Kerancuan Pemahaman Ideologi Pancasila

Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

Ah, saudara-saudara, mengapa toh begini? Apa memang bangsa Indonesia itu ditakdirkan Tuhan menjadi bangsa inlander, bangsa yang pecah-belah, bangsa yang tidak mampu mengangkat dirinya ke taraf yang lebih tinggi?

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila

IDEOLOGI adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang dalam kehidupan manusia.

Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia.

Prof Notonegoro mengemukakan bahwa Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri:

Pertama, Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan;

Kedua, Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Inilah desain Negara Republik Indonesia dengan bersumber pada Pancasila.

Alinea IV Pembukaan UUD 1945:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Coba renungkan desain negara yang ada di Alenia ke-4 itu oleh pendiri negara sudah membentuk Negara dengan desain berdasarkan ideologi Pancasila.

Uraian dan ide-ide atau gagasan oleh pendiri negeri ini diuraikan dalam pasal- pasal pada batang tubuh UUD 1945.

Persoalan Ideologi Pancasila ini harus jelas dulu, sebab yang disebut Ideologi Pancasila itu adalah Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila, dan tafsir itu sudah dibuat oleh pendiri negara ini di dalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945.

Yang dimaksud Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila adalah UUD 1945 Asli mulai dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya, itulah ideologi Negara berdasarkan Pancasila.

Jadi tanpa disadari, Amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen adalah ideologi negara berdasarkan Pancasila.

Bagaimana mungkin ideologi Pancasila diterapkan pada negara yang sudah diamandemen Pancasilanya.

Sejak diamandemennya UUD 1945, banyak aturan yang dasarnya Liberalisme, Kapitalisme. Seperti sistem presidensil, pilkada, pilsung, pilpres, bertentangan dengan Negara berdasarkan Pancasila.

Kerancauan dan kekacauan ini karena banyak yang tidak tahu kalau Ideologi Negara Pancasila itu ya Batang Tubuh UUD 1945. Bukannya ideologi Negara berdasarkan Pancasila itu kristalisasi pemikiran tentang negara berdasarkan Pancasila yang terurai dalam pasal-pasal UUD 1945.

Setelah Amandemen UUD 1945 keadaan menjadi kacau, sebab Pancasila yang seharusnya menjadi dasar negara diabaikan. Mana bisa demokrasi dengan pemilihan langsung yang jelas mempertarungkan dua kubu atau lebih itu disamakan dengan Gotong-royong, disamakan dengan Persatuan Indonesia, disamakan Dengan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Usaha mencangkokkan Pancasila dengan Demokrasi liberal adalah bentuk pengkhianatan terhadap ideologi Pancasila .

Mari kita cermati apa yang di katakan Bung Karno. Cuplikan Pidato Presiden Sukarno:

Telah sering saya katakan, bahwa demokrasi adalah alat. Demokrasi bukan tujuan. Tujuan ialah satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan spirituil.

 

Sebagai alat, maka demokrasi (dalam arti bebas berfikir dan bebas berbicara) harus berlaku dengan mengenal beberapa batas. Batas itu ialah batas kepentingan rakyat banyak, batas kesusilaan, batas keselamatan Negara, batas kepribadian bangsa, batas pertanggungan-jawab kepada Tuhan.”

Apa yang terjadi sekarang demokrasi dianggap agama baru yang diyakini bisa membawa bangsa ini menjadi sejahtera, mana mungkin terwujud keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diletakkan pada sistem Liberalisme Kapitalislisme.

Demokrasi liberal yang dijalankan justru menuju runtuh dan punahnya bangsa ini, bagaimana tidak kekayaan Ibu Pertiwi hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sekitar 70% lahan dikuasai oleh 0,10 Aseng dan Asing. PLN yang dahulunya adalah perusahaan publik yang dibiyayai oleh rakyat melalui APBN kok sekarang bisa menjadi milik perorangan dan asing.

Padahal UUD 1945 mengatur “Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Jika 70% Bumi Indonesia sudah dikuasai oleh 0,10 persen orang Indonesia, maka pemerintah telah melanggar konstitusi.

Apakah negara yang demikian yang kita inginkan?

Marilah membangun kesadaran bersama untuk mengembalikan Indonesia, mengembalikan marwah UUD 1945 dan Pancasila secara benar.

Ya, krisis menyusul krisis, sehingga akhirnya mungkin nanti menjadilah krisis itu satu krisis total, krisis mental!

National dignity kita amblas sama sekali, sehingga banyak di antara kita ini tidak merasa malu bahwa dunia-luaran ada yang goyang kepala, ada yang bertampik sorak kesenang-senangan. Tidak merasa malu, kalau dunia-baru berkata “Indonesia is breaking up” (Indonesia mulai runtuh), Quo vadis malu, kalau dunia-baru berkata Indonesia is breaking up (Indonesia mulai runtuh), “Quo vadis Indonesia?” (kemanakah engkau Indonesia?), “A nation in collapse” (Satu bangsa yang sedang ambruk).

Ah, saudara-saudara, mengapa toh begini? Apa memang bangsa Indonesia itu ditakdirkan Tuhan menjadi bangsa inlander, bangsa yang pecah-belah, bangsa yang tidak mampu mengangkat dirinya ke taraf yang lebih tinggi?

Saya yakin tidak!

Tetapi saya kira bangsa Indonesia salah sistem politiknya, terutama sekali dalam masa perpindahan ini. Bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia telah “disalah-gunakan” oleh pemimpin-pemimpinnya dalam rock-and-roll-nya demokrasi-omong yang tak kenal batas, demokrasi-omong yang tak kenal disiplin, demokrasi-omong yang tak kenal pimpinan.

Ya, demokrasi yang tak kenal pimpinan. Demokrasi kita demokrasi yang tak terpimpin. Demokrasi kita demokrasi “free fight liberalism”. Demokrasi kita demokrasi “hantam-kromo”, demokrasi “asal bebas mengeluarkan pendapat”, (demokrasi bebas mengkritik, bebas mengejek, bebas mencemooh, bebas (zonder leiderschap, zonder management ke arah tujuan yang satu. (Cuplikan pidato Soekarno).

Sekarang apa yang terjadi dengan bangsa ini, caci-maki, pecah-belah justru dibiayai lewat buzer-buzer atas nama kebebasan LGBT yang bertentangan dengan kesusilaan dianggap HAM. (*)

597

Related Post