KTT G20 Merupakan Kesempatan Emas Bagi Indonesia untuk Mewujudkan Perdamaian Dunia
Jakarta, FNN - Perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia tak kunjung usai. Perang tersebut telah memberikan dampak langsung ke berbagai negara di dunia.
Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kesempatan emas dalam Forum G-20 untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Terlebih, berlangsungnya konflik antara Rusia dan Ukraina juga sudah meluas seperti krisis energi.
Seperti di Jerman mengimbau untuk warganya mempertebal baju jaketnya dan juga di Inggris juga mengalami hal serupa. Sedangkan di para pengungsi sekitar Ukraina terus meningkat.
Kondisi tersebut menuntut Indonesia agar melakukan diplomasi yang kreatif dan inovatif untuk menghubungkan berbagai kekuatan dunia dalam misi perdamaian. Kelenturan Indonesia dalam melakukan diplomasi juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan G20 tahun ini.
Prof. Hikmahanto Juwana, Presiden AsianSIL dan Pakar Hukum Internasional mengatakan jalan yang paling strategis adalah mempertemukan para kepala negara yang berkonflik dalam sebuah forum seperti KTT G20 di Bali, seluruh kepala negata dan pemerintahan hadir.
“Kalau penyelesaian di PBB, paling tinggi mengutus perwakilan. Jadi pertemuan G20 ini bisa langsung bawa keputusan. Dan forum apa lagi yang bisa mempertemukannya?” ujarnya saat Acara Gelora Talks : Babak Baru Perang Rusia-Ukraina dan Apa Dampaknya bagi Dunia? di Jakarta, Rabu (9/11).
Hikmahanto menegaskan bahwa perang Rusia-Ukraina harus segera mungkin dihentikan. Sebab, apabila dibiarkan, akan terjadi suasana semakin membesar dan sulit dikendalikan.
Kemudian, Hikmahanto mengharapkan, Presiden Rusia Vladimir Putin bisa hadir di G20 Bali. Seharusnya, pemerintah Indonesia berupaya sekuat mungkin menghadirkan Putin di G20 nanti. Perang dunia III, menurutnya, sudah diambang pintu dan kehadiran para kepala negara dalam pembahasan ini akan efektif.
“Ini moment dan pertemuan besar, dan negara harus memfasiltasi berbagai pertemuan para kepala negara ini. Pertemuan ini mesti mengedepankan upaya perdamaian. Berbagai negara berkembang sudah mengalami dampak dan bukan hanya negara besar saja. Setidaknya, harus ada kesimpulan komitmen tak gunakan kekerasan, itu saja sementara,” ujarnya. (Lia)