Jokowi Buka Ekspor CPO, Rocky Gerung: Nyogok Petani Sawit Biar Gak Demo
Jakarta, FNN - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali membuka ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO dan minyak goreng mula Senin, 23 Mei 2022.
Keputusan Jokowi itu diambil dengan memperhatikan kondisi pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan jutaan tenaga kerja dan petani di sektor sawit.
Menurut Rocky Gerung, kebijakan Jokowi tersebut masih harus dikonfirmasi di lapangan, apakah harga minyak goreng sudah turun atau belum.
Pasalnya, kata Rocky Gerung, di pasaran harga minyak goreng masih tinggi bahkan jauh dari harga eceran tertinggi (HET). Sementara berdasarkan pantauan FNN harga minyak goreng belum berubah sama sekali, yakni Rp 25 ribu per liter.
"Ya, ini berita yang sebetulnya musti kita konfirmasi di lapangan karena tetap di beberapa tempat itu, bukan di satu dua tempat, tetap tinggi, bahkan belum bisa mendekati harga eceran minyak curah itu. Tetapi, yang lebih musti kita baca sebetulnya, istana kembali mau menyogok supaya petani enggak demo karena rencana besok petani sawit dan buruh mau demo dan memang itu memang hak mereka," katanya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jum'at, 20 Mei 2022.
Lebih jauh Rocky Gerung melihat dibukanya kembali ekspor CPO dan minyak goreng oleh Jokowi merupakan kebijakan politis.
"Jadi kalau dikatakan itu dihitung secara ekonomis, bukan, ini dihitung secara politis," tambahnya.
Rocky mengatakan, para petani sawit sudah terlanjur dirugikan selama sebulan.
Karenanya, apabila Jokowi tiba-tiba mengumumkan membuka kembali ekspor CPO dan minyak goreng menjelang demo, maka publik akan menganggap keputusan tersebut sebagai tukar tambah politik.
"Padahal sebetulnya sudah terjadi kerugian pada petani sawit. Tapi sudah, itu semacam keterangan bahwa itu polanya. Kita lihat saja besok apa betul yang diterangkan Presiden akan diikuti oleh mekanisme pasar," kata Rocky.
Meski demikian, Rocky menyebut Jokowi dinilai tidak serius dalam menangani kasus minyak goreng dari segi kebijakan ekonomi makro.
Rocky melihat, apa yang dilakukan Jokowi adalah upaya untuk memperoleh legitimasi di mata masyarakat yang semakin turun.
"Jadi memang kelihatannya, ekspresi Pak Jokowi musti datang sendiri untuk menyatakan sudah dicabut ekspornya, sehingga petani merasa oke kalau gitu harga akan naik, pembelian dari petani akan kembali pulih," paparnya.
Namun Rocky mengingatkan jangan lupa tetap orang mencatat bahwa presiden tidak secara serius sebetulnya menangani soal harga ini dari segi kebijakan ekonomi makro.
"Yang dia lakukan adalah upaya untuk memperoleh legitimasi sebagai pemimpin yang mampu untuk melawan eksport lalu membuka kembali. Yaitu kalkulasi ekonomi nggak masuk di situ," tegasnya.
Hal ini yang menurut Ricky menilai bahwa dari dulu Jokowi ingin bicara hal yang visioner, sesuatu yang bisa memberi harapan.
"Tetapi kalau dicicil, buka tutup buka tutup, nanti orang anggap yang besok ada problem lagi dalam komoditas yang lain. Kan kepala negara itu, dia kasih politics of hope, dia kasih reference, supaya kita bisa bikin kalkulasi dan juga sinyal bagi pebisnis supaya enggak ada semacam keraguan bahwa Indonesia ada kepastian bahwa bangsa ini bisa bertumbuh melalui kalkulasi rasional. Itu yang kita tidak peroleh," tegasnya.
Bagian ini yang orang anggap bahwa presiden memang butuh headline belaka.
Menurut Rocky, itu kerjaan instana yang membaca lebih awal sehingga sebelum dinyatakan turun harga, legitimasi presiden sudah naik duluan.
"Ini semua persepsi yang berupaya diselamatkan karena orang sudah anggap bahwa sudahlah, mending cepat-cepat pemilulah, supaya kerjaan surveyor ini selesai juga," pungkasnya. (Ida, sws)