Koalisi Gerindra – PKB Berantakan, Opsi Perpanjangan Masa Jabatan Jokowi Menguat, Bagian dari Skenario?

ADA tanda-tanda bahwa koalisi Gerindra dan PKB berantakan. Padahal, seperti dikatakan oleh Sekjen Gerindra, mereka sudah punya semacam komitmen perjanjian, pada 13 Agustus lalu bahwa mereka akan berkoalisi. Dan memang, dari Presidential Threshold 20% sudah memenuhi kuota.

Prabowo Subianto sebagai calon presidennya dan Muhaimin Iskandar alias Imin sebagai calon wakil presidennya. Tetapi, belakangan Imin ngotot bahwa dia dimandatkan oleh PKB untuk menjadi Presiden, bukan calon Wapresnya.

Sebenarnya ada tanda-tanda apa ini, tiba-tiba koalisinya menjadi berantakan, bahkan belakangan muncul usulan agar Prabowo berpasangan dengan Ganjar Pranowo.

Pengamat Politik Rocky Gerung membahas hal ini dalam Channel Youtube Rocky Gerung Official edisi Rabu (23/11/22) dengan dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.

“Ya, di mana-mana perkawinan paksa itu potensial untuk bubar. Dan kita tahu bahwa nggak ada perkawinan yang sehat di dalam politik Indonesia. Yang disebut koalisi itu tukar-tambah waktu atau tukar tambah-momentum saja. Ada momentum, tiba-tiba menjadi koalisi. Padahal substansinya tidak dibayangkan. Sudah berkali-kali itu terjadi,” ujar Rocky Gerung.

Dalam pengamatan Rocky Gerung, dulu juga ada Golkar Jokowi (Gojo), yang juga seolah-olah kalau ada Gojo, itu artinya PDIP dan Golkar bisa saling menambahkan suara pada Jokowi, dengan maksud supaya Airlangga bisa ikut jadi wakil presiden, misalnya.

Padahal, orang menganggap bahwa politik itu adalah ide dari setiap orang, bukan sekadar ada warna di atas lalu akan terjadi persesuaian. Sama juga Gerindra dan PKB, seolah-olah karena dua tokoh itu bersatu maka rakyat di bawah juga ikut bersatu.

Tapi, akhirnya Imin balik pada prinsip yang benar bahwa dia itu dicalonkan menjadi Presiden, bukan jadi Wakil Presiden. Maka hormati dulu keputusan partainya.

“Dari awal, persepakatan antara Gerindra dan PKB adalah persepakatan antara figur Prabowo dengan Cak Imin, dan dua-duanya punya kepentingan. Jadi ini bukan kepentingan mematangkan demokrasi, tapi semacam saling cari celah untuk mendongkrak elektabilitas saja. Jadi, sebetulnya nggak ada ide di belakang itu. Jadi bagus kalau Cak Imin pulih akal sehatnya bahwa dia dicalonkan oleh partainya untuk jadi Presiden, bukan untuk jadi Wapres,” lanjutnya.

Menurut Rocky, nggak akan sehat kalau dasarnya bukan kejujuran. Mungkin Imin merasa bahwa Prabowo sedang naik daun, sehingga disiram egonya oleh Jokowi, lalu Prabowo merasa dia dapat restu, kemudian mencari perlindungan kepada restu Jokowi. Sementara, Imin tidak dapat restu dari Jokowi. Itu yang menyebabkan sekarang KPK bereaksi lagi terkai dengan kasus kardus Imin. Jadi, mulai lagi saling tawan-menawan dengan sprindik.

Dari keadaan tersebut, bisa disimpulkan bahwa semua rencana koalisi jadi berantakan, baik KIB maupun Gerindra – PKB. Sementara Anies Baswedan sampai sekarang juga belum dapat gambaran, walaupun Anies kemarin sudah menyatakan kemungkinan bakal calon wakil presiden akan diumumkan bulan depan.

Ketika ditanya apa sebenarnya yang bisa dilihat dari keadaan tersebut, Rocky  mengatakan bahwa Anies Baswedan yang harus membuat keputusan kapan akan diumumkan karena ini bukan soal koalisi, jangan hanya kemungkinan.

Kan Anies yang diminta untuk mencari calon wakil presiden, mustinya Anies bilang saya sudah punya calon wapres, saya minta koalisi hormati keputusan saya nanti. Begitu caranya. Jadi, Anies juga akhirnya jadi peragu sebetulnya,” jawab Rocky.

Menurut Rocky, kata kemungkinan menunjukkan seseorang jadi pragmatis. Padahal, orang ingin melihat ketetapan. Orang menunggu. “Anies, Anda sudah jadi presiden relawan, tinggal Anda sebutkan siapa wapresnya, relawan pasti ikut. Tapi, kan Anies masih tunggu kesepakatan dengan Nasdem, Demokrat, dan PKS yang pada akhirnya juga akan iya,” lanjutnya. 

Kalau tidak begitu, Anies bisa kehilangan momentum. Seharusnya Anies menunjukkan bahwa dirinya incast dalam soal ini sehingga calon wakil presiden dia yang menentukan. Dalam hal ini, leadership diperlukan saat bangsa ini betul-betul kehilangan kepercayaan, kehilangan orientasi nilai. “Jadi, kita selalu ingin Anies percaya diri saja,” tegasnya.

Jadi, sebaiknya momentum ini dipakai Anies untuk mengatakan bahwa di kantong Anies sudah ada calon wakil presiden. Di kantong dia, bukan di kantong koalisi, karena koalisi cuma tiket saja. Jadi tidak usah terlalu menghitung untung-rugi dengan koalisi.

Bagian ini yang membuat greget karena ada pelemahan juga dalam watak Anies. “Berarti Anda tidak cukup kuat untuk memimpin Indonesia, apalagi kalau diminta untuk memimpin gerakan rakyat di luar elektoral, misalnya people power. Padahal, itu justru yang ingin kita tunjukkan bahwa kita bisa ajukan seorang pemimpin kalau dia betul-betul independen, lepas dari tutorisasi seniornya, lepas dari pengaruh oligarki. Karena itu yang orang ingin lihat,” tandas Rocky.

Di tengah situasi yang berantakan tadi dan makin menguatnya rencana untuk memperpanjang masa jabatan Jokowi, apakah ini bagian dari desain itu juga? Ketika ditanya hal ini, Rocky menjawab, “Iya, itu saya kira Jokowi akhirnya melihat pelemahan di antara mereka, dan pelemahan itu juga bagian dari intrik Istana. Presiden Jokowi, bagaimana pun sudah menjadi orang yang matang secara politik sehingga dia tahu strategi.”

“Jadi, ini bagian dari intrik Istana untuk memperlihatkan bahwa ini semua nggak bermutu, Anies nggak bermutu karena menunda-nunda; Imin nggak bermutu karena bolak-balik mengubah keputusan; yang diuntungkan adalah Istana. Istana akan bilang, memang cuma Pak Jokowi yang bermutu. Jadi, duel argumentasi enggak ada hari-hari ini.”

Bangsa kita ini tidak bisa berdiri tegak itu kalau calon-calon pemimpinnya bermental kroco. Itu yang kita ingin lihat. Dari awal kita kasih teguran pada Anies, kasih dukungan kekuatan pada Anies bahwa dia pemimpin yang sudah ada dalam catatan sejarah dan waktu justru yang mengasuh dia. Itu artinya, dia mesti paham bahwa dia akan memimpin dalam keadaan apapun dan itu yang mesti ditonjolkan. (sof)

439

Related Post