Interfaith and Islamophobia- 04
Setahun kemudian kami dianugerahi Ellis Island Honor Award, sebuah penghargaan tertinggi non militer yang diberikan kepada imigran yang dianggap berjasa bagi Amerika. Dasar penganugerahan itu karena keaktifan saya dalam membangun komunikasi antar agama, baik di US maupun di belahan dunia lainnya.
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
TAK disangkal lagi bahwa Interfaith saat ini telah menjadi sebuah fenomena global. Dari organisasi dunia (PBB) ke tingkat negara hingga ke kota dan kampung-kampung, kegiatan Interfaith menjadi sesuatu yang ditradisikan. Tentu masing-masing pelaku dari agama yang berbeda punya pemahaman dan tujuannya yang berbeda pula.
Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) New York misalnya, bahkan ada kegiatan interfaith tahunan yang disebut “Week of Interfaith Harmony”. Dan ini dilaksanakan pada awal bulan Februari setiap tahunnya. Nusantara sendiri sejak tahun 2014 lalu telah menjadi co sponsor, dan saya pribadi selalu diminta menjadi pembicara mewakili Komunitas Islam. Yang terakhir dilaksanakan tanggal 3 Februari lalu.
Kegiatan Interfaith saya pribadi yang bersifat gobal bermula sejak sekitar tahun 2002. Saat itu saya diundang oleh The Interfaih Center New York untuk menjadi pembicara pada sebuah pertemuan antar agama Amerika dan Eropa di Frankfurt Jerman. Acara tersebut dikenal dengan “Trans Atlantic Interfaith Dialogue” yang melibatkan tiga agama samawi; Islam, Kristen dan Yahudi.
Pada tahun-tahun berikutnya saya kembali mendapat kesempatan untuk hadir dalam berbagai kegitaan Interfaith di berbagai negara. Di tahun 2005 misalnya saya diundang sebagai peserta di pertemuan “Jewish-Muslim Dialogue” di Paris Prancis. Lalu pada tahun 2007 saya kembali diundang sebagai pembicara pada acara yang sama di Seville Spanyol.
Berbagai kegiatan antar agama yang saya lakukan saat itu baik secara domestik (di US) maupun di belahan Internasional mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintahan Amerika. Beberapa penghargaan diberikan kepada saya sebagai pengakuan. Satu di antaranya adalah “Ambassador for Peace” dari Internasional Interreligious Federation yang berpusat di Korea Selatan pada 2002.
Pada 2003 juga saya kembali mendapatkan penghargaan dari Long Island Interfaith Coalition sebagai penggerak dialogue antar Komunitas agama. Bahkan pada 2004 US Asian Federation, di mana saya sendiri sebagai Wakil Presidennya juga menganugerahkan penghargaan di bidang Peace Ambassador.
Berbagai kegiatan interfaith yang bersifat global juga terus berlanjut. Di tahun 2006 Uni Eropa (European Union) mengeluarkan dekrit pelarangan menyembelih hewan secara agama (ritual slaughtering). Alasannya karena tidak berperi-kehewanan (menyiksa hewan). Dengan sendirinya ada dua Komunitas agama yang terdampak dengan keputusan ini; Yahudi dan Islam.
Maka pada tahun itu melalui organisasi European Jewish Council menginisiasi pertemuan Muslim-Jewish di Vienna Austria. Pada acara itu mereka menghadirkan tokoh agama Amerika (Muslim dan Yahudi) untuk menjadi pembicara utama. Rabbi Marc Schneier, Presiden Foundation of Ethnic Understanding dan partner saya dalam Dialog Muslim-Yahudi bersama saya diundang sebagai pembicara utama.
Alhamdulillah, walaupun Uni Eropa tidak merubah dekrit atau keputusan mereka, Presiden Austria sendiri memutuskan bahwa religious slaughtering tidak dilarang di negara itu. Ada sekitar 20,000 orang Yahudi dan 600,000 Muslim di Austria.
Berbagai kiprah Interfaith itu menjadikan majalah The New York memilih saya sebagai satu dari tujuh tokoh agama yang paling berpengaruh (NY Seven Most Influential Religious Leaders) pada 2006. Pemilihan sebagai salah satu dari tokoh agama paling berpengaruh di New York memberikan ruang tersendiri bagi saya untuk semakin memperluas jaringan.
Pada 2008 bersama beberapa tokoh agama New York kami mendirikan International Clergy Association. Melalui organisasi ini kami banyak melakukan berbagai kegiatan di forum internasional, khususnya di forum PBB. Ketika Turki dan Spanyo mensponsori resolusi tentang “Alliance among Civilization” kami mengadakan UN Conference on Peace yang bekerjasama dengan Peace Federation USA.
Setahun kemudian kami dianugerahi Ellis Island Honor Award, sebuah penghargaan tertinggi non militer yang diberikan kepada imigran yang dianggap berjasa bagi Amerika. Dasar penganugerahan itu karena keaktifan saya dalam membangun komunikasi antar agama, baik di US maupun di belahan dunia lainnya.
Mungkin dari sekian banyak inisiatif Interfaith saya di kancah internasional, ada dua hal yang paling menonjol.
Yang pertama adalah inisiasi Jewish-Muslim Dialogue pada 2005. Dari inisiatif ini terlahir ragam kegiatan seperti Salam-Shalom Sisterhood dan Twinning of Mosques and Synagogue. Kedua kegiatan ini telah menjadi sebuah gerakan internasional yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa, Australia, Afrika dan bahkan Timur Tengah.
Kunjungan Pimpinan agama-agama samawi ke Indonesia, Jordan dan Jerusalem, termasuk Ramallah pada 2011 lalu. Kegiatan ini disponsori oleh KBRI Washington bekerjasama dengan beberapa Institusi Interfaith Amerika. Kegiatan ini sebenarnya menjadi langkah awal melibatkan tokoh-tokoh agama dalam proses Perdamaian Timur Tengah. Sayang setelah kunjungan pertama itu ternyata itu juga kunjungan terakhir.
Dan, banyak lagi kegiatan interfaith lainnya pada tataran global. Kerjasama dengan NY Buddhist Council mengurangi tensi yang terjadi antara Komunitas Budha dan Muslim akibat kekerasan kepada masyarakat Muslim di Myanmar. Ketika itu sempat direncanakan kunjungan tokoh-tokoh Muslim dan Buddha Amerika ke Thailand untuk kunjungan kemanusiaan.
Demikian beberapa kegiatan interfaith di Gela yang internasional. Begitu banyak yang dilaksanakan termasuk pada tahun-tahun terakhir. Tapi saya kira cukup saya menyebutkan beberapa contoh sekaligus menyebutkan “apresiasi” (penghargaan) agar dapat dipahami bahwa kegiatan ini mendapat sambutan positif.
Satu hal yang pasti adalah bahwa kegiatan Interfaith pada tatanan internasional telah memberikan kontribusi untuk mengurangi tensi antar pemeluk agama di saat ada kasus-kasus konflik yang melibatkan sentimen agama di mana saja. Dan bagi Dakwah di Amerika hal ini menjadi krusial. Karena betapa seringkali kasus kekerasan di dunia Islam berdampak besar dalam kerja-kerja Dakwah kita di US.
Lalu secara kongkrit apa saja manfaat dan hasil dari kegiatan interfaith ini? Apakah kegiatan interfaith ini dapat merusak nilai iman dan identitas keislaman umat? New York, 8 Februari 2022. (Bersambung). (*)