HUMANIKA Tuntut Satgas Tuntaskan Tagihan Obligor BLBI
Jakarta, FNN – Dimulai dari krisis moneter (krismon) yang saat itu melanda Asia, Negara kita pun terkena imbasnya. Ekonomi collapse meruntuhkan per-Bank-an nasional. Untuk itulah atas nasehat IMF, Pemerintah mengucurkan skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Bermula pada 1997-1998, ketika Bank Indonesia (BI) memberikan pinjaman kepada bank-bank yang hampir bangkrut akibat diterpa krisis moneter. Pada Desember 1998, Bank Indonesia kemudian menyalurkan dana bantuan Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
“BLBI terbesar ke Salim Grup (Rp 52 triliun, Gajah Tunggal (RP 40 triliun), Bank Intan (Rp 1,4 triliun) dan bank-bank lainnya,” ungkap Sobarul Fajar, Koordinator Presidium Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA) kepada FNN, Kamis (13/10/2022).
Namun, dana BLBI justru banyak diselewengkan oleh para penerimanya. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Agustus 2000, ditemukan kerugian negara mencapai Rp 138 triliun.
“Akibatnya Pemerintah terbebani lagi dengan rekapitalasi yang membuat bengkaknya kerugian keuangan negara. Hingga saat ini kita menanggung sekitar 60 triliun di APBN sampe tahun 2030,” lanjut Sobarul Fajar.
Presiden Joko Widodo sendiri telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dengan Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD.
Menurut Sobarul Fajar, di bawah kepemimpinan Mahfud MD ada sedikit titik terang terkait penyelesaian kasus BLBI dengan menyita atas harta dan kekayaan lain yang terkait dengan obligor antara lain PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono/Hendrawan Haryono dan pihak lain yang terafiliasi, berupa tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya atas nama PT Bogor Raya Development;
PT Asia Pasific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo seluas total keseluruhan 89,01 hektare, berikut lapangan golf dan fasilitasnya, serta dua bangunan hotel. Penyitaan ini dilakukan sebagai upaya penyelesaian hak tagih negara dana BLBI yang berasal dari obligor PT Bank Asia Pasific sebesar Rp3,57 triliun.
Sedikit informasi dalam data Kemenkeu dan BPK, disebutkan bahwa per Desember 2020 Bank Intan masih memiliki utang kepada negara sebesar Rp 136,43 miliar.
Namun kepada Pansus BLBI DPD, Fadel bersikeras bahwa masalah utang BLBI Bank Intan sudah selesai. Sayangnya pengakuan Fadel tersebut tidak didukung bukti berupa Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan perbankan nasional (BPPN).
“Dari data di atas kami menghimbau kepada Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang dipimpin oleh Bapak Mahfud MD segera telusuri dan tindak kasus BLBI yang sangat merugikan negara ini dan sesuai dengan target Pak Mahfud MD yang menargetkan kasus BLBI harus tuntas pada tahun 2023 nanti. Untuk itulah Humanika menuntut!” tegasnya.
1. Segera di tuntaskan kasus BLBI terhadap semua Obligor tanpa pandang bulu tercatat masih ada 335 Obligor lagi.
2. Khusus BLBI Bank Intan agar segera prioritas diutamakan mengingat sang Obligor Fadel Muhammad yang saat ini anggota DPD masih tertunggak Rp 136 miliar.
3. Segera berikan ultimatum dalam batas waktu, jika tidak dibayarkan segera sita hartanya untuk mendukung keuangan negara. (mth/*)