Gubernur Anies Diberhentikan, Serangan KPK Semakin Kencang

PENGAMAT politik Rocky Gerung mengatakan bahwa kekacauan kebijakan itulah yang justru memicu demonstrasi. Jadi jangan cegah demonstrasinya, perbaiki kebijakannya.

“Pendapatannya tidak mencukupi untuk membeli barang yang efek inflasinya tinggi sekali akibat kebijakan dungu dari pemerintah atau kalau Bjorka bilang ini kebijakan bodoh,” tegasnya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief.

“Anies sendiri sudah melembaga di benak rakyat sebagai calon presiden. Mungkin satu hari setelah dia lengser harus mendeklarasikan ABI, Anies Baswedan Institut,” lanjut Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official., Selasa (13/9/2022)

Jadi, tambah Rocky Gerung, sebetulnya dalam upaya menegakkan demokrasi, kita perlu bjorka politik, buat balancing antara oposisi dan kekuasaan.

“Bjorka nggak perlu secara terang-terangan ke oposisi, tapi dia harus memberi sinyal bahwa kekuasaan kita buruk sekali. Dan itu yang mungkin akan diingat bahwa ada perlawanan digital dari netizen melalui fasilitas yang disiapkan oleh bjorka,” tegasnya.

Berikut petikan dialog lengkapnya. 

Masalah Demonstrasi

Halo halo, apa kabar Anda semua. Semoga sehat selalu, dalam keadaan sehat wal afiat. Kita ketemu lagi di hari Selasa dan kita Ingatkan pada Anda bahwa hari Selasa ini juga rencananya akan ada aksi unjuk rasa besar-besaran.

Jadi kelihatannya memang setiap hari akan ada unjuk rasa yang direncanakan besar-besaran. Kalau enggak salah hari ini BEMSI yang rencana akan turun. Kalau buruh sudah lebih lama turun itu Bung Rocky. Hari ini juga ada peristiwa penting saya kira di Jakarta akan ada sidang paripurna DPRD DKI Jakarta untuk mengesahkan pemberhentian Anies Baswedan.

Sebenarnya pemberhentian ini memang prosedur resminya saja. Karena kalau jadwalnya ini harusnya dia akan lengser dari kursi Gubernur pada tanggal 16 Oktober karena dia dilantik sama Sandiaga Uno tanggal 16. Satu bulan lagi. Nah, saya kira ini salah satu tahapan yang juga sangat-sangat menarik.

Soal demo itu sudah berkali-kali kita bahas begitu, tidak bisa dihindari. Satu hal yang membuat kita percaya bahwa kesadaran publik jatuh, dan tiba-tiba bersamaan dengan krisis politik. Itu dasarnya.

Dan, setiap orang yang mengintai atau memantau keadaan Istana itu tahu bahwa Istana sudah di ujung kerapuhan dan tidak bisa dipertahankan lagi itu. Ada data yang dicolong Bjorka, paradoks segala macam itu.

Tapi, point kritis kita adalah upaya pemerintah menghalangi demonstrasi lagi. Mulai ada pembatasan, mulai ada ancaman kecil-kecilan, dan pemerintah mulai sinis jangan sampai ditunggangi itu.

Ya nggak ada yang akan menunggangi sesuatu yang sudah jalan. Jadi semua orang akan ada di jalan. Itu artinya, semua orang memang punya prinsip yang sama. Kan pemerintah bilang ya kalau mahasiswa demo ya sudah mahasiswa saja, yang lain jangan ikut. Kenapa?

Ada urusan apa? Atau kalau buruh ya buruh. Enggak. Buruh, mahasiswa, emak-emak, kalangan akademisi, sudah tiba pada kesepakatan sosiologis bahwa bola-bola salju ini akan bergulir terus ada atau tidak ada perintah Istana. Kan hal yang sama juga dulu terjadi di ’98.

Demo pertama justru dilakukan oleh kalangan perempuan, itu suara Ibu Peduli yang bergerombol di Bundaran Hotel Indonesia pada hari pertama dinyatakan sebagai ring 1 mereka lawan saja.

Lalu ditangkap dibawa ke Polda yang dimotori Jurnal Perempuan, ada Karlina, ada Gadis Alivia, ada Bila, ada Yulia Suryakusuma. Macam-macam orang ada di situ. Dan itu kemudian membesar menjadi ikutan kemudian ada gerakan mahasiswa, lalu mulai bagi-bagi susu, bagi-bagi minyak goreng.

Jadi, sebetulnya satu problem yang ada dalam politik Indonesia itu pintunya sudah terbuka, pintu demonstrasi sudah terbuka. Harusnya pemerintah kasih respons. Responsnya kebijakan mustinya kan? Bukan melarang atau bikin insinuasi ini ditunggangi.

Jadi, soal-soal semacam ini itu ilmunya standart saja. Kalau kekuasaan tidak mampu lagi untuk membagi kesejahteraan, dia mulai memperlihatkan taring penertibannya itu. Itu yang nggak boleh dilakukan. Kalau itu dilakukan mata internasional akan sudah terbelalak melihat bagaimana Indonesia mau masuk pada era demokrasi kalau soal demonstrasi masih dihalang-halangi itu.

Dan, itu yang akan dibicarakan mungkin nanti di G20, di bulan depan. Jadi, terlihat bahwa kekacauan kebijakan itulah yang justru memicu demonstrasi. Jadi jangan cegah demonstrasinya, perbaiki kebijakannya. Kan itu dalilnya. 

Sebelum Anies kita lanjuti dulu, memang sudah terjadi beberapa catatan aksi kekerasan oleh aparat kepolisian yang tadinya kita duga bahwa mungkin tidak akan bertindak seperti itu. Tapi di beberapa daerah ternyata mulai terjadi aksi kekerasan, kemarin yang banyak disorot itu di Bengkulu.

Di beberapa tempat lain juga terjadi hal semacam itu. Ya, saya dapat banyak WA dari teman-teman mahasiswa yang mengeluhkan itu. Dan kampus juga mulai bikin ancaman kecil-kecilan. Tetapi, itu nggak mungkin lagi dicegah.

Ini dalam seminggu ini saya ada permintaan mungkin 20-30 kampus untuk kasih semacam kuliah pembuka penerimaan mahasiswa baru. Kan besok sudah mulai kuliah. Dan itu menunjukkan bahwa BEM se-Indonesia, BEM apa saja itu, mereka tiba pada point yang sama.

Minyak BBM itu kan dikonsumsi oleh mereka semua. Bukan sekedar jenis mahasiswa tertentu yang merasa beban kenaikan harga itu akan berakibat pada warung-warung tegal di sekitarnya juga naik harganya.

Seluruh mahasiswa Indonesia, seluruh buruh se-Indonesia, seluruh bahkan kelas menengah se-Indonesia, bahkan terganggu dengan kejar-kejaran dengan inflasi itu. Pendapatannya tidak mencukupi untuk membeli barang yang efek inflasinya tinggi sekali akibat kebijakan dungu dari pemerintah atau kalau Bjorka bilang ini kebijakan bodoh.

Anies Baswedan

Oke, kita sekarang masuk ke topik yang saya kira juga pasti akan menyedot perhatian publik berkaitan dengan pemberhentian Anies sebagai gubernur DKI.

Ya, Anies diintai dan Anies juga potensi untuk menghasilkan kembali reputasinya. Di mana? Ya di dalam jejak kebijakan yang dibuat. Kan kemarin Kota Tua diganti namanya jadi Batavia. Orang mungkin merasa bahwa Anies akan berhenti jadi Gubernur DKI dan jadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Gitu kira-kira.

Tentu Hindia-Belanda modern, yaitu Indonesia. Sebetulnya, situasi kita kan dijepit oleh dua kasus. Pertama kasus Sambo; kedua kasus tiga periode ini yang diinsinuasikan melalui musra-musra ini.

Lalu kemudian ada juga berita bahwa Mahkamah Konstitusi menganggap dua periode itu presiden dua periode boleh mencalonkan diri jadi Wapres di pemilu yang akan datang. Itu juga ngaco. Tapi yang lebih ngaco lagi itu diucapkan oleh seorang humas.

Kan jubir Mahkamah Konstitusi mengucapkan hal yang merupakan problem konstitusi. Itu gila kan? Ngapain juga wartawan wawancara jubir. Dia kan jubir doang. Itu ASN biasa, itu kepala humas.

Itu kayak kita mau cari tahu keadaan hotel, masih sehat akuntasi apa enggak dengan mewawancarai satpam di hotel. Itu satpamnya juga bingung ngapain saya yang diwawancarai. Jadi, terjadilah semacam kekacauan.

Sangat mungkin nanti si ASN merasa wah, saya bakal dipecat, sebab dianggap mewakili MK. Yang boleh mengucapkan itu hanya hakim konstitusi, nggak boleh pegawai Mahkamah Konstitusi diwawancara. Itu begoknya juga di situ atau bodohnya begitu kata Bjorka.

Saya menduga ini ada dua kemungkinan, wartawannya sedang iseng atau bisa pesanan. Bisa lo terjadi semacam itu.

Itu saya berpikir begitu. Ini pasti wartawan iseng karena MK nggak mau ngomong dia todong saja Kepala Humas ini atau juru bicaranya. Lalu seolah-olah itu suara Mahkamah Konstitusi punya suara. Tetapi, hakim MK mustinya kasih pers release bahwa ini nggak benar.

Jangan sampai kemudian dianggap bahwa memang Mahkamah Konstitusi lagi mendesain satu cara supaya nanti ada publik minta lakukan judicial review lalu MK bilang iya boleh jadi wakil presiden. Ini juga konyol, ngapain Jokowi mau jadi wakil presiden lagi.

Itu kan ambisi orang bodoh sebagai tokoh politik ya, bukan sebagai presiden. Tapi sebagai tokoh politik tentu Pak Jokowi merasa ngapain saya sudah punya kedudukan tertinggi tapi masih mau duduk jadi wakil presiden.

Tentu saja itu ada kalkulasi strategis, misalnya presiden yang boneka maka wapresnya kendalikan. Begitu-begitu itu. Jadi kekacauan-kekacauan ini tiba bersamaan dengan arah Indonesia yang memang berantakan, yang dibaca dengan bagus oleh Bjorka.

Tapi itu jangan dianggap bercanda ya Bung Rocky soal kemungkinan Pak Jokowi jadi wakilnya. Karena waktu lebaran lalu saya dengar isu itu, bahkan akan dicalonkan dengan Prabowo. Dan itu juga sudah ada deklarasinya yang disebut Probo Jokowi, Prabowo Jokowi, itu. Sudah ada deklarasinya.

Jadi jangan dianggap bercanda. Selama ini kan kita juga menganggap bahwa tadinya soal tiga periode juga kayaknya cuma isu numpang lewat, tapi ternyata itu soal yang serius. Gitu

Iya, jadi soal yang serius karena orang pikir kenapa Pak Jokowi mau jadi wakil presiden. Gampang jawabnya. Karena beliau ingin menyelamatkan diri di periode berikutnya. Kan bagaimanapun wakil presiden juga diprotek dengan fasilitas yang sama dengan presiden.

Jadi, bagi Bjorka, ini juga misteri. Demi apa Presiden Jokowi kasih sinyal bahwa dia mau jadi wakil presiden saja, kalau nggak mungkin lagi tiga periode. Yang pertama, ambisi itu nggak bisa ditahan bagi seorang yang pernah berkuasa;

Yang kedua justru orang jadi curiga bahwa Pak Jokowi ingin cari pengaman melalui presidennya di 2024 dan seterusnya sampai 2029. Lalu orang tanya kenapa musti cari pengaman? Berarti ada kasus ya. Berarti ada sesuatu yang disembunyikan ya. Kan begitu pertanyaan Bjorka.

Sekarang kita balik lagi ke Anies Baswedan. Tentu orang akan bertanya-tanya bagaimana langkah berikutnya karena dia akan selalu setiap kali ditanya dia akan menyelesaikan masa jabatannya. Dan ini sekarang secara formal dia akan diberhentikan dan secara resmi nanti akan tanggal 16 dia akan meninggalkan posisi itu. Bagimana kita membaca ini? 

Anies punya kesempatan baru untuk membangun, sebut saja semacam LSM. Itu kan hanya sekadar lembaga saja kan? Anies sendiri sudah melembaga di benak rakyat sebagai calon presiden. Mungkin satu hari setelah dia lengser harus mendeklarasikan ABI, Anies Baswedan Institute. Jadi, semua hal bisa dilakukan.

Dan, saya bisa taruhan, begitu Anies mengucapkan lembaga barunya, itu elektabilitasnya naik lagi karena orang anggap bahwa Anies serius walaupun diberhentikan dari posisi formalnya, tapi secara informal dia adalah tokoh politik. Kan itu enaknya.

Kan Anies justru lepas dari beban birokrasi DKI sehingga dia bisa muter ke Indonesia. Itu kan blessingnya dan sangat mungkin bjorka akan menuntun Anies ke mana-mana.

Dalam pikiran orang, bjorka ini pasti pro oposisi. Kalau dia menghajar oposisi itu artinya ini pura-pura. Kan di dalam etika bongkar membongkar, yang musti dibongkar ya pejabatnya. Kalau orang nggak punya kekuasaan ngapain dibongkar. Itu namanya mau doksin sesuatu yang privat. Caci-maki akan sampe situ.

Jadi, sekali lagi kita gembira karena bjorka itu menyasar para pejabat. Anies adalah pejabat. Tapi kalau seseorang itu enggak punya profil dalm politik, buat apa disasar. Kecuali mereka yang betul-betul nggak punya kekuasaan, tapi menjilat pada kekuasaan.

Kan buzer-bizer Jokowi ini berkeliaran di mana-mana mempromosikan Pak Jokowi sambil menghina orang lain dan menjelek-jelekkan kelompok yang lain. Padahal mereka tumbuh dan lebih dibesarkan oleh uang yang diedarkan dari istana. Kan itu soalnya.

Beberapa nama sudah dibongkar oleh bjorka kan? Jadi, sebetulnya di dalam upaya menegakkan demokrasi, kita perlu bjorka politik, buat balancing antara oposisi dan kekuasaan.

Jadi, oposisi justru diuntungkan oleh aktivitas bjorka. Bjorka nggak perlu secara terang-terangan ke oposisi, tapi dia harus memberi sinyal bahwa kekuasaan kita buruk sekali. Dan itu yang mungkin akan diingat bahwa ada perlawanan digital dari netizen melalui fasilitas yang disiapkan oleh bjorka. (Ida/sws)

447

Related Post