Jakarta, FNN. Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak masyarakat, khususnya Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI/Polri (GM FKPPI) untuk memperkuat "benteng" Pancasila dalam menghadapi tantangan pada era metaverse.
"Seluruh kader GM FKPPI harus menjadi otak, mata, dan otot organisasi yang dapat berpikir, melihat, memetakan, menganalisis, dan bertindak menjaga Pancasila dan NKRI dari rongrongan ideologi transnasional saat ini dan pada masa depan," kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Basarah mengatakan hal itu saat memberikan sambutan dalam acara Rapimda II GM FKPPI Jawa Timur di Kota Batu, Jumat.
Acara tersebut mengambil tema "Komitmen GM FKPPI dalam Berpikir, Bergerak Menghadapi Ancaman Radikalisme dan Separatisme pada Era Digitalisasi dengan Solid, Kuat, Militan Menjaga Pancasila dan NKRI".
Basarah menilai pemilihan tema Rapimda II GM FKPPI Jawa Timur sangat adaptif dengan perubahan zaman yang makin cepat dan dinamis.
Menurut dia, kemajuan teknologi informasi telah mengubah berbagai sendi kehidupan dan menyebabkan terjadinya disrupsi di berbagai lini kehidupan sehingga dampak lain yang juga timbul adalah memudarnya konsep ideologi.
"Ideologi dianggap telah usang dan tidak relevan. Pancasila rentan masuk dalam perangkap politik endisme, suatu konsep tentang akhir ideologi yang pernah dipopulerkan Daniel Bell dalam The End of Ideology," ujarnya.
Ia mencontohkan kemajuan teknologi informasi dengan munculnya fenomena metaverse, suatu teknologi yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan individu lainnya secara virtual.
Menurut dia, dalam metaverse, pengguna dapat membuat avatar sesuai dengan keinginannya, yaitu replika atau gambaran pengguna dalam bentuk animasi 3 dimensi yang digunakan sebagai representasi pengguna di internet.
Basarah menjelaskan bahwa pada metaverse, pengguna dapat melakukan kegiatan apa saja dalam bentuk virtual seperti berkumpul atau mengadakan rapat, bekerja, bermain, mengadakan berbagai acara, mengikuti konser, berbelanja daring, hingga membeli sebuah properti digital.
"Pertanyaannya apakah sebagai sebuah bangsa, kita sudah siap untuk mengantisipasi berbagai ekses yang akan ditimbulkan dari fenomena dunia metaverse tersebut," ujarnya.
Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Wantimpus) GM FKPPI itu menjelaskan bahwa pakar terorisme di pusat edukasi, teknologi dan inovasi antiterorisme di National Omaha, Nebraska, Amerika Serikat telah meneliti potensi metaverse menjadi markas kelompok teroris pada masa depan.
Hal itu, kata dia, karena metaverse makin memuluskan aksi terorisme di dunia virtual karena tokoh teroris dapat berupa avatar digital yang berdiri di pusat keramaian dan melakukan propaganda sambil berusaha memikat penonton dengan iming-iming masa depan sesuai dengan keyakinan ideologinya.
Ia juga menyampaikan potensi ancaman lain bangsa Indonesia adalah liberalisme atau individualisme yang membawa paham kebebasan, terutama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
"Mereka juga mempropagandakan paham kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme ini adalah ancaman terhadap nasionalisme bangsa Indonesia karena tidak mengenal ada kebangsaan. Berbagai ragam ancaman kebangsaan itulah yang harus disikapi dengan cermat dan saksama," katanya.
Agar ketahanan nasional kukuh dan kuat, kata Basarah, masyarakat harus memahami dan kembali kepada jati diri ideologi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.
Menurut dia, untuk memahami jati diri ideologi Pancasila adalah dengan belajar sejarah karena bisa memahami pembentukan, perumusan, dan disepakatinya Pancasila sebagai dasar negara. (Sof/ANTARA)
Masyarakat Harus Memperkuat "Benteng" Pancasila Menghadapi Era Metaverse
262