Giliran Mau Nyapres, Cebong Sowan Kadrun, Ajaib Kan
Jakarta, FNN - Sejumlah politisi nasional sudah melakukan akrobat politiknya dengan berkunjung ke pimpinan kantong-kantong massa untuk mendapatkan restu. Pondok pesantren dan makam pahlawan nasional menjadi salah satu target mereka. Ada Prabowo, Erick Thohir, dan terakhir Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah yang selama getol bersafari keliling Indonesia itu kemarin mengunjungi makam Pangeran Diponegoro di Makassar.
“Ganjar berkunjung ke makam Pangeran Diponegoro. Diponegeoro itu kan biangnya Kadrun. Bajunya saja baju Arab. Masa Cebong minta restu ke Kadrun, kan ajaib,” kata pengaat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 10 Mei 2022.
Manuver itu sebetulnya bukan hal baru, malah justru ketinggalan jaman dan kampungan karena tidak menawarkan sesuatu yang baru dan inovatif. Bahkan cenderung melakukan bujuk rayu agar rakyat memilih mereka.
“Kita tidak mendengar mereka bermanuver ke kampus untuk adu gagasan. Ini yang lebih penting. Dengan cari wangsit, misalnya, ngapain minta restu. Tunjukkan saja bahwa anda punya otak, punya gagasan, anti korupsi, anti oligarki dan anti presidenthial thershold. Mendekat ke wilayah kebudayaan tapi wilayah intelektualitas dijauhi, itu kan aneh,” papar Rocky.
Menurut Rocky, Diponegoro itu diasingkan oleh penjajah Belanda dijauhkan dari rakyat. Mudah mudahan orang yang datang ke makam Diponegoro juga diasingkan dari rakyat.
“Jadi buat apa manuver untuk cari elektabilitas kalau etikabilitas atau intelektualibilitas, gak dia peroleh,” tegasnya.
Rocky menegaskan bahwa masyarakat Indonesia makin lama makin rasional, sehingga manuver semacam itu tak ada faedahnya.
“Buat apa masing-masing orang itu mencari elektabilitas kalau di ujung akhirnya 20 persen presidential threshold menjadi syarat utama. Itu artinya akan mengarahkan kembali bangsa Indonesia dalan perpecahan. Dan artinya 20 persen itu adalah andalan oligarki,” tegasnya.
Rocky mengingatkan kepada Ganjar, bahwa Pangeran Diponegoro adalah pimpinan muslim dan jelas bajunya begitu. Baju yang selama ini dibenci cebong dan buzzer. Diponegoro juga anti-ketidakadilan walaupun orang menganggap bahwa tanah-tanahnya diambil oleh Belanda. Akan tetapi tanah Pangeran Diponegoro itu juga diolah oleh rakyat.
Sementara Ganjar, justru tanah rakyat itu diambilalih oleh penguasa di Wadas. “Ini kan obyeknya bertentangan dengan Pangeran Diponegoro,” lanjutnya.
Masyarakat Indonesia, kata Rocky sebetulnya tidak nyaman dengan politik identitas. Oleh karena itu Rocky menyarankan ada semacam saling-silang identitas supaya hilang pro-identitas.
“Akan tetapi justru negara tidak mau mengiginkan itu. Negara terus memelihara politik identitas dengan cara mengeksploitasi seorang muslim untuk kepentingan elektabilitas kemudian dengan target untuk memelihara stabilitas. Ditargetkan untuk dipojokkan supaya seolah-olah stabilitas hanya bisa muncul kalau Islam politik itu tidak aktif,” tegasnya.
Anehnya, kata Rocky di musim Pilpres, kampanye merebut suara muslim menjadi prioritas. Mereka berlomba menjadi yang pertama mengunjungi ulama dan pesantren.
Menurut Rocky jumlah suara muslim itu sangat signifikan, karena itu mereka berpikir mesti dibujuk karena kita tahu Pemilu kemarin karena ada pembelahan politik yang masih berlanjut. Sekarang para capres mencari sinyal awal, karena muslim di Indonesia adalah captive market yang sangat menjanjikan. (ida, sws)