Hersubeno: Sulit Mencari Istilah untuk Menggambarkan Jahat dan Zalimnya Rezim Ini
Jakarta, FNN – Wartawan senior FNN, Hersubeno Arief sangat heran melihat kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ugal-ugalan dalam mengatasi krisis minyak goreng. Ia terlalu berani mengambil keputusan yang mendesak, tanpa mempertimbangkan dampak seriusnya.
“Pada Senin, 25 April 2022, Presiden Jokowi memberlakukan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya sampai kebutuhan minyak goreng dalam negeri melimpah. Apakah kita tidak salah mendengar kosa kata itu yang dipilih oleh Presiden Jokowi, yakni melimpah. Pilihan kosa kata itu pasti memiliki maksud tertentu. Secara psikologis setidaknya dimaksudkan agar hati emak-emak senang, rakyat juga senang,” paparnya dalam kanal Hersubeno Point, Senin, 25 April 2022.
Jokowi, kata Hersu - panggilan akrab Hersubeno jelas ingin merebut kembali hati emak-emak setelah 6 bulan terakhir ini nyap-nyapan meghadapi kelangkaan minyak goreng. Bahkan, pernah terjadi di Sumatera Utara ada rombongan emak-emak dari Sibolga yang harus menempuh perjalanan 12 jam ke Kota Medan hanya untuk antre minyak goreng. Tak hanya itu, di Kalimantan Timur dan Banjarmasin ada emak-emak yang meninggal dunia karena berdesak-desakan antre minyak goreng.
“Sungguh ironis, ibarat ayam mati di lumbung padi,” kata Hersu.
Belakangan, masyarakat dan mahasiswa tahu bahwa kelangkaan minyak goreng itu akibat ulah mafia minyak goreng yang sudah mengumpulkan dana untuk membiayai penundaan Pemilu.
“Kabar terbaru ini pasti akan membuat mahasiswa dan emak-emak lebih marah lagi. Kurang ajar betul. Ini rupanya yang membuat kita menderita selama 6 bulan, ini karena ulah mereka,” tegasnya.
Hersu menegaskan bahwa informasi yang diungkap oleh anggota DPR RI Masinton Pasaribu itu, memang benar-benaer membuat kita jadi terperangah?
“Kok jahat banget mereka ini ya. Demi memperpanjang masa jabatan dengan menunda Pemilu, kemudian mereka tegar-teganya membuat kehidupan rakyat jadi sengsara ini. Ini benar-benar sulit mencari kata yang bisa untuk menggambarkan penguasa yang zalim, penguasa lalim, penguasa yang jahat seperti yang terjadi saat ini,” paparnya.
Hersu menegaskan publik selama ini bertanya-tanya untuk apa dana yang mereka kumpulkan dari mempermainkan surat ijin ekspor itu.
“Yang sangat jelas adalah untuk membiayai kebulatan tekad yang hingga kini masih terus berlansung dari berbagai daerah, meskipun Presiden sudah melarang menteri memebicarakan soal penundaan Pemilu,” katanya.
Kemudian bagaimana dengan lembaga survei? Hersu menegaskan, lembaga survei selama ini banyak yang menjadi lembaga Presiden Jokowi untuk wacana tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi, masih sangat tinggi. Bahkan ada sebuah wacana yang sangat nekat mengatakan bahwa kepuasaan terhadap presiden Jokowi itu naik karena kebijakan terhadap minyak goreng.
Akan tetapi, sekarang sebagian besar lembaga survei yang tadinya mendukung Presiden Jokowi itu, sudah mulai merilis hasil survei yang berlawanan dengan kehendak mereka. Disebutkan bahwa mayoritas rakyat menolak penundaan Pemilu dan tidak ingin memperpanjang masa Presiden Jokowi.
Tak hanya lembaga survei yang mulai sadar, partai politik pendukung pemerintah, semua juga menolak dan memasang badan tentang kehendak rakus itu.
“Sekarang kita perhatikan tinggal Golkar dan PKB yang masih bertahan,” kata Hersu.
Gelombang penolakan semakin membesar. PAN yang tadinya juga mendukung, kini sudah berbalik badan. Pukulan terhadap wacana penundaan Pemilu itu, setelah Kejaksaan Agung menetapkan langsung 4 orang tersangka yang disebut sebagai mafia minyak goreng. (sof, sws)