Gubernur DKI Jakarta Belum Tunjukkan Keberpihakan pada Program Pengentasan Kemiskinan.
Jakarta, FNN - Merespons 100 Hari Kerja Pj Gubernur DKI Jakarta dalam Pelaksanaan Program SDGs di Jakarta
Di tengah ketidakpastian ekonomi 2023 dan situasi pandemi yang belum menunjukkan tanda berakhir, salah satu tugas berat yang dipikul PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ialah bagaimana menjauhkan penduduk miskin dari jurang kemiskinan yang semakin dalam.
Hal ini dikarenakan jumlah penduduk miskin Jakarta berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS DKI Jakarta (2022) menunjukkan peningkatan yang cukup drastis. Sekitar 4 persen dari total penduduk Jakarta atau sekitar 500 ribu jiwa masuk dalam kategori miskin dan 146 ribu berada di kategori miskin ekstrem.
Pernyataan ini disampaikan oleh Puspa Yunita Ketua DPW SPRI DKI Jakarta dalam acara Diskusi Publik Evaluasi 100 Hari Kerja PJ Gubernur DKI Jakarta "Implementasi SDGs di Jakarta: Masalah Kunci dan Gagasan Perbaikan" yang diselenggarakan oleh DPW SPRI DKI Jakarta bertempat di LBH Jakarta, Rabu 25 Januari 2023.
"Dalam 100 hari Heru memimpin Jakarta belum menunjukkan keberpihakan pada program pengentasan kemiskinan. Padahal di seluruh negara di dunia memiliki komitmen bersama yang tertuang dalam program SDGs untuk mengakhiri kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial," tegas Puspa.
Lebih lanjut, Puspa menjelaskan bahwa implementasi pelaksanaan SDGs ini langsung dikomandoi langsung oleh PJ Gubernur selaku Ketua Dewan Pengarah SDGs di Jakarta. Dengan demikian tidak ada alasan bagi Heru untuk tidak memprioritaskan program ini selain mengurus masalah banjir, macet dan tata kelola.
Hal senada juga disampaikan narasumber lainnya yang hadir dalam acara diskusi tersebut Sugiyanto Emik, Ketua Koalisi Masyarakat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR).
Menurutnya, apa yang kini dihadapi oleh seluruh negara di dunia merupakan permasalahan serius yang perlu direspon dengan segera. Jika pemimpin tidak paham dengan program pengentasan kemiskinan SDGs ini tentu akan bahaya. Impian untuk mewujudkan dunia yang lebih sejahtera, adil, dan berkelanjutan -seperti yang dicita-citakan oleh 193 negara termasuk Indonesia bakal sulit terwujud.
"Sudah berpuluh-puluh tahun masalah kemiskinan ini terjadi di Jakarta. Puluhan triliun telah digelontorkan oleh Pemprov DKI melalui gubernur-gubernur sebelumnya, namun tidak memberi dampak pada pengurangan jumlah penduduk miskin. Ini bahaya, kalau para pemimpin kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam soal masalah ini. Bisa-bisa keberadaan orang miskin ini hanya dijadikan objek program belaka oleh para legislatif dan eksekutif," jelas Sugiyanto.
Secara terpisah, Rio A. Putra Sekretaris Wilayah SPRI DKI Jakarta juga menegaskan bahwa Heru harus fokus dan delivery targeted pada point SDGs. Dalam mengatasi masalah kemiskinan di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta harus memiliki sistem proteksi yang lebih komprehensif demi melindungi penduduk miskin dengan cara menerapkan PKH Lokal yang langsung dibiayai APBD DKI Jakarta untuk mengcover penduduk miskin Jakarta yang tidak mendapat PKH Nasional dari Kementerian Sosial.
Rio juga menyinggung persoalan penyediaan akses air bersih yang baru menjangkau 65 persen penduduk Jakarta atau masih jauh dari target Pemprov DKI 79,61 persen. Selain itu berdasarkan data BPS DKI Jakarta 2022 juga menunjukan 52,10 persen penduduk Jakarta menggunakan asbes sebagai atap rumah. Padahal penggunaan asbes merupakan salah satu indikator kriteria rumah tidak layak huni.
"Di tengah sisa waktu komitmen global SDGs 2030 dan kepemimpinan Heru yang cuma 2 tahun, maka Heru harus fokus akar masalah kemiskinan. Jangan malah lebih sibuk pada pembangunan infrastruktur, melempar tanggung jawab dengan skema publik-private partnership dan serta menempatkan warga sebagai beneficiary dan konsumen ketimbang sebagai warga kota yang aktif terlibat dalam pengambilan keputusan", pungkasnya.
Acara yang dipandu oleh Tito Sianipar dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta ini dihadiri 100 warga miskin yang datang dari 25 Kelurahan se Jakarta. (sws)