Jokowi Dicuekin di Luar Negeri, Rocky: Kemenlu Kok Jadi Dungu?

Jakarta, FNN – Tragedi didiamkannya Presiden Joko Widodo oleh pejabat Amerika Serikat saat mendarat di Pangkalan Militer Andrews, Washington DC, Amerika Serikat pada Selasa 10 Mei 2022, terus bergulir. Meskipun Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) getol melakukan klarifikasi, namun tetap saja masyarakat merasa miris karena harga diri bangsa terwakili saat kepala negaranya berada di luar negeri. Kemenlu berkilah momen itu pertemuan mutilatrral sehingga tidak perlu penyambutan. Namun jika dibalik logikanya, berani gak nanti November 2022 saat acara G20 di Bali, Joe Biden tidak disambut pejabat Indonesia?

Menanggapi kisah “Jokowi dicuekin di luar negeri” pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak mampu mempertahankan kredibilitas Indonesia di dunia internasional.

“Di zaman Presiden Soeharto, itu Indonesia, profil politik luar negerinya kuat sekali, apalagi zaman Bung Karno. Demikian juga zaman SBY yang dalam setiap kesempatan kehadiran SBY ditunggu karena Indonesia punya call yang tinggi, terutama dalam soal OKI, organisasi negara-negara Islam waktu itu,  soal OPEC segala macam. Jadi, dalam fora internasional, hanya pada periode Pak Jokowi, kita gagal untuk mempertahankan kredibilitas kita,” paparnya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 13 Mei 2022.

Rocky menyayangkan sikap Kemenlu yang defensif dengan mencari-cari alasan yang ujungnya tetap saja salah.

“Tentu saja Menlu akan memakai segala macam alasan, tapi itu artinya Amerika Serikat tidak menganggap bahwa Indonesia itu adalah faktor di dalam Indo-Pasifik, karena dianggap ya sudah, nanti juga dia ngikut.  Kan itu yang musti diterangkan,” tegasnya.

Apalagi nanti, kata Rocky Pak Jokowi mau bertemu dengan Ellon Musk. Namun kelihatannya Ellon Musk tidak ingin ketemu. “Mungkin Ellon Musk akan bilang, Lu kalau mau ketemu gue datang ke kantor guelah. Kira-kira begitu. Itu yang membuat kita miris ngapain sih Pak Jokowi berupaya untuk menemui Ellon Musk,” paparnya.

Ngototnya Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan yang  terlihat radikal mengatur Jokowi bertemu Ellon Musk juga menjadi pertanyaan sendiri buat Rocky.

“Apakah Ellon Musk ini sesuatu yang betul dewa di dalam investasi ruang angkasa atau high technology? Kan masih banyak problem dengan perusahaannya, pasti yang belum bisa dikenali potensinya. Kalau misalnya cuma soal nikel segala macam, kan banyak investor di luar Ellon Musk yang justru industri baterai lithiumnya sudah jalan. Baterai listrik Korea Selatan justru lebih prospektif sebetulnya buat Indonesia. Jadi ini yang memalukan sebetulnya,” tegasnya.

Jokowi, kata Rocky bertemu Ellon Musk atau tidak, dua-duanya tidak  ada yang perlu dibanggakan. Pertama, Ellon Musk belum jelas potensinya, kedua harga diri kepala negara jatuh ketika di luar negeri harus menemui seorang pengusaha.

“Kalau nanti ternyata Pak Jokowilah yang berkunjung ke Ellon Musk, itu betul-betul tamparan terhadap diplomasi kita,” katanya.

Apapun, kata Rocky, tragedi ini yang bertanggung jawab adalah panitia,  yang dalam hal ini adalah menteri luar negeri.

“Jadi jangan Menteri Luar Negeri cuma dilakukan. Di mana-mana, Presiden Republik Indonesia yang mayoritas muslim itu sudah satu faktor. Kedua, kedudukan strategis di Indo-Pasifik itu faktor baru lagi.  Tidak mungkin Biden itu tidak akan menyambut kalau dia tidak menganggap lagi Indonesia,” paparnya.

Rocky menganggap tragedi ini merupakan kesalahan Kementerian Luar Negeri yang lemah yang membuat Indonesia kehilangan kredibilitas.

“Jadi sekali lagi, ini Departemen Luar Negeri jadi dungu juga dalam mem-backup. Iya, karena dia mau menjelaskan sesuatu seolah-olah kalau bilateral, ya memang bilateral, tetapi problem kita kan bukan begitu,” tegasnya.

Sekali lagi, kata Rocky, itu soal kapasitas seorang presiden Republik Indonesia di mata Amerika Serikat.  

“Dan itu yang kita tahu dari awal bahwa Amerika Serikat selalu melihat Indonesia sebagai rekan strategisnya. Bahkan, Indonesia ada dalam Kawasan SEATO (Southeast Asia Treaty Organization-red) dulu. Sekarang kehilangan profil internasionalnya,” pungkasnya. (ida, sws) 

824

Related Post