Indonesia Darurat (1): Presiden Harus Keluarkan “Supersemar” Lanjutan

TKA China tiba di Bandara Soekarno Hatta saat pandemi Covid-19(Indozone).

Nuansanya akan hampir sama kembalinya negara RIS ke NKRI. Sehingga, pelaksanaan Pemilu mendatang sudah kembali pada jalur konstitusi sesuai UUD Asli.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

APABILA dalam kondisi negara ini terus memburuk dan terancam disintegrasi, demi alasan keamanan dalam negeri dan ancaman invasi asing, Presiden Joko Widodo harus segera untuk mengeluarkan semacam “Supersemar”.

Ya. Surat Perintah Pemulihan Keamanan dan Atasi Ancaman Asing. Sebagai jaminan keamanan negara tetap terkendali dari bahaya dan ancaman negara yang makin membesar.

Presiden Jokowi bisa aman, serahkan Surat Pemulihan Keamanan tersebut ke Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, sekaligus sebagai Penguasa Transisi. Dalam kondisi darurat seperti ini, dan jalan cepat tinggalkan jalan konstitusi lewat Triumvirat adalah sebuah rezim politik yang didominasi oleh tiga orang penguasa, yang masing-masing disebut triumvir (jamak: triumviri).

Jalan Triumvirat ketiganya berkedudukan sama di atas kertas, tetapi dalam kenyataan hal ini jarang terjadi. Cara ini memang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu negara dengan tiga pemimpin yang berbeda, yang semuanya mengklaim sebagai pemimpin tunggal.

Pendapat dari beberapa tokoh Poros Perubahan, sistem dan proses melalui Triumvirat terlalu lama dan juga sangat rawan perpecahan dan campur tangan Oligarki yang terang benderang telah menjadi musuh rakyat.

Rakyat sudah pada puncak kemarahannya untuk melawan karena Indonesia harus bersih dari kekuasaan Oligarki.

Panglima TNI bisa ambil alih untuk terapkan atau memberlakukan Darurat Militer (bukan Darurat Sipil, dengan alasan untuk atasi keamanan dalam negeri dan ancaman asing), sehingga Panglima punya landasan hukum.

Contoh paling tampak, sudah adanya infiltrasi asing yang menyaru sebagai TKA China. Mereka sudah membuat perkampungan eksklusif yang orang di luar kelompoknya akan sulit masuk.

Mantan Kepala BIN Sutiyoso mengaku khawatir dengan TKA China yang terus berdatangan ke Indonesia. Menurut Sutiyoso, TKA China berpotensi semakin bertambah banyak yang datang dan memilih tinggal hingga menjadi mayoritas di Indonesia.

Sebelumnya, Sutiyoso mengungkapkan kekhawatiran bahwa WNA dari TKA China tidak akan kembali ke negaranya dan justru menetap di Indonesia. Ia khawatir Indonesia akan seperti Singapura yang semula dipimpin Perdana Menteri orang Melayu, namun saat ini dipimpin oleh China.

Menurutnya, tidak masalah pengusaha atau investor dari negara mana saja, akan tetapi harus tenaga ahli yang jumlahnya dua atau tiga orang dan bukan justru ribuan.

Jika melihat sudah adanya ancaman TKA China seperti itu, tidaklah salah jika ini sudah masuk kategori Darurat Militer. Karena, mereka secara de facto telah menguasai sebagian wilayah teritorial NKRI yang bisa membahayakan warga di wilayah yang “diduduki” TKA China tersebut.

Panglima TNI yang menjabat sebagai Penguasa Darurat bisa seperti perjalanan penerima mandat sejenis “Supersemar” yang saat ini dengan proses konstitusi berjalan dalam kondisi darurat.

Penguasa Darurat bisa menjelma sebagai Presiden Transisi yang memiliki atau mempunyai  kewenangan untuk membentuk Kabinet Darurat. Angkat orang-orang potensial dan profesional untuk menjabat menteri.

Satukan para tokoh reformasi jilid dua, yang memiliki integritas, jujur, dan profesional: gabungan dari tokoh sipil dan militer untuk mempercepat atau benar-benar mampu mengamankan Pilpres 2024 tanpa keterlibatan tangan hitam Oligarki.

Dalam Kabinet Darurat ini tidak perlu ada Wapres (seperti saat BJ Habibie gantikan Soeharto). Presiden Darurat dengan mandat rakyat segera keluarkan Dekrit Kembali ke UUD 1945.

Sepanjang sejarahnya, UUD 1945 itu telah mengalami 4 kali amandemen atau perubahan dalam kurun waktu dari 1999 hingga 2002 yang dilakukan dalam Sidang Umum maupun Sidang Tahunan MPR.

Rangkaian pelaksanaan amandemen UUD 1945 seperti dikutip dari buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? (2019) karya Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan bisa dibaca berikut ini:

1. Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-21 Oktober 1999; 2. Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan di Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000; 3. Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2001; 4. Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002

Amandemen UUD 1945 menjadi salah satu sebab rusaknya tata kelola negara. Dan, batalkan semua UU yang terbukti merugikan rakyat dan negara. Segera proses secara hukum mereka yang terlibat dalam 4 kali Amandemen UUD ’45 tersebut.  

Tarik juga kekuatan dari Ketiga Matra (Darat, Laut, dan Udara) masuk dalam Kabinet Darurat ini untuk jaga kekuatan TNI tetap kompak menyelamatkan Indonesia.

Nuansanya akan hampir sama kembalinya negara RIS ke NKRI. Sehingga, pelaksanaan Pemilu mendatang sudah kembali pada jalur konstitusi sesuai UUD Asli.

Gagasan ini hanya sekedar wacana dari banyak opsi kalau keadaan negara terus memburuk, karena terjadinya gelombang Revolusi atau People Power.

Kemungkinan munculnya gerakan People Power atau Revolusi tersebut jangan dimaknai makar atau menentang pemerintah yang sah. Sebab apapun dalilnya kedaulatan negara ada di tangan rakyat.

Dan, semua yang akan terjadi akibat dari tata kelola rezim sendiri yang sudah jauh menyimpang dari kiblat bangsa. Dan rakyat hanya ingin menyelamatkan Indonesia. (*)

349

Related Post