Koalisi Setengah Hati Gerindra – PKB
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, kemarin, 23 Januari 2023, meresmikan Kantor Sekretariat Bersama yang terletak di Jalan Mangun Sarkoro No. 1, Menteng, Jakarta. Namun, kedua partai ini belum menyepakati siapa capres dan cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024 kendati sudah meresmikan sekretariat bersama.
”Jadi, hari ini adalah salah satu bukti bahwa kerjasama kami solid, tekat kami solid, semangat kami tinggi, optimisme kami besar, kami akan maju membela kepentingan rakyat,” kata Prabowo.
Prabowo menyebut bahwa pembentukan sekretariat bersama ini menjadi awalan yang jelas ada partai kebangsaan yang agamis, ada partai agamis yang berkebangsaan. Sementara Cak Imin menyebut sekretariat bersama ini sebagai usaha saling percaya antara kedua partai. PKB dan Gerindra adalah kekuatan yang saling melengkapi dan akan sangat lengkap lagi disusul partai-partai yang akan bergabung untuk Indonesia yang adil dan makmur.
“Jadi kalau dari pernyataan ini memang masih terbuka ya peluang mereka untuk mengutak-atik siapa yang jadi capres maupun cawapresnya, tapi saya kira kalau dilihat dari posisi Gerindra mungkin yang paling masih terbuka peluang adalah mengotak-atik siapa yang akan jadi cawapresnya,” ujar Hersubeno Arief dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Senin (23/01/23).
Sebelum peresmian Sekber ini, banyak yang menduga selain peresmian juga akan disertai pengumuman siapa capres dan cawapres yang akan mereka usung, karena kedua politisi dari kedua partai ini memberi sinyal-sinyal bahwa nanti akan ada perbincangan soal capres cawapres. Kedudukan semacam ini wajar karena sebagai partai koalisi Gerindra dan PKB sudah memenuhi syarat presidensial thresh hold 20%. Jadi tunggu apalagi?
Cak Imin memberi sinyal bahwa mereka akan memutuskan capres dan cawapresnya setelah PDIP mengumumkan capresnya sambil menunggu partai-partai lain bergabung. Sedangkan PDIP sampai saat ini belum juga memutuskan capres yang akan mereka usung. Berdasarkan pidato Ibu Megawati pada HUT PDIP lalu, mereka baru akan mengumumnkan capresnya pada bulan Juni nanti. Namun, sinyal yang bisa ditangkap dari pidato Ibu Mega sepertinya mengarah untuk mengusung Puan Maharani sebagai capres dari PDIP.
Sementara, ijtima' ulama PKB memberi batas waktu pencapresan sampai bulan Maret ini. Mengapa Gerindra dan PKB belum sepakat tentang capres dan cawapres yang akan diusung? “Hal itu saya kira keliatannya karena Prabowo sendiri belum terlalu yakin dia akan berpasangan dengan Cak Imin,” ujar Hersu.
Walaupun Cak Imin merupakan representasi dari nahdliyin, elektabilitasnya tidak cukup tinggi dan bisa mengompensasi kekurangan elektabilitas Pak Prabowo. “Sebagai capres yang sudah berlaga tiga kali dalam pilpres, elektabilitas Pak Prabowo sudah mentok, nggak mungkin dikapitalisasi lagi. Naik itu nggak mungkin, kalau turun itu sangat mungkin. Oleh karena itu, dia perlu cawapres yang bisa mendongkrak elektabilitasnya,” ujar Hersu.
Dengan kalkulasi semacam itu, tampaknya sangat kecil peluang Cak Imin untuk diusung menjadi cawapres dari Prabowo Subianto. “Dugaan saya, koalisi ini akan terpaksa berlanjut bila akhirnya PDIP memutuskan untuk mengusung calon presiden sendiri, dan kemudian Anies Baswedan itu pada akhirnya dapat tiket pencapresan dari NasDem, Demokrat, dan PKS,” kata Hersu.
Bagi Gerindra, lanjut Hersu, apapun kalkulasinya Prabowo harus menjadi capres. Kalaupun nantinya Pak Prabowo kembali gagal jadi calon presiden, namun elektabilitas partai Gerindra tetap dapat dipertahankan. Karena pencapresan Pak Prabowo besar sekali dampaknya terhadap coat-tail effect terhadap elektabilitas partai Gerindra.
Sulit buat bagi Gerindra untuk bisa bertahan menjadi partai papan bila Pak Prabowo tidak maju sebagai capres. “Jadi, bagi Gerindra, pencalonan Pak Prabowo sebagai calon presiden ini to be or not to be, sementara bagi PKB posisi Cak Imin jauh lebih lentur,” ungkap Hersu.
Menurut Hersu, yang realistis buat PKB adalah harus tetap dalam kabinet bersama dengan capres cawapres yang akan memenangkan pemilu pada pilpres pada tahun 2024. Seandainya saja PKS, Demokrat, dan Nasdem memutuskan berkoalisi mengusung Anies, kemudian ada kesepakatan misalnya menggandeng Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, maka PKB akan lebih menarik bila bergabung dengan koalisi ini daripada bertahan dengan Gerindra.
Sedangkan Prabowo, bila hubungan Jokowi dengan Ibu Megawati terus menegang kemudian Ibu Megawati tetap menolak Ganjar dan memutuskan mengusung Puan Maharani sebagai capres atau cawapres, maka lebih menarik bila berkoalisi dengan PDIP dan berpasangan dengan Puan Maharani.
Karena itu, kita bisa memahami mengapa Gerindra dan PKB belum memutuskan memutuskan capres dan cawapresnya kendati sudah membentuk sekretariat bersama. Sikap tegas dari Ibu Megawati yang menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Jokowi membuat situasi politik menjadi cair dan koalisi partai pendukung pemerintah itu mulai melakukan kalkulasi ulang dengan siapa mereka akan berkoalisi. “Jadi Anda jangan terlalu kaget jika banyak manuver yang mungkin terjadi dalam beberapa pekan yang akan datang,” pungkas Hersu. (ida)