Din Syamsuddin Sebut Kerusakan Bangsa Terjadi Secara Kultural dan Struktural
Sleman, FNN – Kehidupan bangsa yang ditandai dengan aneka masalah sekarang ini memerlukan penanganan yang serius, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat. Kerusakan itu ada yang bersifat kultural dan ada yang bersifat struktural.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2014 Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, pada Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Depok, Sleman, Ahad, 21 Agustus 2022.
Pengajian di Aula SD Muhammadiyah Condong Catur itu dihadiri sekitar 1000 jamaah yang memadati lantai atas dan bawah Aula.
Menurut Din Syamsudin, kerusakan kultural ditandai melemah, bahkan memudarnya nilai etika dan moral di kalangan sebagian warga bangsa, yakni merebaknya buta aksara moral (moral illiteracy) yang menjangkiti kaum terpelajar.
“Mereka berpendidikan dan berpangkat tinggi tapi ternyata mereka gagal membaca nilai-nilai moral,” tegasnya.
Buta aksara moral ini sangat berbahaya jika menjangkiti para pemangku amanat, mereka akan melanggar sumpah jabatannya, dan mengabaikan amanat, bahkan berkhianat terhadap amanat rakyat.
“Mereka mengejar jabatan tapi kemudian memanfaatkan jabatan guna menumpuk kekayaan,” ungkap Din Syamsudin.
Gejala demikian akan semakin berbahaya jika menimpa aparat penegak hukum. Mereka akan tega melanggar hukum untuk kepentingan pribadi maupun kelompok, bahkan tega menghilangkan nyawa seseorang atau sekelompok orang demi mengamankan diri dari pelanggaran hukum, ataupun demi kepentingan politik tertentu.
“Pada sisi lain, Indonesia juga mengalami kerusakan struktural berupa penyimpangan sistematis dari Konstitusi Negara dan Falsafah Bangsa,” lanjut Din Syamsudin.
Menurutnya, penyimpangan ini terjadi dalam kehidupan ekonomi dan politik yang bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi yang ada, “tapi menjadikan keduanya sebagai tameng dan alat pemukul lawan politik dengan tuduhan anti Pancasila.”
Dua gatra kerusakan nasional tersebut, kultural dan struktural, saling berkelindan dan telah menciptakan lingkaran setan dalam kehidupan bangsa dan negara. Kerusakan ini jika dibiarkan maka tidak mustahil akan meruntuhkan sendi-sendi negara bangsa yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa.
“Maka wis wayahe untuk dilakukan penyelamatan dan perbaikan radikal, yaitu suatu upaya untuk mengembalikan kehidupan bangsa dan negara ke akar radix atau akarnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara pada 18 Agustus 1945,” tegasnya.
Dalam kaitan itu Muhammadiyah, sebagai salah satu komponen bangsa yang berjasa dan berperan besar dalam penegakan negara harus merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kerusakan dan pengrusakan.
“Muhammadiyah yang telah berjasa dan berperan besar dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dituntut untuk terus tetap berperan mengawal bangsa dan negara dengan meningkatkan amar makruf nahyi munkar,” ujar Din Syamsudin. (mth/MD)