Jika Tidak Diintervensi Bank Indonesia Rupiah Sudah 16.000

Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Anthony Budiawan (memegang mik), Aktivis HAM, Natalius Pigai dan Aktivis 98, Ubedillah Badrun dalam diskusi yang diselenggarakan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), di Jakarta, Jum\'at, 21 Oktober 2022. (Foto: M.Anwar Ibrahim/FNN).

Jakarta, FNN - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot. Jum'at, 21 Oktober 2022,  rupiah semakin keok, berada pada posisi Rp 15.602 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan akhir pekan dengan pelemahan sebesar 0,39 persen atau 60 poin ke Rp 15.631 per dolar AS. Sampai pukul 15.48 WIB, indeks dolar AS terpantau menguat 0,31 persen atau naik 0,347 poin ke 113,16.

Menanggapi  pelemahan itu, Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Anthony Budiawan mengatakan, kemerosotan nilai tukar rupiah  sangat merugikan dan memberatkan rakyat. Mereka akan terdampak, karena  berbagai barang kebutuhan harganya naik.

Anthony memperkirakan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan berlanjut. Apalagi, Bank Sentral AS,  Federal Reserve atau The Fed diperkirakan kembali menaikkan tingkat suku bunga lagi pada awal November 2022 mendatang. 

Menurut Anthony, upaya menahan keterpurukan rupiah terhadap dolar AS yang dilakukan Bank Indonesia, baik lewat intervensi pasar maupun menaikkan suku bunga acuan,  tidak akan membuahkan hasil yang signifikan. Hanya saja, jika tidak ada intervensi pasar yang dilakukan bank sentral tersebut,  diperkirakan nilai tukar rupiah akan cepat meluncur ke angka 16.000 per dolar AS.

Jika rupiah terus nelemah, jelas berdampak pada kenakan hsrga-harga. Hal tersebut, kata Anthony, akan menyebabkan inflasi naik. "Harga pangan dan bahan bakar minyak (BBM) akan naik," ucapnya dalam "Diskusi Publik Bidang Hukum, Politik dan Hak Azasi Manusia, Indonesia Dalam Belantara Benturan Kepentingan," di kantor Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam indonesia (PMII), Jumat, 21 Oktober 2021.

Sebagaimana diketahui, beberapa komoditi pangan Indonesia sangat tergantung impor. Antara lain, kacang kedelai, gandum dan jagung. Sedangkan BBM, Indonesia termasuk negara pengimpor (sekitar 70 persen dari kebutuhan diimpor). 

Selain Anrhony, ikut sebagai pembicara Aktivis HAM, Natalius Pigai dan Aktivis 98, Ubedillah Badrun. (Anw).

490

Related Post