Brigadir Joshua: “Belajar” dari Kasus Marsinah dan Munir? (1)

Bendera bergambar Marsinah dibawa para buruh saat aksi memperingati 22 tahun tanpa keadilan

Tanpa rasa curiga Marsinah ikut sampai ke pabrik. Ternyata, dari pabriknya, Marsinah dibawa ke rumah Yudi Susanto sang pemilik pabrik dengan mobil Daihatsu Hijet 1000 putih, di Jalan Puspita, Surabaya.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN)

ANDAI Polri mau mencari tahu pemegang pistol Glock 17 yang dipakai oleh Bharada Richard Eliezer Pudhihang Lumiu (sebelumnya disebut Bharada E, lalu RE) dengan dalih membela diri saat ditembak oleh Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J), tentu saja dengan mudah bisa diungkap siapa pembunuh sebenarnya.

Dan, tentu saja, jika otak di balik penembakan itu sudah ditemukan, Polri tak perlu lagi melakukan autopsi ulang pada Rabu, 27 Juli 2022 di Jambi. Begitu pula tak perlu lagi memperdebatkan locus delecti terjadinya penembakan itu.

Apakah di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jum’at (8/7/2022), atau di tempat lain – seperti disampaikan oleh pengacara keluarga Brigadir Joshua, Kamarudin Simanjuntak – antara Magelang hingga Jakarta.

“Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas, buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan. Sudah!” tegas Presiden Jokowi di sela kunkernya di Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Kamis (21/7/2022).

Jokowi mengatakan, transparansi menjadi sangat penting dalam penyelidikan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Joshua, sehingga tidak muncul keraguan masyarakat terhadap institusi Polri.

“Ini yang harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga,” papar Presiden Jokowi. Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah menerima laporan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Jika menyimak pernyataan Presiden Jokowi tersebut, memang terkesan dalam pengungkapan kasus Joshua ini seolah masih ada yang belum transparan. Ini bisa dilihat dari pra-rekonstruksi yang dilakukan pihak Polri di rumdin Ferdy Sambo itu, akhir pekan lalu yang diperankan penyidik.

Bharada Richard tidak muncul dalam pra-rekonstruksi itu. Termasuk juga Ny. Putri Chandrawati, istri Ferdy Sambo yang disebut-sebut telah dilecehkan oleh Bharada Joshua. Dari sini dapat disimpulkan, Polri masih “berpegang” dengan narasi awal bahwa “tembak-tembakan” itu terjadi di rumdin Duren Tiga Nomor 46 (DT-46) Jakarta Selatan.  

Banyaknya luka di tubuh Joshua mendorong pihak keluarganya minta autopsi ulang, karena diduga sebelum meninggal, mendiang disiksa dulu oleh pelaku penembakan yang hingga kini belum terungkap.

Autopsi ulang serupa juga pernah dilakukan pada jasad almarhum Marsinah yang dibunuh secara keji dan dibuang di kawasan hutan Wilangan, Kabupaten Nganjuk, awal Mei 1993. Begitu pula kasus kematian tokoh Kontras M. Munir yang diracun saat terbang ke Belanda, pada 7 September 2004.

Misteri Marsinah 

Anda mungkin masih ingat kasus Marsinah. Buruh pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS), Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, yang ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 di kawasan hutan Wilangan, Nganjuk.

Narasi Polres Sidoarjo yang ketika itu dipimpin Letkol Polisi Sutanto (terakhir menjabat Kapolri dan Kepala BIN dengan pangkat Jenderal Polisi), Marsinah tewas setelah sebelumnya mendatangi Kodim 0816 Sidoarjo untuk mencari beberapa temannya yang dipanggil oleh Pasi I Intel Kapten Sugeng (terakhir berpangkat Mayor dan sudah almarhum), 5 Mei 1993.

Karena tidak ditemukan, malam itu juga Marsinah langsung kembali ke kos-kosannya di Desa Siring, Porong. Saat itu Marsinah sempat bertemu  dengan teman lainnya. Setelah pamit pulang ke kosannya, sejak itu Marsinah hilang, dan baru ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 di Nganjuk.

Wanita asal Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, 10 April 1969, itu ditemukan tewas mengenaskan.

Hasil autopsi di RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo (jasad Marsinah ketika itu sempat diautopsi 2 kali) menyebutkan, di tubuh buruh pabrik PT CPS yang ini terdapat tanda-tanda bekas luka penganiayaan berat.

Autopsi pertama dilakukan Haryono (pegawai Kamar Jenazah  RSUD Nganjuk). Otopsi kedua atas jasad Marsinah dilakukan oleh Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya).

Ditemukan, ada luka tembak di bagian alat vitalnya. Marsinah juga mengalami penyiksaan sebelum dibunuh. Pada leher dan pergelangan tangannya terdapat bekas pukulan hingga menyebabkan menderita luka dalam.

Penerima penghargaan Yap Thiam Hiem Award ini pada bagian alat vitalnya terlihat ada benda tumpul yang dimasukkan ke dalamnya.

Kasus kematian Marsinah ini menarik perhatian pakar forensik almarhum Abdul Mun'im Idries. Ia membukukan kasus Marsinah dalam sebuah buku karangannya yang berjudul Indonesia X File.

Dalam kasus Marsinah, pakar forensik itu menemukan banyak kejanggalan. Ia menilai visum dari RSUD Nganjuk terlalu sederhana.

Hasil visum hanya menyebutkan, Marsinah tewas akibat pendarahan dalam rongga perut. Tidak ditemukan laporan tentang keadaan kepala, leher, dan dada korban.

Pembuat visum harusnya menyebutkan apa penyebab kematian, apakah itu karena tusukan, tembakan, atau cekikan? Menurut Mun’im, tidak benar jika hanya disebutkan mekanisme kematian, seperti pendarahan, atau mati lemas.

Sementara dalam persidangan terungkap, alat vital Marsinah ditusuk dalam waktu yang berbeda. Namun dalam laporan hasil visum pertama, hanya ada 1 luka. Kejanggalan lain, kata Mun’im, adanya barang bukti yang dipakai untuk menusuk alat vitalnya ternyata lebih besar dari ukuran luka yang sebenarnya.

Mun’im pun curiga, bahwa pembuatan visum itu tidak benar. Siapakah pelaku pembunuhan keji itu? Hingga kini belum juga terungkap, meski polisi sudah menyeret para tersangkanya yang di MA dinyatakan “Tidak Terbukti”.

Dari hasil penyidikan polisi, ada 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan. Ada beberapa orang dengan tugas yang berbeda-beda. Dan, salah satu dari 10 orang terduga pembunuh yang diperiksa Tim Terpadu Bakosrstanasda Jatim adalah anggota TNI.

Mereka adalah Yudi Susanto (pemilik PT CPS), Judi Astono (pimpinan pabrik PT CPS Porong), Suwono (Kepala Satpam PT CPS Porong), Suprapto (satpam PT CPS Porong), Bambang Wuryantoyo (karyawan PT CPS Porong), Widayat (karyawan dan sopir PT CPS Porong), Achmad Sutiono Prayogi (satpam PT CPS Porong), Karyono Wongso alias Ayip (Kepala Bagian Produksi PT CPS Porong).

Termasuk Mutiari (Kepala Bagian Personalia PT CPS Porong), satu-satunya perempuan yang ditangkap. Selain sembilan orang itu, Tim Terpadu juga menahan Komandan Rayon Militer (Dan Ramil) Porong Kapten Kusaeri, yang dianggap mengetahui kejadian namun tak melaporkan kepada atasan.

Persidangan digelar di dua lokasi, yaitu PN Sidoarjo dan PN Surabaya. Mutiari dan Judi Astono disidangkan di PN Sidoarjo, sedangkan terdakwa lainnya di PN Surabaya terkait dengan dakwaan bahwa Marsinah dibunuh para pelaku di kediaman Yudi Sutanto yang berdomisili di Surabaya.

Masih menurut polisi, pekerja di bagian kontrol PT CPS Suprapto, bertugas menjemput Marsinah. 

Tanpa rasa curiga Marsinah ikut sampai ke pabrik. Ternyata, dari pabriknya, Marsinah dibawa ke rumah Yudi Susanto sang pemilik pabrik dengan mobil Daihatsu Hijet 1000 putih, di Jalan Puspita, Surabaya.

Selama tiga hari Marsinah disekap, sebelum nyawanya dihabisi oleh satpam perusahaan bernama Suwono, yang memang ditugasi untuk mengeksekusi Marsinah. (*)

892

Related Post