunci kemenangan dalam pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang. Generasi Z yang jumlahnya mendekati 30 persen, potensial bagaikan ‘gadis cantik’ yang akan diperebutkan dalam kontestasi Pemilu 2024.
“Kontestan politik yang berhasil merebut suara Generasi Z, berpeluang besar mendulang suara kemenangan dalam kontestasi Pemilu 2024,” kata Selamat Ginting pada Seminar Nasional dengan tema: Meningkatkan Kualitas Partisipasi Politik Generasi Z dalam Pemilu 2024 di Kampus Unas, Jakarta, Selasa (24/1).
Seminar diselenggarakan Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta. Tampil pula narasumber Lolly Suhenty, anggota Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, Bawaslu RI.
Analis komunikasi politik dan militer dari Unas itu menjelaskan, Generasi Z memainkan peranan potensial, karena dapat meraup suara melalui kekuatan dahsyat media sosial (medsos) bersama generasi kakak atau abangnya, yakni Generasi Y atau Generasi Milenial. Kedua generasi ini adalah penguasa media sosial dengan berbagai aplikasi atau platformnya. Generasi dengan ciri khas digital native yang bisa didekati dengan aplikasi popular.
Jika menggunakan penggolongan kelompok penduduk versi William H. Frey, maka yang disebut Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga tahun 2012 (berusia 11-26 tahun). Sementara Generasi Y atau Milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 hingga tahun 1996 (berusia 27-42 tahun).
Apabila melihat data sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 lalu, lanjut Selamat Ginting, populasi Generasi Z mencapai 74,9 juta atau sekitar 27,7 persen dari total penduduk Indonesia yakni sekitar 270,20 juta jiwa. “Kita bulatkan saja sekitar 30 persen pada 2024 mendatang. Artinya apa? Jangan pandang Gen Z dengan sebelah mata, karena mereka menguasai sepertiga dari calon pemilih dalam kontestasi electoral 2024,” ujar dosen FISIP Unas tersebut.
Selamat Ginting memprediksi para kontestan pemilu 2024, baik partai politik maupun politikus yang akan tampil dalam pertarungan politik akan menggunakan strategi komunikasi politik tertentu untuk meraup suara dari Generasi Z. Apalagi jika ditambah dengan Generasi Y atau Generasi Milenial yang jumlahnya juga hampir sama, maka hampir 60 persen Generasi Y dan Generasi Z akan menentukan kemenangan kontestasi Pemilu 2024 mendatang.
Dikemukakan, pada kontestasi Pemilu 2019 lalu, Generasi Milenial menjadi kelompok penduduk yang paling diperebutkan. Jumlah mereka saat itu sekitar 69,90 juta jiwa atau setara dengan 25,87 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 270,2 juta jiwa. Sehingga dalam pemilu 2024 mendatang, baik Generasi Z maupun Y memiliki pengaruh signifikan dalam proses politik di Indonesia.
Ia mengharapkan tampilnya Generasi Z dalam Pemilu 2024 mendatang mestinya menjadi perhatian khusus bagi penyelenggara Pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Terutama agar mereka menjadi pemilih yang partisipatif pada pemilu mendatang.
“Para penyelenggara Pemilu harus memiliki kebijakan politik dan pendekatan khusus melalui media sosial agar Generasi Z dan Generasi Y mau berpartisipasi aktif dalam pemilu,” kata Ginting yang selama sekitar 30 tahun menjadi wartawan bidang politik.
Sosialisasi politik untuk penyelenggaraan Pemilu 2024, lanjutnya, harus penuh dengan warna aplikasi yang digemari Generasi Z maupun Genersi Y. Hal yang sama berlaku bagi partai politik dan politikus jika mereka hendak mengambil suara dari kalangan Generasi Z maupun Generasi Y. Apalagi tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 lalu. Persis tinggal satu tahun lagi pemilihan suara serentak pada pertengahan Februari 2024.
Menurut Selamat Ginting, mau tidak mau penyelenggara rezim Pemilu, partai politik, serta politikus yang akan tampil sebagai calon legislative maupun calon eksekutif politik (presiden/wapres, gubernur/wagub, bupati/wabup, walikota/wawali) harus beradaptasi dengan kebiasaan Generasi Z dan Y yang selalu memegang telepon selular dengan teknologi baru (gadget).
“Yang beradaptasi justru kalangan yang akan mempengaruhi mereka. Harus berinovasi untuk merayu mereka agar mau ikut dalam Pemilu dan mau memilih para kontestan. Apakah mereka tertarik dengan dunia politik? Itu tantangan kita semua, termasuk dunia kampus,” ujar Selamat Ginting.
Dikemukakan, mesti diteliti lagi, aplikasi apa yang sering digunakan gadget para Generasi Z dan Y ini. Mulai dari Tiktok, Instagram, Twitter, Facebook, dan lain-lain. “Inilah sesungguhnya revolusi politik di zaman kekinian, karena komunikasi politik harus dikemas dalam bentuk platform hiburan. Jadi politik bukan sekadar pertarungan gagasan, tetapi kini menjadi pertarungan hiburan dalam aplikasi media sosial maupun media hiburan,” pungkasnya. (sws)