Kala Tokoh Politik Berkumpul di Kalibata
Jakarta, FNN - Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, terlihat ramai pada Selasa (20/9) sejak pukul 07.00WIB. Saat jenazah Ketua Dewan Pers yang juga cendekiawan muslim Azyumardi Azra yang wafat pada Ahad (18/9) di RS Serdang, Selangor, Malaysia, dimakamkan dengan upacara militer dengan inspektur upacara Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Keluarga, kolega, kerabat, sahabat dan masyarakat umum tumpah ruah sejak jenazah tiba dan saat prosesi upacara pemakaman yang dimulai pada pukul 09.00 WIB hingga menjelang siang.
Semua berduka, atas kepergian penerima Piagam Piagam Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama (2005) yang juga Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta periode 1998-2006 ini, tapi semua juga bersuka cita karena banyak yang akhirnya bisa kembali bersua setelah sekian lama tak jumpa.
Sejumlah pejabat terlihat hadir, mulai dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar. Juga akademisi dan cendekiawan-cendekiawan muslim yang merupakan sahabat almarhum seperti Komarudin Hidayat (Rektor UIN 2006-2015), Jimly Asshiddiqie (sekarang anggota DPD RI), Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Syaifuddin, dan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, yang juga memimpin doa saat upacara, Nasaruddin Umar.
Tapi yang paling mencolok adalah kehadiran tokoh-tokoh politik baik dari kalangan muda maupun tua. Ada mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Mantan Ketua Golkar Akbar Tanjung, Sarwono Kusumaatmadja, Dipo Alam yang mewakili politikus 'tua'. Juga ada Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Raja Juli Antoni politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia, dan sejumlah politikus muda lainnya.
Mereka semua mengaku terkesan dengan tulisan dan buah pikiran almarhum khususnya yang berhubungan dengan transformasi politik Islam.
"Buah pikiran almarhum adalah pemecahan solusi di masa kini dan masa mendatang, di bidang sosial juga politik," ungkap Jusuf Kalla yang pernah menjadikan ayah tiga putra satu putri ini sebagai staf khususnya selama 10 tahun saat ia menjadi wapres.
Sementara AHY mengaku yang paling dia ingat adalah bahwa almarhum tidak suka Islam dibentur-benturkan.
"Sebuah pandangan yang sangat dibutuhkan oleh bangsa kita saat ini," ungkap AHY.
Karena pada dasarnya politik memang bukan untuk saling menghancurkan, tapi untuk mempersatukan negeri ini, menuju masa depan bangsa yang lebih baik. Dan di Kalibata, di pusaranya, Prof Edi begitu almarhum disapa , seperti mengingatkan kita semua. (Habil)