Jin Buang Anak, Anak Jin Lari Sembunyi di Istana
Belakangan ini ruang perdebatan publik dipenuhi hal-hal yang bersifat astral. Tak tanggung-tanggung, sosok Jin dimunculkan menjadi salah satu "panelis politik" di seputar polemik dan kontoversi UU IKN. Meski keyakinan klenik dianggap sering melingkupi sisi gelap di balik jabatan presiden atau kekuasaan dan jabatan tertentu lainnya. Namun kehadiran Jin kali ini yang melibatkan anaknya dalam diskursus politik kontemporer saat ini, begitu nyata penuh emosional dan beraroma horor.
Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari
BISA jadi sosok presiden yang kadung jauh dari intelektual, alergi konten akademis berbasis riset dan kajian. Menyebabkan kebijakannya sering serampangan, ugal-ugalan dan langka akal sehat. Memang dipenuhi dan sangat mengandalkan sesuatu yang metafisik. Sulit dicerna logika dan rasionalitas. Wajar saja mahluk halus gemar mendatangi. Tak heran, jikalau setan, iblis dan jin selalu mengerubuti istana.
Akibatnya, produk politik dan ekonomi yang dibangga-banggakan presiden dan pengikutnya, terasa gaib dan mengawang-awang. Kerja-kerja yang digembar-gemborkan tidak terasa, seperti mimpi atau dalam alam batin. Mungkin bagi pemerintah, hal demikian dianggap kinerja, tapi bagi rakyat tak kelihatan kasat mata saking halusnya. Kenyataan kosong itu dianggap janji palsu atau kebohongan publik, karena tak berwujud.
Konsolidasi Jin
Karena tidak bisa dipaksa hadir dan tampil telanjang dalam realitas politik dunia nyata. Jin menyadari juga, bahwasanya telah larut dan terseret-seret dalam dinamika kemanusiaan khususnya aspek politik. Berbekal spiritualitas manusia yang mengimani hal yang gaib. Jin berusaha masuk melalui celah itu. Jin menemukan panggung politik dalam kasus KKN anak presiden. Jin seperti merepresentasikan gelapnya kasus-kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di seputar lingkungan istana.
Jin ternyata juga mampu berbagi peran. Membangun komunikasi dan koordinasi baik sesama Jin maupun dengan manusia, terlebih dengan orang dekat presiden. Sebagian menggelayuti masalah-masalah kecil, sebagian juga menghantui masalah-masalah besar. Sama seperti manusia, yang menganggap korupsi sebagai extra ordinary crime. Jin melakukan konsolidasi sekaligus konspirasi bahkan dengan orang-orang di lingkaran istana yang diterpa kejahatan luar biasa lainnya.
Jin menjadi tim asistensi dalam pelbagai kasus kejahatan-kejahatan yang beraroma keterlibatan presiden dan lingkungan istana.
Mulai dari kasus KM 50, teror pada umat agama, jebakan utang, bisnis PCR, omnibus law, hingga UU IKN. Jin selalu eksis menyembunyikan bau amis dan angkernya penyimpangan penyelenggaraan negara. Jin berusaha kreatif dan inovatif memengaruhi istana. Mengatur dan mengelola keputusan politik presiden. Tak segan-segan provokasinya mendorong pihak istana membuat pengalihan isu, pertumpahan darah dan tragedi kemanusiaan. Jin yang tak terlihat dan berada di belakang layar ini, biasa disebut oligarki di dunia manusia.
Begitu krusial distorsi kebijakan negara yang sudah menyeluruh pada pusaran Istana. Presiden dan jajarannya mulai dari menteri, politisi hingga ke level buzzer terlibat berkolaborasi dengan jin. Sampai-sampai presiden harus membentuk pansus Jin, guna memastikan pengawalan dan pengamanan bau busuk istana, tidak menyebar kemana-mana. Begitupun Jin, harus membagi tugas pasukannya.Termasuk keluarga Jin dalam membantu keluarga istana.
Demi politik istana, Jin rela membuang anaknya, untuk lari sembunyi ke istana. Khususnya melindungi masalah KKN anak presiden. Anak Jin tak kecewa apalagi sampai putus asa, justru merasa tertantang. Demi mengemban tugas yang maha penting dan agung itu. Betapapun Jin buang anak, anak Jin tak kehilangan daya dan kepercayaan diri yang tinggi untuk lari sembunyi di istana. Belajar juga taktis dan strategis pada manusia. Jin dengan presiden, anak jin dengan anak presiden.
Seperti "equal before the law", manusia yang kerasukan jin dan Jin yang terobsesi pada manusia. Simbiosis mutualisme manusia dan Jin. Karena istana adalah tempat terbaik untuk berlindung bagi pelaku kejahatan kemanusiaan. Maka, "Jin Buang Anak, Anak Jin Lari sembunyi Di Istana". (*)