Ketua DPW PSI Jakarta Michael Victor Sianipar Terang-terangan Membela Anies Baswedan: “Saya Muak dengan Polarisasi”

Michael Sianipar (DPW PSI Jakarta), Dilla (Dir. Eksekutif HAN), Irfan Pulungan (TGUPP), dan Hersubeno Arief FNN.

Jakarta, FNN - Ketua DPW PSI Jakarta, Michael Victor Sianipar menjadi sorotan karena aksinya yang dinilai berbeda dengan kebiasaan selama ini yang sering memberikan 'serangan' kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bahkan PSI sering diplesetkan menjadi Partai Seputar Ibukota, karena yang disorot kebanyakan hanya Anies Baswedan dan Jakarta.

Tiba-tiba Michael membela Anies Baswedan saat disebut sebagai 'Orang Yaman' berbeda dengan penilaian masyarakat selama ini terhadap kebijakan PSI Pusat.

Sebelumnya, seorang pemuda berkaus kuning yang tak diketahui identitasnya mendadak viral. Pemuda tersebut menyindir baliho bergambar Gubernur DKI Anies Baswedan yang belakanga diketahui berada di Sidoarjo. Pada video tersebut, sang pemuda menyebut Anies sebagai 'orang Yaman'. 

Video yang beredar di TikTok itu berdurasi 15 detik, diunggah oleh akun TikTok @rianda27. 

Pemuda yang bicaranya bercengkok Melayu dan dengan nada genit itu merasa tidak terima dengan adanya baliho Anies Baswedan tdipasang di Bundaran Waru Sidoarjo, Jawa Timur.

Michael diketahui membela Gubernur Jakarta terkait video seorang pemuda yang mengatakan baliho bergambar Anies Baswedan dengan sebutan 'Orang Yaman'. Ia mengatakan pihaknya menolak perilaku rasisme yang dilakukan terhadap siapapun.

"Keliru! Gubernur Anies itu adalah orang Indonesia. Kita harus sudahi perpecahan, dan PSI tegas menolak rasisme oleh siapapun kepada siapapun. Menilai seseorang harus bicara ide dan gagasan," katanya dalam keterangan tertulis.

Menanggapi sorotan yang ditujukan kepadanya usai membela Anies Baswedan, Michael Victor Sianipar pun memberikan tanggapannya.

Wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal Hersubeno Point mengundang secara offline Michael Victor Sianipar bersama Dilla (Direktur Eksekutif Institut Harkat Negeri), dan Irfan Pulungan (TGUPP, Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan) DKI Jakarta untuk memperbincangan persoalan terkini yang terjadi di masyarakat dalam perspektif anak muda, Rabu, 11 Mei 2022.

Michael menyatakan bahwa statemen pembelaan terhadap Anies Baswedan itu dikeluarkan secara tiba-tiba.

“Statemen itu sebetulnya saya keluarkan secara insting saja, karena bagi saya, hal yang disampaikan itu menjadi viral. Saya merasa kalau hal itu tidak kita tegur secara terbuka, bahkan bisa digoreng oleh pihak tertentu, nanti dampaknya bisa negatif untuk bangsa kita dalam jangka panjang. Untuk jangka pendeknya kita sedang memasuki tahun politik 2024, polarisasi akan terjadi, belajar dari Pilpres 2019. Nah, saya termasuk politisi muda yang muak dengan polarisasi, walaupun realitanya dalam politik pasti akan terjadi,” katanya.

Menurut Michael, perlu ada orang-orang yang punya keberanian dan komitmen untuk menyatakan tidak, pada polarisasi.

“Kita sebagai bangsa Indonesia harus melihat persatuan kita apa, yakni sama-sama warga negara Indonesia, sama-sama punya UUD 1945, Pancasila. Itu yang membuat kita satu bangsa. Bahwa ada agama berbeda-beda, etnis berbeda-beda, itu bagian dari keberagaman yang harus kita rayakan, celebrasi bukan menjadi sesuatu yang kita ungkit untuk menjelekkan,” paparnya.

Michael menyebut seringkali orang menggunakan ujaran kebencian tanpa menyangka hal itu akan viral.

Sementara soal PSI Pusat, Michael mengaku tidak ada masalah dengan sikap dirinya.

“Saya tidak merasa itu berbeda dengan pusat. Dari DPP langsung mengatakan hal yang sama dengan saya. Justru PSI itu lahir dengan dasar toleransi. Kalimat-kalimat yang mengungkit SARA, itu intoleran. Harus PSI terdepan dan mengutuk ujaran kebencian seperti itu,” tegasnya.

Michael menegaskan bahwa harus ada itikad baik dari kedua sisi untuk membangun jembatan yang mempersatukan perbedaan.

"Lebih baik harus ada itikad baik dari kedua Sisi yang terjadi polarisasi ini, ada orang-orang yang menjadi pionir, berinisiatif membangun jembatan, dan ada risiko bagi si pionir ini," tuturnya.

"Misalkan saya, tadi disebut misalkan saya ada statemen yang terkesan membela pak Anies. Ini kalau saya lihat di sosial media itu ada kiri kanan sama-sama mengkritisi," ujarnya menambahkan.

Michael Victor Sianipar kemudian mengungkapkan respons dari kedua belah kubu terkait pembelaannya terhadap Anies Baswedan.

"Dari kubu sana bilangnya udah insyaf, udah tobat. Jadi mungkin dianggap saya ini orang yang aneh atau apa gitu kan. Dari kubu yang sini bilangnya 'wah jangan-jangan ini ketua DKI udah ikut makan lobster' itu ada juga bahasa-bahasa begitu," ucapnya.

"Jadi sebagai orang yang berdiri di tengah-tengah ini bisa dituduh kiri-kanan, saya sadar itu, saya sadar risiko itu, dan harus tetap kita ambil," kata Michael Victor Sianipar menambahkan.

Dia pun berharap sisi seberang juga mau mengambil langkah ke tengah dan membangun jembatan bersama sisinya.

"Karena menurut saya, saya berharap dari sisi sana juga ada yang mau mengambil langkah ke tengah, jabat tangan, bangun jembatan apapun risiko di kiri diomongin apa di kanan diomongin apa," tutur Michael Victor Sianipar.

"Tapi kita melakukan ini, saya punya keyakinan orang-orang akan lihat kok pada akhirnya mereka melihat bahwa upaya kita membangun jembatan ini tulus. Boleh difitnah segala macam tapi selama kita konsisten Mereka melihat bahwa niat kita baik," ujarnya menambahkan.

Michael Victor Sianipar juga berharap masyarakat umum bisa melihat ketulusan mereka membangun jembatan, jika suatu saat nanti terealisasikan.

"Dan semoga, dan saya yakin akan terjadi, masyarakat umum akan melihat bahwa memang jembatan ini yang perlu kita bangun untuk menjaga keutuhan Indonesia dan lebih dari itu inilah yang akan membawa keadilan dan kesejahteraan," tegasnya.

Irfan Pulungan dari TGUPP menyatakan bahwa sebetulnya kebebasan menyampaikan pendapat itu diberikan koridor yang sangat luas di Indonesia. Semua orang yang memiliki pendapat itu berhak mengemukakan pendapat dan menjadi domain publik untuk didiskusikan.

“Pernyataan kelompok atau individu, mau PSI atau partai lain, tentu bagian dari bagaimana bangsa ini mengkonstruksi dan mendekonstruksi dirinya dalam konteks berbangsa dan bernegara. Pembelahan itu menjadi barrier kita untuk maju ke depan,” katanya.

Sementara Dilla, Direktur Eksekutif Harkat Anak Negeri menyatakan bahwa problem anak muda sekarang adalah soal keteladanan dan pentingnya kejelasan dari tokoh-tokoh bangsa, mana domain publik dan domain privat, yang selama ini rancu. Anak muda butuh kepastian soal itu. Anak muda tidak melihat kepada polarisasi, tetapi kepada isu-isunya. (ida, sws) 

617

Related Post