Jokowi Dalam Keadaan To Be or Not to Be sehingga Ambisinya Unstoppable
Jakarta, FNN – Berbicara tentang kecurangan-kecurangan Pemilu yang semakin nyata, kalau kita berharap agar Jokowi berhenti menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan Pilpres atas nama himbauan etik, sepertinya sudah tidak mungkin. Demikian juga kalau kita berharap pada lembaga-lembaga penyelenggara Pemilu, sepertinya kita hanya berharap pada yang tidak mungkin. Oleh karena itu, kita harus melakukan aksi nyata.
Jika di awal reformasi kita pernah membentuk KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu), kini bisa ulang lagi hal tersebut, untuk memberitahu bahwa kita tahu Anda curang.
“Jadi, sekarang mata kamera dari smartphone bisa menimbulkan cerita narasi bahwa ada kecurangan. Oleh karena itu, mari kita himbau untuk perbanyak memotret kecurangan supaya ada gerakan sosial untuk menghentikan cawe-cawe Jokowi. Kita mesti sebutkan itu karena kalau ditanya siapa yang curang ya pasti Jokowi, karena Jokowi berpotensi mengendalikan kekuasaan,” kata Rocky Gerung di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Rabu (3/1).
Bukan kita menuduh, lanjut Rocky, tapi dengan logika sederhana keinginan Jokowi untuk menjadikan Gibran penerusnya, akan berefek pada semua perencanaan dikendalikan oleh Jokowi, termasuk perencanaan kecurangan.
Sejak awal, ketika Jokowi mengizinkan para pembantunya berlaga dalam pilpres 2024 dengan tidak harus mengundurkan diri, misalnya, kita sudah tahu bahwa ada desain yang lebih besar. Dengan cara itu, Jokowi sendiri juga tidak perlu mengambil jarak dan tidak perlu mengambil cuti karena dia bukan kandidat atau yang lain. Tetapi, kita tahu bahwa posisi Jokowi sebagai presiden yang anaknya ikut kontestasi langsung, satu hal yang tidak mungkin kalau dia tidak memanfaatkan posisinya. Apalagi sejak awal dia sudah menyatakan akan ikut cawe-cawe.
“Kesempatan ini harus kita terangkan pada publik bahwa Jokowi ada dalam keadaan to be or not to be, dia ada atau lenyap sama sekali. Tentu dia tidak ingin lenyap. Oleh karena itu, semua perencanaan, termasuk di dalamnya taktik strategis, dia atur sendiri dan dia kendalikan,” ujar Rocky.
Menurut Rocky, makin lama orang juga makin melihat bahwa ambisi Jokowi memang unstoppable. Tetapi, kita bisa menghentikannya dengan mengorganisir masyarakat sipil karena kalau kita hanya meminta pengawasan dari lembaga-lembaga formal, jawabannya hanya formal juga.
Ini keadaan di mana orang tidak peduli lagi dengan aturan yang dibuat secara internal oleh Jokowi. Dan geng dia, termasuk KPU, membuat aturan sendiri.
Sebetulnya, sejauh ini tekanan publik cukup berhasil, tetapi belum terkonsolidasi. Tetapi, masih ada waktu kurang lebih 42 hari lagi sehingga kita masih bisa berharap ada kejutan-kejutan mendekati hari H. _Percepatan pembusukan politik pun makin lama makin terlihat karena Jokowi makin sering blusukan ke daerah-daerah. Ini artinya, dia tidak percaya lagi institusi-institusi yang harus dia percaya. Dia mesti lihat sendiri. Akibatnya, dia menjadi institusi sendiri, yaitu Jokowi menjadi penyelenggara Pemilu untuk kepentingan dia sendiri.(ida)