Lembaga Survei di Mata Rocky Gerung: Saya Bisa Bilang 120% itu Tipu-Tipu

Rocky Gerung, Akademisi

Jakarta, FNN – Kritik Rocky Gerung terhadap lembaga survei yang disebutnya sebagai tipu-tipu, dibantah oleh Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, dan Direktur Indikator Politik Indonesia, Burhanudian Muhtadi. Bantahan tersebut menjawab tudingan Rocky Gerung yang menyebut bahwa survei-survei menjelang pemilu telah dibiayai secara politik dan berpengaruh terhadap hasil survei yang disebutnya tipu-tipu.

Menanggapi bantahan tersebut, Rocky menjelaskan bahwa setelah reformasi, semua lembaga internasional berupaya untuk mem-backup sistem politik Indonesia supaya memulai tradisi yang basisnya adalah data, basisnya adalah opini publik, bukan pengendalian opini publik. Lembaga tersebut antara lain lembaga survei Australia dan  World Bank. Tetapi, poin Rocky adalah bahwa itu semua adalah lembaga yang dibiayai oleh dana-dana publik luar negeri.  

“Poin saya adalah otentisiti dari hasil riset itu. Kemampuan kita untuk mengakses data itu kan terbatas, karena kita nggak bisa lakukan penelitian sejenis, karena mereka langsung klaim bahwa ini sudah final segala macam. Jadi, secara metodologi itu ngaco. Jadi itu poinnya,” ujar Rocky.

“Yang kedua, secara etis enggak ada satu pun lembaga yang mau mempertanggungjawabkan bahwa duit itu duit pesanan partai. Kan itu intinya kan. Jadi bukan asal usul lembaga itu,” lanjut Rocky.

Menurut Rocky, bukan hanya Indonesia yang mendapat dana dari asing. Tetapi, dana asing itu dimaksudkan untuk memperkuat demokrasi.

“Sekarang, lembaga survei itu justru membatalkan niat awalnya itu, karena mereka tidak mempertanggungjawabkan dananya dari mana sehingga lembaga survei itu bisa suka-suka aja. Jadi berantakan sebetulnya metodologinya dan etikanya itu juga enggak ada. Kan ini ini calo semua ini lembaga survei ini,” ungkap Rocky.

Menurut Rocky, partai-partai memilih lembaga survei supaya mampu untuk disulap  angkanya. Jadi lembaga survei itu didikte oleh partai. Partai mencari uang melalui oligarki. “Jadi, ini bukan lembaga publik yang mementingkan etika publik. Bahkan, mementingkan kejujuran opini pun tidak. Itu bahkan saya bisa bilang 120% itu tipu-tipu,” ungkap Rocky.

Bahkan, kata Rocky, ada lembaga yang sudah kalah, sudah salah, tapi masih ngotot bahwa itu hanya kekeliruan respons. Berapa banyak lembaga yang gagal melakukan kesamaan data. Sekarang kita lihat bagaimana lembaga-lembaga ini melakukan survei. Kalau metodologinya mirip-mirip, mestinya hasilnya mirip-mirip. Tetapi, ini tiba-tiba satu minggu kemudian berbeda hasil surveinya. Prabowo berbeda dengan minggu lalu, Ganjar berbeda dengan tiga jam yang lalu, masa dalam 3 jam berubah hasilnya. Apalagi Anies Baswedan, sudah tidak pernah muncul.

Dalam diskusi bersama  Hersubeno  Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga menyampaikan bahwa dirinya melakukan hal ini sebagai haknya, hak teman-temannya, hak masyarakat sipil, dan hak publik untuk mempersoalkan lembaga survei ini dikontrol oleh siapa.

“Ini saya mau terangkan itu sebagai hak saya dan hak teman-teman saya dan hak masyarakat sipil dan hak publik untuk mempersoalkan lembaga survei ini dikontrol oleh siapa. Tentu saja ada oversight committee, tapi itu kan transaksi di antara mereka aja. Mari kita mulai dengan kejujuran bahwa kalian itu digaji oleh siapa, untuk siapa, demi apa. Jujur aja, biasa aja, kan. Nanti dengan cara itu kita bisa tahu oh ">error itu betul-betul error atau teror,” pungkas Rocky.(sof)

516

Related Post