Kapolri Tepat: Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo Dibebastugaskan Demi Hindari “Cover Up” Kasus Terbunuhnya Brigadir Joshua

Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo

Pasti akan terbongkar meski pelan. Jadi, penonaktifan Irjen Ferdy Sambo ditujukan pula agar upaya untuk menutupi kasus ini dapat diminimalkan, sebaliknya kasus dapat diungkap secara jujur, akuntabel dan transparan.

Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo

SENIN malam, 18 Juli 2022 Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo secara resmi mengumumkan pembebastugasan atau penonaktifan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Tindakan ini ditujukan agar proses penyelidikan kasus terbunuhnya Brigadir Joshua yang konon terjadi di rumah dinas Kadiv Propam dapat berjalan secara transparan, profesional dan akuntabel sesuai dengan Visi Polri Presisi.

Saya katakan keputusan Kapolri tepat karena didasarkan pada setidaknya tiga pertimbangan, yaitu:

Pertama, adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Kepolisian. Pelanggaran kode etik ini terkait dengan kebijakan membuat serta mempublis video pertemuan antara Ferdy Sambo dengan Kapolda Metro Jaya Fadil Imran, walau alasan sekedar ungkapan simpati dan empati.

Mereka pada tanggal 14 Juli 2022 di ruang atau kamar institusi negara dan memakai seragam kedinasan Polri adalah tidak pada tempatnya dan patut diduga telah melanggar kode etik Polri termasuk melanggar kepatutan sesuai asas-asas good government. Hal ini disebabkan keduanya diduga akan terlibat dalam proses penyelidikan dan penyidikan atas kasus terbunuhnya Bigadir Joshua.

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto sendiri yang sebelumnya telah memberikan keterangan atas kasus ini memiliki hirarkis kepangkatan dan jabatan fungsionalnya berada di bawah Kapolda Fadil Imran, apakah itu bukan sebagai isyarat kepada penyidik Polres bahwa Kapolda adalah sahabat atau pimpinan yang mesti dihormati bahwa ia harus memperhatikan nama baik dari pada orang yang bersamanya dalam unggahan video tersebut.

Bahwa atas dasar kejadian perkara atau kronologis peristiwa tersebut dan dihubungkan dengan dalil-dalil Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Jo. Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB ), serta termasuk dalil: Ketentuan hukum atau Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Bagian Keenam, Hasil Pengawasan dan Pengendali Pasal 42 ayat (3):

“Apabila dalam pemeriksaan pendahuluan sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditemukan pelanggaran kode etik dan/atau disiplin, dilimpahkan kepada fungsi propam untuk dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Maka patut diduga bahwa Irjen Ferdy Sambo telah melakukan pelanggaran kode etik sehingga tepat jika Kapolri menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Di samping itu, sebenarnya perlu dilakukan sidang oleh Komisi Kode Etik Kepolisian untuk kemudian menjatuhkan sanksi lain atas pelanggaran kode etik tersebut.

Kedua, Irjen Ferdy Sambo adalah pihak terkait yang Perlu Diinterogasi sehingga penonaktifan ditujukan untuk menghindari Conflict of Interest. Sesuai KUHAP Irjen Ferdy Sambo adalah orang yang patut diinvestigasi oleh sebab:

(1) Adanya keterangan bahwa istrinya dilecehkan secara seksual di rumah tempat tinggalnya, di mana terduga pelaku pelecehan seksual Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat tersebut mati dibunuh dengan senjata api oleh Bharada E petugas bawahan atau anak buahnya Irjen Ferdy Sambo.

(2) Perlu kejelasan atas dikabarkan banyak luka lebam, memar akibat penganiayaan, serta penembakan dan pembunuhan itu banyak kejanggalan, dimulai dari kematian yang diketahui publik baru setelah 3 hari kejadian, sejak Jumat 8 Juli 2022 – hingga baru dirilis oleh Polri pada Senin, 11 Juli 2022.

(3) Perlu kejelasan atas adanya keanehan terhadap tewasnya korban atau si pelaku diawali oleh adanya pelecehan korban terhadap istri Kadiv Propam Irjen Sambo, Ny. Putri Chandrawati.

(4) Perlu kejelasan atas keterangan bahwa CCTV telah mati (rusak) selama 2 minggu hingga tempus delicti atau saat kejadian peristiwa delik. Mengapa hal ini bisa terjadi, lalu apa kaitannya dengan keterangan tentang penggantian CCTV di lingkungan TKP setelah terjadinya pembunuhan?

(5) Perlu diketahui apakah ada tamu lainnya selain korban, apakah ada daftar nama tamu di rumah Irjen Ferdy Sambo?

(6) Perlu diketahui apakah ada tugas khusus atau sebab lain terhadap korban sehingga berada pada locus delicti? Atas dasar apa dia dipanggil, siapa yang memanggil?

(7) Perlu kejelasan apakah HP Korban telah disita oleh yang berwenang, atau penyidik? Di mana sekarang HP Korban karena dibutuhkan untuk membuka seluruh riwayat data terkait dengan rekaman chat SMS korban, voice note, calls/called. Hal ini akan mengungkap keterkaitan apa hubungan korban Joshua dengan korban yang dilecehkannya yaitu Ny. Ferdy Sambo, sehingga dapat terungkap mengapa Brigadir Joshua sampai hadir ke TKP lalu dirinya saling tembak dengan Bharada E dan tewas di TKP.

(8) Perlu kejelasan atas penggunaan jenis senjata api laras pendek (menurut berita yang beredar pistol jenis Glock-17) yang digunakan oleh ajudan Irjen Ferdy Sambo, Bharada E. Apakah sudah selayaknya polisi berpangkat tamtama menggunakannya, kalau belum bagaimana izinnya dll. Atau sebenarnya senjata yang digunakan untuk menembak itu milik siapa?

Dan masih banyak lagi keterangan lain yang dapat diperoleh dari Irjen Ferdy Sambo yang seharusnya diperoleh tanpa adanya conflict of interest karena jabatannya.

Ketiga, ada dugaan bahwa pihak kepolisian yang menangani perkara ini dan juga Irjen Ferdy Sambo melakukan "Cover Up" (menutup-nutupi kasus) ke publik dan membuat narasi tunggal yang terkesan membungkam publik dan memaksa publik untuk Hanya Percaya pada Info Dari Polisi saja yang dinilai beberapa pihak, termasuk Menkopolhukam Mahfud MD, banyak kejanggalan.

Sementara itu, di era disruption, digital dan media sosial semacam ini amat sulit membuat narasi tunggal dan dianggap paling benar.

Pasti akan terbongkar meski pelan. Jadi, penonaktifan Irjen Ferdy Sambo ditujukan pula agar upaya untuk menutupi kasus ini dapat diminimalkan, sebaliknya kasus dapat diungkap secara jujur, akuntabel dan transparan.

Atas dasar ketiga pertimbangan tersebut di muka, maka dari pada Kapolri "Kisinan alias Dibuat Malu" memang sudah tepat jika Irjen Ferdy Sambo dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Akhirnya saya berharap agar kasus ini harus segera dituntaskan secara transparan, jujur tanpa "cover up" oleh Kapolri demi pemulihan public trust pada institusi Polri yang mengemban tugas berat untuk harkamtibmas, perlindungan dan pengayoman masyarakat serta penegakan hukum di negeri ini.

Tabik...!! Semarang, Selasa, 19 Juli 2022. (*)

448

Related Post