Jokowi Tetap Limbung

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih 

MENTERI Luar Negeri RI Retno Marsudi dengan berbangga diri  membeberkan hasil pertemuan bilateral yang dilakukan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Washington DC, Senin (13/11/2023). Dok BPMI Setpres RI

Ada enam poin hasil pertemuan kedua presiden yang mencapai kerja sama untuk kedua negara. 

"Pertama, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk meningkatkan status hubungan bilateral dari strategic partnership menjadi Comprehensive Strategic Partnership [CSP].

Harapan  CSP Indonesia-AS akan menjadi "pondasi kuat untuk penguatan kerjasama bilateral, terutama di bidang ekonomi"

Kedua, dia mengatakan bahwa secara prinsip, disepakati pentingnya penguatan kerja sama mineral kritis. . "Untuk itu akan dibentuk rencana kerja [work plan] menuju pembentukan Critical Mineral Agreement (CMA)," ujarnya.

Harapan dapat menjadi pemasok kebutuhan baterei EV di AS, secara berkesinambungan, untuk jangka panjang.

Ketiga, kesepakatan pentingnya segera diimplementasikan Just Energy Transition Partnership atau Just Energy Transition (JETP).

Harapan AS dapat mendukung upaya mempercepat transisi energi Indonesia, termasuk program pensiun dini PLTU & pengembangan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan Indonesia.

"Keempat, Indonesia telah terpilih sebagai salah satu mitra International Technology Security and Innovation Fund dari Amerika Serikat. Berharap akan membuka jalan bagi penguatan rantai pasok semi konduktor.

Kelima, meningkatkan perdagangan, presiden mengingatkan pentingnya perpanjangan Generalized System of Preferences (GSP) untuk Indonesia.

Keenam,  AS menyampaikan komitmen memberikan dukungan terhadap aplikasi Indonesia untuk menjadi anggota The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). 

Selain itu, konon Biden memastikan komitmen untuk memberikan tambahan dana sebesar US$172 juta dalam bentuk program baru di berbagai sektor, termasuk sektor iklim dan transisi energi bersih, pertumbuhan ekonomi, dan kesehatan.

Semua rakyat Indonesia pasti mengharapkan apapun bentuk perjanjian dengan negara manapun membawa kebaikan dan keuntungan ekonomi bagi Indonesia.

Dari pengamatan dan analisa Prof. Sofyan Efendi ( UGM ) Jogjakarta bahwa Bilateral Agreement USA-Indonesia yg baru di tanda tangani Presiden Biden dan Presiden Jokowi  minggu lalu (13 November 2023), bukannya menguntungkan Indonesia, malahan akan melemahkan kemandirian dan kepentingan nasional kita. 

Kegelisahan yang sama dirasakan oleh ahli ekonomi Prof Ihsanudin Nursi mengatakan : "Sejak Soeharto berkuasa, ekonom yang tergabung dalam organisasi tanpa bentuk yang bernama "Berkeley Mafia" memegang kendali ekonomi Indonesia sampai sekarang.

Keadaan tambah parah di era Presiden Jokowi, yang sangat lemah dalam strategi ekonomi global selain penurut atas kemauan mereka apapun yang mereka kehendaki dalan bentuk perjanjian apapun sekalipun akan merugikan Indonesia.

Ichsanuddin Noorsy lebih lanjut mengatakan bahwa Bilateral Agreement USA-Indonesia yg baru   memiliki kelemahan yang fatal : 

"Posisi yang tidak setara, bahan mentah dari Indonesia, mereka jadikan bahan bernilai tambah. Indonesia mengimpor modal dan teknologi, ketergantungan Indonesia kepada AS. Terjadinya komersialisasi hajat hidup orang banyak dan ekonomi berbasis IT khususnya dan ekonomis umumnya terjajah"

Presiden Jokowi gagal total menciptakan program ekonomi mandirinya yang selama ini terus di kumandangkan hanya isapan jempol belaka.

Hidup negara itu hanya menggantungkan pada hutang dan memoles program investasi yang berujung pada menjual lelang semua sumberdaya alam menjadi jarahan negara asing.

Presiden Jokowi tetap limbung mengatasi ekonomi negara dan kesejahteraan rakyatnya, dengan tetap menebar info keberhasilan semu dengan tipe bawaannya hanya melakukan pencitraan diri yang sudah kedaluarsa. ****

569

Related Post