Mahfud Cawapres Ganjar, Gibran Tak Diharapkan Lagi
Jakarta, FNN – Akhirnya, PDIP menentukan pilihannya pada Mahfud MD untuk menjadi bakal calon wakil presiden dari Ganjar Pranowo. Deklarasi duet Ganjar Pranowo-Mahfud Md sebagai bakal calon presiden (bacapres) dan bakal calon wakil presiden (bacawapres) di Pilpres 2024, tersebut diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Rabu (18/10/23). Rencananya, setelah hari ini diumumkan, mereka langsung gerak cepat akan langsung mendaftar ke KPU besok.
“Iya, jadi itu bagus betul, satu keputusan sudah diambil. Jadi nasib Gibran tidak lagi diharapkan oleh PDIP. Yang lebih penting sebetulnya bukan memilih Mahfud, tetapi PDIP memutuskan Gibran itu bukan lagi kader PDIP. Kira-kira implisitnya begitu kan,” ujar Rocky menanggapai deklarasi bacapres – bacawapres Ganjar Pranowo – Mahfud MD.
Ini juga sekaligus satu kepastian supaya yang kita sebut sebagai pendaftaran seolah-olah nunggu sinyal dari istana tidak terbukti. “Jadi tepat betul Megawati mengatakan kami tidak memerlukan sinyal dari istana,” kata Rocky.
Mahfud, lanjut Rocky, juga orang yang ketat sekali dengan keketatan berpikir akademisnya. Dia ingin menghalangi Gibran untuk jadi diloloskan oleh Mahkamah Konstitusi, tapi dia gagal menghalangi karena dari awal bukan sekadar karena motif politik, tetapi memang Mahfud selalu ada dalam dilema. Kadangkala dia jadi akademisi yang cerdas, kadangkala dia jadi politisi yang cerdik. Dua-duanya itu yang sedang dipastikan oleh Mahfud. Sekarang dia sedang jadi politisi yang cerdik. Kira-kira begitu.
“Jadi, kelihatannya PDIP akhirnya harus memutuskan itu dan itu keputusan yang benar. Juga bagi Mahfud, yang sebetulnya dari awal sudah berharap dan harapan itu dibaca oleh Gerindra dan PDIP, dan bacaan PDIP yang lebih jelas. Jadi, sudah, Ganjar Mahfud, selesai problem. Itu saja intinya,” tegas Rocky.
Sekarang tinggal Prabowo yang musti menimbang-nimbang karena apapun Prabowo masih melihat situasi sosial, situasi penentangan publik terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi.
Yang menarik adalah Megawati memutuskan untuk mengumumkan nama cawapresnya ketika Jokowi berada di Arab Saudi. Ini berbeda dengan ketika mengumumkan Ganjar sebagai capres, di mana pada hari itu Jokowi dipanggil dan terbirit-birit dari Solo.
Yang juga menarik adalah hari ini Gibran dipanggil oleh Sekjen PDIP Hasto Kristianto. Tetapi, kata Hasto bukan teguran kepada Gibran, melainkan hanya mau diajak ngobrol. Apa artinya ini? Apakah dengan begitu Gibran tetap bertahan di PDIP?
“Ya mungkin juga Gibran enggak akan datang karena cuma diajak ngobrol-ngobrol. Bagi Gibran, ya nanti aja ngobrol-ngobrolnya. Kalau dipanggil, tetap itu ada semacam disiplin organisasi. Kalau cuma ngobrol-ngobrol, ngobrol-ngobrol sebagai apa, calon wakil presiden pun belum, ngobrol-ngobrol sebagai Walikota Solo? Jadi juga itu mendua tuh. Nah, saya anjurkan Gibran enggak usah datang, buat apa?” ujar Rocky.
Melihat situasi saat ini, tentu masyarakat jadi bertanya-tanya tentang keseriusan Jokowi mengusung Prabowo. Menjawab pertanyaan tersebut, ini jawaban Rocky.
“Prabowo mungkin yang berpikir lebih dalam lagi itu, menganggap bahwa seandainya dia tolak Gibran naik nggak elektabilitasnya. Menurut taruhan saya, secara akademis pasti naik. Justru kalau terima Gibran, dia jatuh tuh, karena Gibran itu jadi liability. Sekarang kan orang anggap bahwa marwah Mahkamah Konstitusi itu sudah hancur habis-habisan. Jadi Gibran juga mau ngapain di situ,” jawab Rocky.
Demikian juga Probowo, lanjut Rocky. Gerindra mungkin juga punya pikiran alternatif untuk melihat bahwa untuk apa mengajak seseorang yang sudah bonyok, apalagi dibonyokin oleh pamannya sendiri. Jadi, Gibran juga kasihan, dia diumpankan untuk menjadi bonyok. Apakah tidak bisa berhitung bahwa Gibran pasti akan dibuli satu Indonesia?
“Saya tetap percaya bahwa Prabowo punya kalkulasi tentang Gibran dengan menghormati misalnya kesepakatan dengan Presiden Jokowi. Tetapi, kesalahan itu dibuat oleh Mahkamah Konstitusi. Tentu kita enggak mau sebut dibuat oleh Jokowi secara implisit. Seandainya Mahkamah Konstitusi punya cara yang agak elegan, ya mungkin Gibran masih bisa diselamatkan di dalam opini public. Kalau sekarang opini publik sudah hancur,” ungkap Rocky.
Dalam diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa PDIP sudah tiba pada keputusan final, tidak bisa Gibran. Hal yang sama mestinya juga diputuskan oleh Gerindra, karena nanti akan diolok-olok, dan akan memerosotkan moral publik para pendukung Gerindra.
Tetap Prabowo angkanya tinggi sekali, menurut Rocky, karena pekerjaan-pekerjaan Gerindra secara institusional. Kalau di dalam tubuh yang sehat itu dimasukkan virus yang namanya Gibran maka akan merugikan.
“Bukan Gibran yang salah, yang salah adalah proses untuk menjadikan Gibran calon wakil presiden. Ngaconya di situ,” ujar Rocky.
Menurut Rocky, dalam keadaan seperti sekarang, kalau Gibran dipaksakan dan tiba-tiba dia merosot maka selesailah reputasi Prabowo dan Gibran.
“Saya terangkan ini dengan memantau secara cermat opini publik yang betul-betul menganggap itu peristiwa yang memalukan yang dilakukan oleh paman Gibran ini. Terpaksa disebut pamanya Gibran saja karena semua sudah menganggap itu bukan Ketua Mahkamah Konstitusi, itu keputusan keluarga. Jadi ini mencederai rasa kehormatan bangsa,” ujar Rocky.(ida)