Jika Amerika Serang Cina, Maka Jokowi Runtuh Sebelum 2024
Jakarta, FNN - Perang antara Cina dan Amerika bisa menjadi blessing bagi pemerintah, karena ada alasan baru, bahwa eskalasi di Taiwan dan Cina itu berdampak pada naiknya harga komoditi. Dengan begitu pemerintah Indonesia bisa beralasan bahwa APBN tertekan akibat konflik antara Cina dan Amerika di Taiwan.
Menyikapi hal itu, pengamat politik Rocky Gerung menegaskan pemerintah bisa punya alasan perpanjangan masa jabatan presiden atau tunda Pemilu.
“Ya dan karena itu Presiden harus diperpanjang ke masa jabatan tiga tahun lagi menunggu penyelesaian potensi krisis ini. Jadi, banyak faktor yang belum bisa ditentukan akibatnya. Itu yang disebut kalkulasi,” papar Rocky kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 25 Mei 2022.
Rocky menegaskan bahwa sebagian analis menganggap bahwa kalau terjadi Cina diserang oleh Amerika, karena ingin merebut Taiwan, maka dampak ekonomi tadi, akan meruntuhkan kepemimpinan Presiden Jokowi sebelum 2024.
“Jadi di atas meja, di atas papan catur politik di Indo-Pasifik, tentu Indonesia ada di dalam keadaan yang tidak menentu. Kenapa? Karena Indonesia tidak punya profil militer untuk mengatasi atau bahkan mencarikan jalan tengah terhadap ketegangan Cina dan Amerika Serikat. Sudah tidak punya profil militer, profil diplomasi luar negeri pun sangat diragukan oleh negara-negara tetangga,”tegasnya.
Menurut Rocky, Indonesia sebetulnya besar, akan tetapi dikucilkan dalam diplomasi internasional karena tidak punya narasi.
“Jadi problemnya adalah Indonesia dianggap gagu di dalam membaca politik dunia. Dan kegaguan itu memang melekat pada kelemahan Presiden Jokowi di dalam profil internasional selama dia memerintah,” paparnya.
Menurut Rocky, Amerika sudah menghitung bahwa penyelesaian perang itu tidak bisa lagi dihindari . Dan kalkulasi Amerika tentu melihat bahwa Indo-Pasifik itu harus betul-betul bersih dari kemampuan atau potensi dikuasai secara oleh Cina.
“Ini kan cuma soal pertandingan teknologi militer. Jadi kalau Cina bilang kita punya 1,4 miliar, perang sekarang itu bukan jumlah orang, tapi keahlian teknologi militer dan dukungan ekonomi," kata Hersu.
Menurut Rocky, ancaman Cina itu justru membuat Amerika merasa bahwa kalau urusan dengan orang, hal itu sebentar saja diselesaikan.
“Tetapi kalau Cina ekonominya nggak bisa pulih dalam satu semester ini, tentu itu momentum bagi Amerika untuk naikkan ancaman. Dan kita tahu memang Amerika mengakui bahwa Beijing itu menguasai Taiwan,” tegasnya.
Sebelum pengakuan itu, kata Rocky, puluhan tahun lalu ada semacam pakta antara Amerika dan Taiwan, semacam undang-undang yang dikeluarkan oleh Amerika bahwa Taiwan kalau diserang secara militer, Amerika atas dasar prinsip perlindungan hak asasi manusia, berhak untuk membela Taiwan. Amerika punya tradisi itu.
Jadi Amerika sendiri yang merumuskan apa yang bisa dia lakukan kalau Taiwan diserang dan diambil paksa oleh Cina. Walaupun Cina menganggap bahwa itu wilayah kedaulatan mereka, tapi Amerika selalu di dalam negeri punya semacam undang-undang untuk melindungi kawasan yang walaupun bukan kekuasaan dia tapi atas prinsip kebebasan ia berhak untuk intervensi.
Hal itu, kata Rocky juga dilakukan di Timur Tengah dan segala macam. “Jadi poin itu yang saya kira akan menarik dan Indonesia akan kecipratan minyak panas perang antara Cina dan Amerika terhadap problem Taiwan,” pungkasnya. (ida, sws)