Jembatan, TKA China, dan Baca Al-Quran
Bangsa Indonesia niscaya berkenan belajar dari bangsa-bangsa lain yang telah mengalami penderitaan akibat intervensi China pada berbagai lini kehidupan.
Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta
PERBINCANGAN di grup WA Profesor PT KIN ini bermula dari unggahan sebuah video "pembuatan jembatan" oleh Prof. Dr. Imam Suprayogo dengan narasi berikut.
Video di atas pekerjaan pertaruhan nyawa. Inilah kurang lebih sebagian dari pekerjaan pembangunan PLTU Morowali yang dikerjakan oleh -/+ 500 TKA China. Sudah ditawarkan kepada pekerja lokal, tetapi tak ada yang sanggup dan mau. Jadi, mohon tidak menghakimi dan langsung menyalahkan Pemerintah tanpa paham akar masalah. Anda mau bertaruh nyawa dan adrenali tinggi, toh dulu dibuka kesempatan kepada warga lokal, namun tidak berani, nah apa harus dipaksa? Lihat video itu sampai tuntas baru paham. Terima kasih.
Saya terpesona dengan video unggahan Prof. Imam Suprayogo tentang pembuatan "jembatan" di atas jurang yang menganga, tapi jadi ragu, apa iya itu pembuatan jembatan di Morowali?
Salah seorang anggota grup WA menegaskan, bahwa itu bukan di Morowali.
Kolega yang lain pun merespons, jadi pengin liat nanti bila boleh orang awam masuk ke lokasi, sekadar refresh, memindah kebiasaan berselancar ke langit, ke dunia riil saintek di Sulawesi Morowali.
Anggota WA yang lainnya juga menyampaikan hasil penelusuran, bahwa itu pembangunan jalur listrik di China.
Jadi, Prof Guru kita terjebak oleh kelompok pembela tenaga asing.
Menanggapi komentar saya atas video unggahan tersebut, Prof. Imam Suprayogo menulis, bangunan serupa itu, Prof. Muhammad, bisa lihat sendiri di Tha'ib. Sambil umrah bisa menyempatkan lihat, siapa yang membuat.
Saya pun merespons balik, perihal TKA China yang menyerbu Indonesia, saya tetap cemas, dan mengharap semua pihak waspada.
Prof. Imam Suprayogo menanggapi demikian. Setuju mencemaskan, Prof. Muhammad. Tapi saya lebih merasa cemas lagi ketika melihat Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam belum terbiasa membaca Al-Quran.
Kolega yang lain mendukungnya. Benar sekali Prof. Senior. Setuju.
Profesor lainnya pun menimpali. Betul, Prof. Imam. Apa perlu ya Calon Mahasiswa untuk prodi-prodi agama dites baca Al-Quran?
Yang lain menambahkan, tes, matrikulasi, sertifikasi Al-Quran.
Mungkin matrikulasi ya.
Dan ada training khusus gitu.
Prof. Imam Suprayogo pun bercerita. Ketika saya jadi Rektor, bukan saja mahasiswa yang saya ajak belajar Al-Quran, tetapi juga para dosen baru. Mereka yang belum terbiasa baca Al-Quran, pada setiap pagi, saya ajak untuk sorogan Al-Quran sampai bisa. Saya tugasi dosen Al-Quran atau siapa saja melayani pembelajaran Al-Quran dari jam 06.00-08.00 sampai mereka benar-benar bisa...
Saya pun menegaskan, tetap lebih cemas terhadap para pendatang China daripada mahasiswa yang belum biasa membaca Al-Quran, karena para mahasiswa itu tidak akan mengancam eksistensi NKRI.
Fenomena TKA China di Morowali ibarat puncak gunung es di lautan. Berapa banyak laporan pandangan mata via video tentang kedatangan TKA/warga negara China ke Indonesia, baik melalui jalur penerbangan dengan transit di bandara tertentu lalu barangkat lagi ke tempat tujuan, atau melalui kapal.
Menurut kesaksian, sebagian dari para pendatang tersebut rata-rata bertubuh tegap dan berambut cepak.
Memang telah ada regulasi tentang penggunaan TKA, terutama sebagai tenaga ahli. Tetapi, di lapangan, para TKA China khususnya, tidak seluruhnya memenuhi kualifikasi tersebut, termasuk aturan rasio perbandingan antara TKA yang ahli sekalipun, dengan tenaga kerja dalam negeri.
Sangat wajar bila Bang Yos (Letjen TNI Purn Sutiyoso, mantan Kepala BIN) juga mewanti-wanti akan adanya eksodus Warga Negara China ke Indonesia dengan modus sebagai tenaga kerja.
Mereka diduga kuat tak akan mau kembali ke negerinya, karena peraturan-peraturan yang sangat ketat di sana, termasuk pembatasan kelahiran anak. Di sini mereka bisa beranak pinak dengan leluasa, dan memperoleh hak dan perlakuan istimewa dibandingkan dengan tenaga kerja asli Indonesia, misalnya tentang standar upah buat mereka yang sangat tidak sepadan dengan upah tenaga kerja pribumi. Jika demikian, pada saatnya mereka akan menjadi mayoritas di negeri ini.
Luhut Binsar Panjaitan berkali-kali memberikan narasi, bahwa kedatangan para TKA China yang banyak itu tidak masalah, karena menurutnya, tenaga kerja kita tidak punya keahlian untuk melakukannya. Sampai-sampai tenaga kerja untuk las sekalipun, harus didatangkan dari China. Benarkah demikian?
Berkenaan dengan warganegara dan TKA China yang membanjiri Indonesia, Koalisi Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi mengeluarkan pernyataan sikap demikian.
Bahwa fakta di lapangan TKA China merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia. Sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo hingga saat ini sudah puluhan ribu jumlah TKA China yang datang dan tersebar di beberapa tempat di Indonesia.
Mereka datang pada saat pemberlakuan PPKM darurat ketika pandemi Covid 19 sedang mengalami lonjakan signifikan. Mereka bebas berkeliaran menuju tempat proyek-proyek cuan yang melimpah dengan pengawalan ketat dari aparat, sementara warga pribumi dilarang bepergian ke tempat-tempat
tertentu, seperti pusat perbelanjaan, tempat wisata, bahkan tempat ibadah.
Eksistensi TKA China ini telah meresahkan sekaligus ancaman terhadap warga pribumi yang sedang mengalami himpitan ekonomi akibat PHK oleh perusahaan yang bangkrut.
Bahwa sangat ironis pada saat warga pribumi kelaparan, dan kesulitan mencari kerja, justru kebijakan Pemerintah berbanding terbalik. TKA China datang berbondong-bondong, diberi angin segar, dan perlakuan istimewa. Hal ini membuat sakit hati warga masyarakat pribumi. Pemerintah tidak berpihak kepada rakyat pribumi, membuat resah, dan menyakiti hati.
Dengan ini KAMI Lintas Provinsi mengambil sikap, sebagai berikut:
1. Pemerintah supaya segera memulangkan TKA China ke negeri asalnya (Tiongkok), karena berpotensi mengancam kedaulatan negara;
2. TKA China berpotensi mengacaukan dan mengintervensi Pemilu/Pilpres mendatang.
3. Pemerintah agar segera mencabut semua peraturan dan UU yang nyata-nyata merugikan rakyat, dan berpotensi mengancam eksistensi, serta kedaulatan negara.
Bangsa Indonesia niscaya berkenan belajar dari bangsa-bangsa lain yang telah mengalami penderitaan akibat intervensi China pada berbagai lini kehidupan.
Kesadaran adalah matahari; Kesabaran adalah bumi; Keberanian menjadi cakrawala; Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. (WS Rendra). (*)