KEBERLANJUTAN PERDAMAIAN: Di Balik Kemauan Israel-Hamas
Oleh Sabpri Piliang | Wartawan Senior
SUN TZU (500 SM) pernah mengatakan. "Jangan beri kesempatan lawan bernafas. Jangan beri kesempatan lawan bangkit"!
Saya memahami kegundahan Ittamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich (tokoh sayap kanan Israel). Perdamaian (gencatan senjata), di saat lawan sudah kehilangan banyak (habisnya Dewan Militer), adalah simbol menyerah Israel!
Keduanya kesal dan mundur dari kabinet Netanyahu. "Tidak ada cara lain mengalahkan Hamas. Kuasai Gaza, dan bentuk pemerintahan militer sementara di Gaza,"kata Bezalel Smotrich.
Lantas, mengapa Israel mau gencatan senjata? Di saat sudah "menang". Padahal tujuh pimpinan militer senior Hamas (Dewan tertinggi militernya); Mohammad Deif, Marwan Issa, Reed Thabet, Ayman Noval, Rafi Salama, Ahmed Al-Ghandour, dan Ghazi Abu Tamaa, telah tewas semua. Ada apa?
Mereka semua tewas, sebelum perjanjian gencatan senjata dilakukan (19/1). Bahkan bukan hanya secara militeristik, Hamas yang didirikan 1987 oleh Sheikh Ahmad Yassin ini, dianggap sudah "habis".
Secara politik, pun Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiyya) juga telah habis. Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh tewas di Teheran. Wakil Haniyeh, Saleh Al-Aroury tewas di Lebanon. Lalu pengganti Haniyeh, Yahya Sinwar tewas di Gaza.
Faktor Presiden AS Donald Trump yang menekan PM Benyamin Netanyahu-kah? Sehingga Israel melunak? Banyak kalangan yang tergiring ke asumsi itu, sebelum Hamas tampil secara visual dalam pembebasan sandera Israel.
Melihat gerak-gerik Hamas, dengan meng-announcement" secara enteng. Ringan menyebut (Jubir Hamas Abu Ubaidah), tujuh "engeneering" (perancang) "Banjir Al Aqsa" telah 'syahid'. Merupakan "psy war" kepada Israel, tidak ada yang berkurang dari kekuatannya.
Hamas juga berkirim pesan, di tengah "image" kehancuran Gaza, di tengah kehilangan pemimpin teras. Telah ada regenerasi 'equal' (setara). Yang kini memimpin Hamas, untuk menghadapi perang berikutnya (bila negosiasi Tahap-2 gagal).
Apa yang dikatan Bezalel Smotrich dan Ittamar Ben-Gvir, ada benarnya. Kehancuran total Gaza (dalam perang yang tak seimbang) dengan 47.000 korban jiwa (Palestina), tanpa mewujudkan target penghancuran Hamas. Sama dengan menyerah!
Gencatan senjata, telah memberi nafas pada Hamas untuk me-"recovery" segala hal. Tadinya, saya berpikir tidak begitu. Selama 15 bulan digempur habis, sanitasi, air, dan semua infrastruktur rusak, profil Hamas pasti akan lusuh.
Namun, melihat 'tampilan' pejuang Hamas yang berseragam rapi, bugar, dan jalan tegap, ditambah wajah ceria sandera. Ini, memunculkan persepsi, pandangan Ittamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich banyak benarnya. Israel menyetujui permintaan Hamas.
Agam Berger, sandera militer Israel yang diapit pejuang Hamas. Memberi image, Hamas bukanlah teroris yang berlaku kasar dan menyiksa sandera (tahanan).
Berpakaian militer rapi dan baru, serta rambut diikat tertata, Israel telah kalah dalam perjuangan diplomasi dan "image building" kemanusiaan. Terlebih para tahanan Palestina, terlihat kurus dan lusuh, suatu hal paradoks.
Peperangan merupakan strategi dan taktik. Perang Israel-Hamas, adalah kombinasi antara hal-hal yang terduga, dan tidak terduga.
Terduga, Gaza hancur karena arsenal Israel canggih dan lengkap. Sementara tak terduga, Israel mau melakukan gencatan senjata di saat semua melihat Hamas sudah habis.
Ternyata, itu keliru. "Bargaining position" Hamas, membuat Israel mau mengikuti opsi tawar-menawar kesepakatan.
Lusa, Senin (3 Pebruari), perundingan tahap 2 gencatan senjata akan dilakukan. Simultan, sambil menyelesaikan pembebasan 33 sandera tersisa 'Tahap-1' (lima minggu), perundingan 'Tahap-2' akan dimulai.
Naskah tahap 2 yang berbunyi: diperlukan "ketenangan berkelanjutan dan penghentian operasi militer- permusuhan. Serta pembebasan sandera laki-laki (tentara dan sipil) Israel yang tersisa".
"Dengan imbalan sejumlah tentara Palestina, dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza". Ini akan menjadi titik krusial, perang Israel-Hamas berlanjut, atau memperpanjang nafas perdamaian?
Tentu kita berharap. Lanjutkan perdamaian. "Pahami sipat Langit, dan pahami Bumi". Kata Sun Tzu, untuk meng-analogi, manusia itu ada penciptanya.
Perdamaian akan menjadikan Israel dan Hamas sama-sama jadi pemenang. Hentikan pertumpahan darah! (*).