Jenderal Dudung, dan Tausiah Tak Bersandar
Oleh Ady Amar *)
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan KSAD Jendral Dudung Abdurachman yang memberikan kuliah shubuh di sebuah masjid di Papua. Pikirnya menjadi jenderal saja bisa, mengapa cuma ceramah agama tidak bisa. Maka, ia berceramah memberi tausiah. Layaknya Ustadz dadakan.
Karena orang nomor satu di AD yang memberi tausiah, maka secepat kilat isi tausiah itu menyebar se-nusantara. Dan disikapi banyak pihak dengan berbagai penyikapan. Isi tausiahnya memang tidak biasa, bahkan dikesankan nyeleneh. Masa mengajak umat untuk tidak perlu mendalam dalam memahami agamanya (Islam).
Kanjeng Nabi Shalallahu Alaihi wa Salam bahkan meminta umatnya untuk beragama secara kaffah. Dan itu bisa dilakukan jika agama dipelajari secara sempurna. Itu mustahil bisa dilakukan jika tidak serius dalam memahami agama.
Tausiah yang disampaikan Jenderal Dudung itu entah bersandar pada ajaran siapa. Padahal beragama (Islam) itu punya tuntunan. Dan kesempurnaan tuntunan, itu yang sebagaimana diajarkan Nabi Shallahu Alaihi wa Salam. Tidak bisa beragama, atau apalagi mengajarkan agama dengan memakai sandaran logika.
Jika yang dipakai logika, maka agama bisa ditafsir sesukanya. Itu berbahaya, dan bisa masuk kategori fasik. Semua harusnya dikerjakan atau disampaikan para ahlinya. Tidak boleh merasa bisa semuanya, dan lalu nekat mencoba merasa diri mampu. Apalagi itu menyangkut pemahaman agama, dan itu luas. Agama tidak boleh dianggap kecil, dan lalu di buat mudah seenaknya.
Jika tausiah Jenderal Dudung itu disikapi nyinyir banyak pihak, itu juga hal yang wajar. Itu bentuk koreksi, agar tausiah yang tidak tepat tidak menjadi bola liar yang membuat umat khususnya kalangan militer, terkhusus AD menjadi bingung. Maka, respons yang muncul lebih pada berharap agar umat tidak mengamini tausiah tidak bersandar itu.
Ganti Profesi
"Iman taklid, ada iman ilmu, ada iman iyaan, ada iman haq ( haqqul yakin), dan iman hakikat. Oleh karena itu, banyak sebagian dari orang Islam sering terpengaruh katanya hadis ini, hadis itu, kata Nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya jangan terlalu dalam, jangan terlalu dalam mempelajari agama," ujar "Ustadz" Dudung, Minggu (5/12).
Sepotong tausiahnya, khususnya "jangan terlalu dalam mempelajari agama", menimbulkan geger di media. Jika tidak media mengangkatnya, maka narasi yang disampaikan itu hilang menguap begitu saja.
Media memang akrab acap mengangkat hal yang kontroversial, dan itu menjual. Meski berita yang disajikan itu kualitasnya nol dalam hal edukasi apalagi pencerahan pada pembacanya. Tidak penting. Berita makin kontoversial dan apalagi dari pejabat tinggi sipil atau militer, dipastikan akan makin menjual. Punya daya geger yang lebih dahsyat.
Maka Jenderal Dudung, tidak seperti jenderal-jenderal sebelumnya yang irit bicara, atau jika bicara hanya pada tupoksinya saja. Dan itu kurang menjual. Maka, ia memilih hadir terus dalam pusaran pemberitaan. Karenanya, ia akan memproduksi narasi-narasi tidak biasa.
Narasi "jangan terlalu dalam mempelajari agama", itu dipertanyakan Kyai Cholil Nafis, salah satu pengurus MUI Pusat, dalam cuitan di Twitternya. Ia perlu mempertanyakan maksud dari narasi, "Apa maksudnya jangan terlalu dalam mempelajari agama?"
"Saya menawarkan standardisasi da'i MUI kalau mau berganti profesi sebagai penceramah agama he hee," tawaran dengan kelakar mencubit dari Kyai Nafis.
Tambahnya, "Baiknya fokus pada tugas pokoknya aja, yaitu pertahanan negara dan menumpas perusuh dan pembangkang NKRI."
Tampaknya Jenderal Dudung Abdurachman ini akan terus menarasikan hal-hal yang tidak sepatutnya disampaikan, dan itu kontroverisal. Yang pasti akan mengundang komentar tidak selayaknya. Pilihannya pada "main-main" menarasikan agama yang tidak sepatutnya, itu masuk wilayah ngeri-ngeri sedap yang mampu mengikis keimanan. Soal yang beginian mestinya tidak jadi pilihannya. Risiko dunia akhirat, Jenderal. (*)
*) Kolumnis