Istana Pabaton

Oleh Ridwan Saidi *)

Lithografi istana Pabaton yang lokasinya di Istana Bogor sekarang (litho oleh Portugis). Istana milik kerajaan Sunda ini disebut Pabaton, perbatuan, karena di halaman paling depan terdapat minaret tinggi sekitar 3 meter, kiri. Dan di tengah prasasti yang sangat besar, tinggi lebih dari 3 meter dan lebar 1,5 meter. Istana raja persis di belakang prasasti. Tak diketahui di mana prasasti ini sekarang berada karena seluruh benda dan bangunan dihancurkan pada tahun 1800-an untuk keperluan pembangunan istana Bogor yang sekarang. Pepohonan yang tumbuh, yang tampak dalam litho, disebut Kebon Raja, kemudian Kebon Raya.

Istana Pabaton ditinggal kosong pada tahun 1579. Peristiwa ini disebut Baranang Siang, pergi dengan terhormat. Penghuninya pindah ke Astana Anyar, ibukota baru, di Bandung, tempat yang menyegarkan. Bogor, kota angsa, mereka tinggalkan.

Kenapa kerajaan Sunda berakhir? Seperti halnya juga kerajaan Majapahit yang bubar pada tahun 1479, karena faktor kemerosotan ekonomi.

Prasasti Jayabupati mengisyaratkan adanya tambang emas di kali Citatih Sukabumi, kerajaan Sumedang kemudian juga mengandalkan sumber yang sama. Prabu Jayabupati tidak jelas masalahnya meminta pengunduran diri, pengunduran diri ini menurut prasasti Kebon Kopi II ditolak Juru Pangambet (semacam MPR).

Tidak jelas dengan keadaan bisnis lada dan kopi yang pernah dikelola kerajaan Sunda. Kerajaan Sunda, sama dengan Majapahit dan Samudra Pasai berdiri pada XIII M. Sumedang sesudah itu.

Awal berdirinya kerajaan dimulai dengan manajemen tambang emas. Baru kemudian dibangun power system. Rata-rata mereka hanya memiliki pengawal raja, tidak pasukan reguler karena costly.

Kalau benar keterangan Tom Pires 1512-1516, kerajaan Sunda memelihara ribuan ekor kuda, berarti harus mengupah cukup banyak pekerja. Sedangkan bisnis kuda saat itu dikuasai kesultanan Bima. Pengelolan mungkin benar, tapi perhitungan yang meleset.

Baranang Siang ucapan ksatria. Mengakui kegagalan. Ini yang tak dimiliki pembesar-pembesar reformasi. Sudah gagal masih saja go berlagak sukses seraya menjual mimpi.

*) Budayawan

501

Related Post