Kadernya Eksodus Dukung Anies, PSI Dicap sebagai Partai yang Diatur oleh Cuan sehingga Mudah Pindah Tuan
Jakarta, FNN - Sampai saat ini tercatat sudah 2 kader potensial Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menyatakan dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk maju sebagai calon presiden (capres) pada 2024 mendatang. Keduanya adalah Sunny Tanuwidjaja dan Surya Tjandra.
Sunny adalah mantan staf pribadi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tahun 2016. Sedangkan Surya adalah Mantan Wakil Menteri (Wamen) Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Ia menilai Anies cocok menjadi Presiden berdasarkan pengalamannya selama ini.
Jauh sebelumnya Ketua DPP PSI Tsamara Amany telah mengundurkan diri dari pengurus dan kader PSI. Dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Tsamara Amany mengumumkan secara terbuka keputusannya mundur sebagai pengurus dan kader PSI per Senin (18/4/2022).
PSI gagal untuk menetapkan dari awal posisi politiknya sehingga terombang-ambing sehingga oportunisme dan pragmatisme bekerja. Jebakan material membuat partai itu akhirnya keropos jadi partai yang koruptis juga secara moral. Dia partai yang diatur oleh cuan, begitu cuan habis pindah tuan. Simak perbincangan pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Officials, Jumat, 29 Juli 2022, di Jakarta. Petikannya:
Halo Bung Rocky, apa kabar?
Iya, selalu menggembirakan. Bertemu dengan isu-isu yang menyengsarakan.
Saya lagi baca lalu mikir-mikir soal masa depan PSI, karena para petingginya satu persatu mulai menyatakan mendukung Anies Baswedan. Kalau partai lain yang ngomong sih tidak terlalu kaget. Tapi kalau PSI menurut saya mengagetkan. Karena secara DNA-nya, kelihatannya PSI memang dibentuk untuk mencari-cari kesalahan dari Anies Baswedan, tapi sekarang ternyata ada seorang petinggi lagi yang baru saja pensiun jadi wakil menteri, Wakil Menteri ATR, tiba-tiba menyatakan bahwa dia akan memilih Anies Bsawedan. Ini kan mengikuti jejak sebelumnya dari Sekretaris Dewan Pembina PSI, Sunny Tanuwidjaya.
Jadi, PSI memang dibentuk untuk cari-cari kesalahan Anies, tapi masalahnya bukan dibentuk untuk apa, tapi siapa yang membentuk. Itu arti masalahnya. Jadi, kemarin dia dibentuk untuk disuruh membenci, sekarang dia dibentuk untuk disuruh mendekat. Jadi, begitulah partai kalau di belakangnya ada pemodal. Ia merasa bahwa Anies potensial. Oleh karena itu, investasilah ke Anies. Dan hal yang mendebarkan adalah PSI kehilangan pemodal sehingga pada akhirnya sangat mungkin ada pemodal baru untuk memanfaatkan PSI. Jadi, partai yang sebetulnya dulu saya banggakan betul, saya ikut mensponsori pendiriannya karena anak bagus sebetulnya, ternyata ya sampai di situ saja. Jadi fungsinya memang cuma untuk garuk-garuk jidat sendirilah. Siapa yang berminat oke masuk di situ.
Jadi bahayanya kalau sebuah partai yang disebut partai kader, gagal untuk menetapkan dari awal posisi politiknya sehingga terombang-ambing. Dan dalam ombang-ambing begitu ya pragmatisme dan opotunisme yang bekerja. Tentu Anies juga merasa kaget kenapa pindah ke situ. Tapi nggak ada soal kalau betul-betul memang fungsi dari partai itu cuma buat mengambang, nggak pernah punya jangkar. Ya sudah, terima saja kan?
Sewaktu-waktu mungkin dalam kepemimpinan Anies terus mereka ramai-ramai mendaftar jadi relawan, terus ramai-ramai keluar lagi itu, karena perintah dari bos besar atau senior mereka. Ini akibatnya kalau partai itu sekadar didirikan untuk meramaikan Pemilu, bukan karena ingin memperbaiki demokrasi. Kan itu maksudnya. Ini soal yang penting sekali. Sebuah partai anak muda yang bahkan untuk catwalking saja sudah nggak mampu sehingga mau nempel saja pada seseorang yang punya potensi untuk menuntun mereka. Jadi, itu kira-kira semacam kelucuan politik. Tapi oke, dalam politik emang ada yang lucu ada yang dungu.
Oke. Jadi Anda melihat ini bukan persoalan akal sehat tapi tadi ya. Tapi kok sederhana sekali Anda melihat persoalan ini?
Iya, bahkan lebih sederhana. Itu partai cuan doang kan. Dia partai yang diatur oleh cuan. Begitu cuan habis pindah tuan. Jadi begitu cuan habis, cari tuan. Kan itu soalnya tuh. Dan itu yang diperlihatkan sebetulnya oleh kapasitas teman-teman ini. Beberapa orang yang sebetulnya merasa lebih baik, keluar daripada malu nantinya. Kan itu yang diperlihatkan oleh partai itu sendiri. Ya sudahlah, kita mau ngapain? Satu periode di mana anak muda akhirnya jadi oportunis. Itu pasalnya. Kita lihat saja berapa orang lagi akan pindah, lalu partai itu akhirnya memilih untuk ganti nama saja jadi PSSI saja. Karena bisa dipakai buat taruhan.
Jadi, Anda menduga soal Surya Chandra mundur dari PSI ini soal waktu saja ya. Sama seperti Sunny. Sunny lama nonaktif, baru tahun kemudian terus muncul kabar bahwa dia sebenarnya sudah sudah keluar dari PSI dan dia kemudian akan mendukung Anies Baswedan. Sementara, kalau Surya Chandra juga belum ngomong mundur dari PSI, tapi dia bilang dia akan mendukung Anies karena dia sudah melihat kinerjanya. Dari interaksi dia sebagai Wamen ATR, dari agraria dan tata ruang dia melihat kerja Anies sebagai Kepala Daerah itu oke?
Iya, boleh begitu. Tapi, analisis politik selalu kita tempatkan dalam dua arah. Ada pullfactor ada pushfactor. Tentu saja lebih kuat pusfactornya. Jadi, sebetulnya keluar dari itu yang harus kita tanya, kenapa keluar dari? Kalau masuk ke Anies itu masuk akal, semua orang ingin masuk ke, di-pull oleh integritas Anies. Tapi kita mesti tahu kenapa dia keluar ya? Di-push oleh siapa? Apa faktor yang membuat dia keluar dari situ. Atau mungkin memang disuruh keluar. Lalu pindah untuk ngintip dan macem-macemlah. Tapi, fakta-fakta ini memperlihatkan bagaimana yang disebut kader itu sebenarnya nggak punya jangkar pada rakyat.
Kan perintah politik bisa berubah-ubah sesuai dengan naik turunnya harga sawit, misalnya. Jadi soal-soal semacam ini yang membuat sejarah politik Indonesia justru di ujung reformasi seperti sekarang itu, diombang-ambingkan oleh kapital. Kan itu buruknya politik yang sekadar numpang pada kapital. Kalau harga sawit jatuh, ya itu artinya dana-dana politik habis. Kalau harga sawit lagi naik memungkinkan orang berpolitik lagi. Jadi itulah nasib PSI, sejajar dengan harga sawit.
Tapi saya lihat kalau dilihat background-nya, Surya Chandra ini beda dengan kader-kader PSI yang lain. Katakan dengan Sunny yang sebelumnya dia kita kenal sebagai broker antara penguasa dan pengusaha karena dia kan jembatannya antara Ahok dengan para pengusaha. Sedangkan Surya Chandra ini aktivis. Menurut Anda?
Iya, dia aktivis Lembaga Bantuan Hukum. Dulu saya selalu mengajarkan mereka. Jadi kalau Surya Chandra itu yang saya tanya pushfactor-nya apa? Yang membuat dia keluar dari itu apa? Tentu ideologis pasti kan? Ya, Chandra orang aktivis yang paham bagaimana permainan politik uang, bagaimana sulap-menyulap angka di dalam menjual proposal politik, sangat mungkin Chandra justru yang terpaling otentik motifnya untuk masuk ke Anies atau keluar dari PSI.
Jadi, orang semacam Chandra atau sebelumnya Tsamara, sama juga saya berteman, dan tahu lebih awal sebetulnya, bahwa ada yang tidak beres itu. Dan ketidakberesan itu ya buat sopan santun, ya mundur. Itu kan intinya. Yang lain terjebak saja di situ ini.
Jadi nggak usah ragu untuk mengatakan bahwa partai sudah bobrok itu. Kalau percakapan politik di luar kan lebih dari yang kita bahas hari ini soal PSI. Disogok inilah, minta inilah, proposal beredar ke mana-mana, tiba-tiba nggak ada yang masuk lalu saling berebut fasilitas itu. Kan itu sudah buruk citra partai itu. Jadi sebaiknya partai itu, yaa nyatakan saja sebagai partai yang bermasalah.
Tapi saya kira ini serius karena yang mundur dari partai ini bukan kader kaleng-kaleng. Sunny, bagaimanapun juga dia adalah Wakil Sekretaris Dewan Pembina. Kemudian Tsamara bagaimanapun dia telah menjadi icon dari PSI. Dan Surya Chandra adalah salah satu kader yang dengan latar belakangnya tadi dia adalah seorang yang cukup punya integritas. Dan selama di PSI kita juga tidak dengar suara dia yang aneh-aneh. Menurut Anda?
Ya, ini partai yang mungkin kalau ubah nama lebih enak tuh, bukan lagi partai tapi FSI itu. Fashion Solidaritas Indonesia. Jangan pakai partai. Supaya aktivitas fashion week lebih berguna daripada membuat partai kan. Tapi, sekali lagi, ada Grace yang mungkin dari awal ingin membenahi partai itu dengan kepemimpinannya. Tapi itu juga sudah berat karena opini publik sudah keburu anggap bahwa ini partai hidup dari dana-dana buzzer. Kan itu bahayanya.
Jadi bahayanya, anak-anak muda ini akhirnya jadi contoh buruk dari generasi sekarang bahwa berpolitik itu ternyata adalah memanfaatkan fasilitas kapital. Kan buruk bagi netizen. Anak-anak di SCBD Fashion Week, catwalking dalam upaya untuk memperlihatkan identitas murni mereka. Mereka berupaya untuk menunjukkan bahwa mereka eksis kendati dari kalangan pinggiran.
Sebaliknya, anak-anak PSI ini kan anak-anak dari kalangan elit, berpihak berlebihan, berlimpah kapitalnya, pengetahuannya juga sekolah di sekolah-sekolah yang baik. Tapi moral politiknya buruk, karakter politiknya buruk. Dan itu yang sering saya sebut bahwa sebelum elektabilitas diuji, uji dulu etikabilitas. Kan itu intinya. Jadi begitulah jebakan-jebakan. Jadi jebakan material membuat partai itu akhirnya keropos, jadi partai yang koruptis juga secara moral. (ida, sws)