Kecurangan Pemilu yang Dilakukan Para Pejabat, Bentuk Loyalitas Keliru pada Jokowi
Jakarta, FNN – Berbagai kecurangan Pemilu yang makin lama semakin nyata, telah dilakukan oleh berbagai pihak. Yang memprihatinkan, para pejabat yang harusnya mengabdi pada masyarakat dan harus bersikap netral, juga melakukan kecurangan untuk pasangan calon tertentu yang sering dikaitkan dengan paslon 02. Sepertinya mereka sudah tidak peduli lagi soal diawasi rakyat atau tidak. Buat Mereka, yang penting mereka menunjukkan loyalitasnya pada Presiden Jokowi, karena bagaimanapun banyak pemimpin daerah (Bupati dan Gubernur) yang pengangkatannya dengan ditunjuk langsung tanpa melalui pilkada untuk mengisi pergantian antarwaktu. Mereka tetap memperoleh hak yang sama dengan para bupati atau walikota dan gubernur yang dipilih melalui Pilkada.
Jadi, kecurangan yang mereka lakukan itu semacam balas budi. Bahwa kemudian mereka disoroti oleh rakyat, mereka tidak peduli. Toh tidak akan ada tindakan apa pun juga terhadap mereka. Sebagai contoh, ketika Gibran bagi-bagi susu di car freeday, pejabat sementara Gubernur DKI Heru Budi Hartono hanya mengatakan bahwa dirinya tidak tahu karena sedang tidur.
“Itu yang di dalam teori disebut sebagai the banality of evil ‘kedangkalan kejahatan’. Bahkan, dia tidak tahu bahwa dia itu berbuat jahat. Jadi dia anggap biasa saja pamer-pamer. Itu fenomena yang terjadi tahun ‘39 ketika banyak dosen Universitas di Jerman itu mengelu-elukan Hitler yang akhirnya mereka baru paham itu setelah Hitler menjadi tiran. Karena Hitler dulu dipilih secara demokratis lalu semua merasa bahwa Hitler hebat,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin malam 15/1).
“Jadi, gejala yang kita sebut authoritarian personality itu akhirnya diidap juga oleh pejabat-pejabat bahkan di tingkat kecamatan. Jadi, pameran-pameran arogansi itu akan diingat sebagai bagian yang orang tidak bisa mengerti bagaimana pejabat di depan mata, dia tahu ada pelanggaran tapi dia masih bisa tunduk pada perintah atasan. Kan mestinya dia sudah desersi itu, keluar dari situ,” tambah Rokcy .
Keadaan ini mengingatkan kita kalau kita flashback maka persiapan kejahatan yang dilakukan pada tahun 2024 ini sudah terencana sangat rapi, karena para pejabat-pejabat kepala daerah itu diangkat karena ditunjuk oleh pemerintah. Total ada 276 gubernur atau setidaknya 60 persen pejabat yang diangkat dengan ditunjuk oleh pemerintah.
“Itu bayangkan pejabat diangkat untuk periode yang disebut sementara, tapi 2,5 tahun. Jadi, itu separuh dari tahun Pemilu. Bagaimana mungkin pejabat tanpa legitimasi dipilih 2,5 tahun dan dikasih iming-iming jabatan segala macam, maka tentu dia akan mengabdi pada yang mengangkat. Dia tidak akan mengapdi pada rakyat yang memang tidak memilih dia,” ungkap Rocky.
Diam-diam, tambah Rocky, aparat itu sudah dikondisikan untuk menjadi banal, jadi orang yang lumpuh yang mudah dikendalikan, dan jadi budak dari ambisi seseorang. Itu biasa dalam sejarah, karena tidak ada yang menegur. Dan saling permissiveness itu yang memungkinkan mereka saling berternak keuntungan, berternak kekuasaan, dan beternak kejahatan. Peternakan kejahatan itu yang akan jadi maksimal karena kemampuan masyarakat sipil dianggap tidak memadai untuk mengawasi mereka. (ida)