Kebaikan Sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah di MPR Ala UUD 1945

M. Hatta Taliwang, mantan Anggota DPR.

Presiden Terpilih tidak punya hutang budi kepada Taipan atau Konglomerat, yang menjadi sebab Presiden tersandera, sehingga kebijakannya akan selalu pro konglomerat dan lupa pada rakyat.

Oleh: M. Hatta Taliwang, Mantan Anggota DPR

NASIB dan Hari Depan Indonesia tidak semata-mata ditentukan oleh Partai yang sudah kita ketahui keburukannya, tapi juga terlibat Utusan Daerah dan Utusan Golongan, ada Utusan Intelektual/Akademisi dalam penentuan siapa yang layak jadi Presiden Indonesia.

Dengan demikian sudah lengkap representasi Rakyat untuk menentukan siapa yang layak menjadi Presiden, ada unsur keterpilihan (Partai) ada unsur keterwakilan (UG, UD, UI). Tinggal melaksanakan musyawarah dan memilih Presiden.

Dijamin tidak lahir capres kelas tukang tambal ban. Karena dengan sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah ala UUD 1945 Asli ini, dijamin tidak akan ada calon yang tidak berkualitas, karena Panglima TNI, Kapolri, Ketum NU, Ketum Muhammadiyah, para Sultan dll sebagai utusan Golongan/Utusan Daerah akan malu mengajukan capres di bawah standar kualitas mereka.

Mata seluruh rakyat fokus ke gedung MPR Senayan. Kontrol rakyat lebih mudah jika ada penyimpangan.

Tidak mudah melakukan penyuapan karena:

Ada utusan Golongan misalnya Panglima TNI, Ketum Muhammadiyah yang jadi filter atau kontrol moral;

Ada CCTV di semua sudut ruangan gedung;

Bila perlu semua HP dipantau oleh KPK. KPK punya alat canggih itu;

Isolasi anggota MPR seminggu sebelum Pilpres atau saat Sidang Umum sedang berlangsung;

Pasti ada tokoh bangsa yang dicalonkan. Pendukungnya pasti memantau semua gerak gerik anggota MPR dan mengawasi seluruh proses Pilpres. Mereka bisa mengepung gedung MPR RI.

Ormas, LSM, Mahasiswa dll tertuju matanya ke Gedung MPR ikut mengawasi jalannya Pilpres; Dan,

Tidak semua anggota MPR bisa disuap. Pasti banyak juga yang punya nurani.

Hampir semua parpol dan ormas melakukan pemilihan Ketumnya lewat proses perwakilan/musyawarah. Mengapa ketika memilih Presiden mesti Pilpres langsung?

Padahal mereka tak pernah mengundang semua pemegang kartu anggotanya datang mencoblos saat memilih Ketumnya? Why mempertanyakan sistem Musyawarah ini yang sudah mengakar sebagai budaya bangsa dalam memilih pemimpin?

Output sistem Perwakilan Musyawarah pada umumnya melahirkan Pemimpin  berkualitas, kecuali yang musyawarah pakai duit ala preman.

Dalam contoh Muhammadiyah dan PKS, mereka membuktikan prestasi organisasinya membaik dengan menggunakan sistem musyawarah yang fair dalam memilih pemimpinnya.

Dari pembiayaan negara dan pembiayaan pribadi capres boleh dibilang minim dibanding Pilpres Langsung.

Presiden Terpilih tidak punya hutang budi kepada Taipan atau Konglomerat, yang menjadi sebab Presiden tersandera, sehingga kebijakannya akan selalu pro konglomerat dan lupa pada rakyat.

Tidak sampai terjadi pembelahan yang mengarah pada perpecahan rakyat seperti dampak Pilpres Langsung.

Sehingga Persatuan tetap terjaga dan terpelihara. Aparat keamanan lebih bisa konsenterasi ke hal-hal yang lebih produktif bukan hanya mengawasi rakyat untuk ditangkap.

Ini adalah cara memilih Presiden yang bijak dan arif warisan pemikiran pendiri bangsa kita, tapi kita lempar ke tong sampah, dan kita telah durhaka sehingga bangsa ini menjadi rusak parah oleh lahirnya pemimpin bangsa yang lahir dari cara yang bertentangan dengan budaya bangsa kita.

Silakan kita renungkan bersama, mau teruskan Pilpres Langsung ala kaum individualistik liberalistik ini? (*)

347

Related Post