Letusan Gunung Tambora Mampu Kacaukan Politik Eropa, Apakah Jokowi Akan Menantang Kekacauan?

Gunung Tambora dan Presiden Jokowi (foto diolah)

Jakarta, FNN – Kebiasaan pengamat politik Rocky Gerung menjaga kebugaran tubuh dan pikiran adalah dengan olahraga mendaki gunung. Pekan lalu Rocky baru saja turun gunung dari Puncak Tambora di Bima, NTB. Di mana pun dia berada, selalu menganalisis peristiwa politik yang terjadi setiap hari. Tak lupa politik Jokowi.

“Saya baru turun dari Gunung Tambora, di Bima, bertemu juga dengan berapa LSM dan teman-teman HMI, juga ada Pak Walikota. Saya mendapat kesan bahwa pembicaraan politik memang berkembang jauh sampai ke pelosok-pelosok dan mereka menganggap bahwa Indonesia kok jadi sibuk sekali dengan urusan politik,  padahal ada urusan pariwisata di Bima yang tempatnya bagus sekali, tapi perspektifnya belum ketemu dan upaya untuk menghasilkan perspektif itu memerlukan energi kebudayaan bukan sekadar energi politik,” kata Rocky kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube, Rocky Gerung Official, Ahad, 22 Mei 2022.  

Rocky menangkap kesan dari mahasiswa di Bima bahwa mereka menganggap Jakarta terlalu sentris, terlalu berfokus pada tukar tambah politik, padahal di daerah soal semacam itu dianggap biasa dan politik lokal pun jauh lebih rumit untuk diselesaikan.

“Jadi terlihat masyarakat melek politik dan saya menganggap bahwa itu justru dimaksudkan untuk mencegah agar supaya politik ini jangan jatuh pada sekadar hanya transaksi di antara elit politik,”tegasnya. 

Rocky lalu pergi naik Gunung Tambora - gunung yang menjadi alasan mengapa dulu pada 1815 dia meledak dan meletus, kemudian mengacaukan sistem cuaca dunia, sehingga Napoleon kalah dalam perang melawan Prusia, karena cuaca pada waktu itu mencegah Napoleon untuk masuk dan menguasai Prusia.

“Jadi kita menganggap bahwa Napoleon bukan dikalahkan oleh Prusia tapi dikalahkan oleh Tambora dan Tambora adalah simbol dari ecopark baru di Indonesia di mana orang ingin lakukan riset apa peran Indonesia di dalam soal-soal lingkungan,” tegasnya.

Rocky melihat dalam bidang, Indonesia terlambat, padahal dunia selalu melihat Tambora sebagai suatu contoh bagaimana satu gejala alam bisa membatalkan satu peristiwa politik.

“Tambora yang membatalkan peristiwa politik di Eropa sehingga Napoleon akhirnya mundur dari upaya menyerbu Prusia. Saya tidak tahu apakah ada tanda-tanda peristiwa alam yang akan terus menahan Pak Jokowi untuk berhenti mengampanyekan tiga periode,” paparnya.

Tambora, menurut Rocky adalah wilayah yang cantik. Demikian juga Kota Bima, wilayah cantik sekali karena terletak di teluk sehingga ada perlindungan dari samudera besar walaupun kota itu menghadap ke samudera luas.

“Tetapi yang lebih penting, pemerintah sebaiknya lebih fokus untuk menghasilkan identitas kultural Indonesia yang bisa dijadikan sebagai alasan untuk meminta investor masuk Indonesia. Jadi, bidang pariwisata itu sebetulnya harus dikaitkan sekaligus sebagai bidang yang mewakili kemampuan Indonesia untuk bercakap-cakap secara global di dalam soal imperium etik,” katanya.

Oleh karena itu Rocky mengkritik Menteri Pariwisata Sandiaga Uno yang terkesan kurang serius menggarapparowosata Indonesia.

“Saya kira, itu pentingnya Pak Sandi di kabinet supaya sisa masa jabatannya, fokus dulu pada soal pariwisata yang intinya adalah mengucapkan bahwa Indonesia punya potensi wisata, tapi bukan sekadar untuk memanjakan mata, tapi juga untuk memanjakan pikiran karena ekowisata di Indonesia itu sekaligus upaya untuk menyadarkan publik Indonesia dan dunia, bahwa Indonesia bukan sekadar punya lumbung kebudayaan, tapi juga lumbung pengetahuan,” tegasnya.

Rocky menegaskan bahwa riset-riset soal Tambora masih berlangsung terus karena orang mau tahu apa sebetulnya yang menyebabkan Tambora itu harus diingat sebagai pintu masuk untuk melihat bagaimana keadaan kita sekarang telah melampaui daya ledak dari Tambora, yang biasa disebut dalam ilmu geologi sebagai antroposin.

“Artinya kemampuan manusia merusak sudah melampaui kemampuan alam untuk memulihkan dirinya. Politik itu kadangkala, juga sering politik Jakarta justru merusak awal peradaban kita karena mem-bypass kiri-kanan, menyogok kiri-kanan, menjadikan banyak orang tertarik pada kekuasaan karena iming-iming komisaris macam-macamlah, yang saya buat jeda kemarin untuk membayangkan bahwa Indonesia punya problem lain selain politik,”  tegasnya. (sof, sws) 

664

Related Post