Kampanye di Kampus Tidak Boleh Berisi "Negative Campaign"
Jakarta, FNN - Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyambut baik ide KPU RI untuk menyelenggarakan kampanye peserta Pemilu 2024 di lingkungan kampus asalkan ada beberapa syarat, salah satunya tidak boleh berisi kampanye negatif (negative campaign).
"Saya sebagai anggota Komisi II DPR menyambut baik ide KPU tersebut. Namun, harus memuat sejumlah syarat, salah satunya tidak boleh berisi kampanye hitam dan negatif yang berisi ujaran kebencian dan fitnah," kata Rifqi di Jakarta, Rabu.
Adapun syarat berikutnya, tidak boleh menegasikan empat prinsip dasar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Menurut dia, kampanye bagi peserta pemilu di kampus merupakan cara mendewasakan peradaban politik bangsa Indonesia.
"Selama ini kampus menjadi episentrum demokrasi yang merasa berjarak dengan pengambil keputusan. Oleh karena itu, kampanye adalah sarana untuk membangun sarana dialogis antara kampus dan calon pengambil kebijakan, yaitu peserta pemilu," ujarnya.
Rifqi mengingatkan ide kampanye di kampus harus menyesuaikan dengan norma yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, peraturan KPU (PKPU), dan peraturan Bawaslu (Perbawaslu).
Ia mengatakan bahwa Komisi II DPR akan membahas ide kampanye di kampus tersebut dengan penyelenggara pemilu dan pemerintah setelah masa reses berakhir atau pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022—2023 mulai pertengahan bulan Agustus 2022.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa peserta pemilu boleh berkampanye di kampus dengan beberapa catatan yang harus terpenuhi.
"Nah, pertanyaannya adalah boleh dilakukan di mana saja? Untuk kampanye boleh di mana saja, termasuk dalam kampus, pesantren. Akan tetapi, ingat ada catatannya," kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Jakarta, Sabtu (23/7).
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 280 ayat (1) huruf h, kata Hasyim, menyebutkan larangan soal kampanye, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, ibadah, dan tempat pendidikan.
Dalam penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Jadi kampanye di kampus itu boleh dengan catatan yang mengundang, misalnya rektor, pimpinan lembaganya, boleh (kampanye)," katanya lagi.
Tidak hanya sampai di situ, catatan lainnya menurut Hasyim setiap peserta pemilu harus diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama jika berkampanye di kampus. (Ida/ANTARA)