Hersubeno: Bey Mahmuddin Salah Menterjemahkan Pernyataan Jokowi Soal Pemilu Tidak Netral

Jakarta, FNN – Pengakuan jujur Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa dirinya tidak akan netral dalam proses Pemilu 2024 terus menjadi perbincangan publik, karena hal itu tidak wajar dan melanggar etika politik. Namun Kepala Protokol Pers Istana, Bey Mahmuddin memberikan klarifikasi yang berbeda dengan apa yang disampaikan presiden.

Atas klarifikasi Bey tersebut, wartawan senior FNN Hersubeno Arief merasakan ada yang aneh, karena sangat mungkin apa yang disampaikan Bey salah tafsir,

“Alasan cawe-cawe Jokowi terkesan mulia apalagi kalau kita lihat pernyataan dari Bey Mahmuddin, Kepala Protokol Pers Istana yang menyatakan bahwa presiden ingin memastikan pemilu serentak berjalan sukses, jujur dan adil,” kata Hersu dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu (31/05/2023).

Hersu melanjutkan kutipan pernyataan Bey, bahwa menurut Bey presiden berkepentingan pemilu berjalan lancar tanpa meninggalkan polarisasi di masyarakat. Presiden kata Bey juga ingin pemimpin ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan startegis seperti pembangunan IKN, hilirasi, transisi energi bersih, dan sebagainya. Presiden kata Bey, peserta pemilu bisa berkompeteisi secara free dan fair.  Presiden akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN. Presiden ingin pemilih mendapat informasi yang berkualitas selama proses pemilu sehingga akan memperkuat pemerintah dalam menangkal hoaks. Sementara untuk hasil Pemilu 2024, presiden akan menghormati dan menerima hasil pilihan rakyat agar bisa membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya.

“Luar biasa pernyataan ini. Kenapa Bey bisa menafsirkan seperti  itu, sebab cawe-cawe itu sudah menunjukkan bahwa pemilu tidak akan berlangsung jujur, adil dan fair. Para aparat di bawah Jokowi pasti tidak akan netral kalau Jokowi sendiri sudah menyatakan seperti itu, bahwa dia tidak akan netral dalam pemilu,” tegas Hersu.

Hersu mengingatkan bahwa kalau dikatakan Jokowi akan menghormati dan menerima presiden pilihan rakyat serta membantu proses transisi dengan sebaik-baiknya, pertanyaannya siapa presiden pilihan rakyat?

“Kalau kemudian kita menyimak intensi dari Jokowi, beliau hanya menginginkan dua pasang calon saja dan itu semua orang-orang Jokowi atau all the presidents man,” paparnya.

Menurut Hersu, dari semua klarifikasi Bey Mahmuddin, intinya hanya satu satu bahwa Presiden ingin menjaga legacy-nya saja, khususnya IKN yang bakal mangkrak. Tandanya sudah jelas seperti yang disampaikan Menteri PUPR Basuki Hadimulyono bahwa pembiayaan proyek baru dari APBN yang 20 persen, sementara yang 80 persen dari swasta belum masuk alias nihil.

“Jadi semua kalimat yang disampaikan Bey hanya retortika belaka. Yang dipahami publik adalah bahwa presiden Jokowi ingin pemimpin mendatang dalam kendali Jokowi, sementara figur yang menentangnya adalah Anies Baswedan,” tegas Hersu.

Sementara Anies Baswedan kata Hersu adalah unwanted candidate, kandidat yang tidak dikehendaki Jokowi. Maka presiden berani menyatakan bahwa dirinya tidak akan netral dalam Pilpres.

“Dengan pernyataan Jokowi seperti itu, kita sudah tidak bisa berharap Pemilu 2024 akan berlangsung bebas dan fair, karena sejak awal Jokowi punya intensi untuk meneruskan kekuasaannya, dengan memastikan calon presiden penggantinya adalah proxy-nya, yakni orang yang berada dalam kendalinya yang bisa mengamankan berbagai kepentingannya, baik dinasti maupun proyek- proyek strategis Jokowi,” tegasnya.

Inilah,lanjut Hersu contoh pratik buruk dalam demokrasi bahkan ada yang menyebut kejahatan demokrasi karena sudah merencanakan kecurangan Pemilu sejak awal.

Diketahui bersama bahwa Presiden Jokowi sebelumnya mengaku akan tetap cawe-cawe demi bangsa dan negara. Cawe-cawe Jokowi termasuk soal Pemilu 2024.

"Demi bangsa dan negara saya akan cawe-cawe, tentu saja dalam arti yang positif," ucap Jokowi di Istana Negara, Senin (29/5).

Hal itu disampaikan Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi sejumlah media serta content creator, seperti Akbar Faisal, Helmy Yahya, dan Arie Putra. Jokowi menegaskan cawe-cawe yang dimaksudnya tentu masih dalam koridor aturan.

"Saya tidak akan melanggar aturan, tidak akan melanggar undang-undang, dan tidak akan mengotori demokrasi," kata Jokowi.

Merespons pernyataan Jokowi, bakal calon presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan mengaku mendengar kekhawatiran soal isu penjegalan dan kriminalisasi imbas dari cawe-cawe yang ia sebut sebagai ketidaknetralan presiden.

"Penyelenggaraan pemilu, mulai dari caleg hingga capres yang dapat perlakuan tidak fair dan kekhawatiran soal potensi kecurangan. Semua itu muncul akibat adanya pernyataan bahwa tidak netral dan cawe-cawe," ujarnya di Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2023).

Dia berharap kekhawatiran isu penjegalan dan kriminalisasi yang ia dengar itu tidak benar. Ia juga berharap Pemilu dan Pilpres 2024 berjalan seperti biasa.

Menurutnya, setiap partai punya hak sama untuk mencalonkan capres-cawapres. Ia juga mengungkap setiap caleg punya hak untuk berkampanye dengan kesempatan yang sama.

"Begitu juga dengan capres, punya hak yang sama. Penyelenggara juga melakukan ini dengan fair, baik, dan netral. Kami berharap kekhawatiran itu tidak benar dan justru yang terjadi adalah yang baik sesuai prinsip demokrasi jujur adil," tuturnya.

Ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menyambut pesta demokrasi untuk memastikan masa depan bangsa makin baik.
"Koalisi Perubahan tetap solid dan fokus kepada agenda dasar membereskan kemiskinan, ketimpangan, menghadirkan keadilan, memastikan kesetaraan kesempatan, membuka lapangan kerja," kata dia.

Anies mengajak semua pihak tetap optimistis serta menjaga soliditas untuk perjalanan ke depannya. (ida)

767

Related Post