Jenderal Gatot: TNI Tidak Diam, Tunggu Saat yang Tepat

Jakarta, FNN - Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) periode 2015-2017 Jenderal Gatot Nurmantyo menilai peran TNI saat ini sudah dikerdilkan oleh pemerintah. Bahkan TNI hanya dijadikan sebagai alat bagi rezim yang berkuasa saat ini.

“Kalau kita lihat sekarang ini kasihan, TNI seperti dimarjinalkan dikebiri atau seperti dikerdilkan, kemanunggalan TNI sama sekali tidak terlihat karena TNI sudah lumpuh,” kata Gatot saat orasi kebangsaannya yang bertajuk ‘Oke Ganti Baru’ di Function Hall Al-Jazeera, Polonia Jakarta Timur, Rabu (21/6/2023).

Turut serta dalam orasi itu antara lain Chusnul Mariyah, Ichsanuddin Noorsy, Nurhayati Assegaf, Ubedilah Badrun, dan Adhi Massardi.

Lebih lanjut, Gatot menjelaskan bahwa TNI saat sini seperti alat bagi rezim untuk mengintimidasi rakyat demi meraih kekuasaan demi ambisi oknum-oknum pejabat.

“Padahal, semestinya di manapun dan kapanpun TNI sejatinya harus tetap eksis dalam mengawal atau menolak berbagai bentuk penindasan dan kezaliman yang dilakukan siapapun juga oleh penguasa yang bersikap kesewenang-wenangan dan itu harus jadi prinsip TNI,” jelas dia.

Gatot menuturkan bahwa TNI sebagai tentara pejuang yang profesional tidak mengenal kompromi terhadap semua bentuk penindasan.

“Kalau berkaca pada sari tauladan Jenderal Sudirman maka semenstinya TNI harus konsisten dalam mengharamkan untuk jadi penjilat. Apalagi jadi antek-antek rezim yang banyak melakukan penindasan kezaliman pada rakyat,” ujar Gatot.

Namun demikian, Gatot meyakini bahwa TNI tidak akan larut dalam situasi yang tidak elok dan patut tersebut. Atas perlakuan yang dialami TNI dan melihat nasib rakyat, Gatot menilai bahwa TNI tidak akan tinggal diam. Mereka punya hitungan sendiri untuk bersikap. 

"TNI sekarang menghadapi simalakama. Mereka paham keadaan, tetapi apakah mereka akan selalu diam. Tidak. TNI juga punya rasa, hanya saja mereka dibatasi aturan. Merek tidak diam, akan tetapi sedang mengukur kapan waktu yang tepat tentukan sikap," tegasnya.

Untuk itu, Gatot berharap TNI mampu memberikan edukasi terhadap rakyat membangun hidup berbangsa dan bernegara yang benar sesuai sistem demokrasi yang ada.

“Pola edukasi TNI harus elegan, logis dan realistis sehingga diterima semua kalangan dan layak diadopsi semua akademisi di manapun berada. Karena itu peran TNI bukan hanya sebagai penjaga kedaulatan negara tapi lebih dari itu,” tandasnya.

Gatot menyayangkan situasi riuh politik yang makin tak terkontrol dengan banyaknya agitasi untuk berebut kekuasaan, seakan lepas dari norma Indonesia.

"Kita tiap hari menyaksikan sinetron keserakahan dan telah menjadi menu setiap hari. Ini bisa merusak bangsa ke depan. Apakah para agamawan nyaman hidup di negeri dengan kondisi seperti ini?," kata Gatot heran.

Elit politik kata Gatot setiap hari sibuk mengurus koalisi. Sementara mereka tidak berpikir kemiskinan dan kesulitan hidup rakyat yang makin meluas.

Untuk menutupi kelemahan rezim, para politisi melakukan provokasi politik yang berdampak pada  terpecah belahnya persatuan dan kesatuan.

"Apa yang kita saksikan saat ini, kata Gatot suatu saat akan menuai anak cucu kita. Barang siapa menanam kebaikan, mereka akan menuai kebaikan dan sebaliknya. Itu hukum kausalitas yang tak bisa diingkari," tegasnya.

Gatot menambahkan bahwa apa yang dipertontonkan politisi tidak ada yang berisi edukasi, akhirnya generasi milenial apatis. Padahal mereka perlu edukasi yang sehat, realistis dan logis. 

"Ini yang menyebabkan anak-anak muda yang merupakan bonus demografi, dimana ada  60 persen mereka tak mau memilih presiden," paparnya.

Demikian juga, kata Gatot anak-anak Indonesia yang ada di luar negeri, tidak mau kembali ke Indonesia karena mereka ragu di Indonesia. Mereka bertanya, apakah kalau saya balik, kehidupan saya akan lebih baik di Indonesia?

Kengerian lain menurut Gatot adalah jika rezim memaksakan calon presiden hanya dua pasang.

"Kalau calon hanya Menhan dan Gubernur Jateng, maka tak ada saluran untuk oposisi. Kalau oposisi tidak terwakili maka akan sangat berbahaya," katanya mengingatkan.

Sejak dulu, kata Gatot slogan "dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat telah menjadi pegangan masyarakat Indonesia.

"Itulah TNI. Kemanunggalan TNI dan rakyat harus tetap diwujudkan saat ini, demi prinsip demokrasi yang sudah dikriminalisasi oleh ambisi yang tak bertanggung jawab," tegasnya.

Saat ini, lanjut Gatot ancaman perpecahan  sangat serius. Apa yang menjadi aspirasi rakyat adalah aspirasi TNI.

"TNI harus berada di garda terdepan membela rakyat. Hak- hak rakyat dan melibas setiap penindasan. Tak ada kompromi terhadap pelaku kezaliman," paparnya.

Ironisnya, kata Gatot ada tokoh agama yang justru mendukung kezaliman. Padahal TNI, rakyat, dan agamawan harus bersatu dalam melawan penindasan dan kezaliman.

"Kalau dulu tidak ada rakyat, pertanyaan saya apakah negara ini ada?," pungkasnya. (sws).

850

Related Post