Koalisi Anies Terbentuk: Jika Mau Lepas dari Cengkeraman Oligarki, Relawan Harus Mau Saweran
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), kemarin menyatakan bahwa mereka sudah sepakat untuk mengusung Anies Baswedan sebagai capres pada pemilu 2024. Tetapi, mengenai bakal calon wakil presiden belum diumumkan. Tampaknya, bagi mereka yang penting saat ini adalah kesepakatan dukungan terlebih dahulu, baru kemudian membicarakan bersama tentang bakal calon wakil presiden.
Menanggapi penyataan AHY tersebut, Rocky Gerung, dalam Kanal Youtube Roocky Gerung Official edisi Jumat (26/01/23/) mengatakan, “Saya kira itu yang paling tepat, statement yang paling terukur. Seperti biasa, AHY dan Pak SBY ini terukur. Supaya ada kepastian rakyat bahwa Anies tetap punya potensi untuk memenangkan pemilu dan PKS pasti juga akan melakukan hal yang sama. Yang penting Anies merasa lega.”
Menurut Rocky, ini sebetulnya bukan buat Demokrat, tetapi buat Anies, karena Anies selama ini diombang-ambingkan. Sementara itu, sampai saat ini tidak ada calon yang mampu mengatakan bahwa dia bukan penerus Jokowi. Itulah etika politik. Karena Demokrat dan PKS ada di dalam posisi oposisi, tapi orang tetap ingin melihat bahwa ada calon dari pihak oposisi, dan itu hanya Anies. Dengan demikian, ada yang ‘melawan’ posisi Jokowi hari ini, dalam arti supaya ada pilihan. Ini merupakan teknik yang bagus dari Demokrat untuk mengeluarkan rilis. Sedangkan soal calon wakil presiden, harus ada pembicaraan bersama-sama satu kamar.
Setelah Demokrat menyatakan dukungannya, kini tinggal nunggu PKS, karena konon pernyataan dukungan dari PKS tinggal menunggu waktu. “Pastilah tinggal menunggu waktu. PKS pada akhirnya juga akan begitu, tapi seperti kata pepatah time is money,” canda Rocky dalam sebuah pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu.
Maksudnya, memang tidak perlu mahar, tetapi tetap harus ada semacam uang kerohiman dalam politik, semacam persahabatan di antara partai oposisi, saling memperkuat . Salah satu cara memperkuat adalah dengan transaksi yang signifikan.
Memang, dalam pilpres dengan sistem politik seperti sekarang ini, dibutuhkan biaya yang besar untuk membiayai politik, mulai dari kampanye, saksi-saksi, dan lain-lain. Selama ini, masalah biaya menjadi pintu masuk bagi oligarki untuk mengendalikan partai-partai politik. Oleh karena itu, saat ini adalah momentum bagi para relawan untuk menunjukkan keseriusan mereka melawan oligarki.
“Ya, saya kira itu poin. Tentu kita atau lewat FNN kita usulkan bahwa kalau koalisi terbentuk, lakukan aktivitas pengumpulan dana berbasis relawan. Jadi, begitu Anies muncul, walaupun secara elektoral mungkin akan dijegal juga karena nggak bisa nyampe 20%, tetapi sudah dibuat tradisi bahwa 3 partai ini punya relawan, dan relawan akan bilang this is my share. Di Amerika biasa begitu, walaupun hanya 10 dolar ini tanda dukungan saya. Supaya terjadi semacam crowd funding yang dasarnya adalah partisipasi, bukan mobilisasi,” ujar Rocky.
Jadi, tambah Rocky, jangan menunggu partai-partai itu beli suara. Justru kita, kalau ingin perubahan, kita dukung dengan sumbangan, mau Rp 100.000 atau Rp10.000 tidak apa-apa. Jadi jelas oligarki tahu bahwa dana yang akan menghadapi dia. Secara mental, secara moral, orang Indonesia sekali dia merasa ada keadilan, orang akan berbondong-bondong mengumpulkan uang. Itu juga yang terjadi pada Pilpres tahun 2019, pada relawan Sandi dan Prabowo.(sof)