Memasangkan Anies – Cak Imin: Tidak Mungkin Anies Diloloskan Tanpa Pengendalian Istana

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Sumber: ANTARA)

Jakarta, FNN - Kabar mengejutkan datang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Sesuatu  yang tidak terduga dan sulit dipercaya terjadi. Bacapres Anies Baswedan yang harusnya berpasangan dengan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dibatalkan sepihak oleh Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS, Anies tiba-tiba dipasangkan dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Demokrat pun bereaksi, di antaranya dengan mencopot baliho Anies - AHY. Banyak yang sampai sekarang masih bingung dengan apa yang terjadi di dunia perpolitikan kita. Kita sampai pada situasi di mana betul-betul banyak orang tidak menduga, tapi itu terjadi.

Menanggapi situasi tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Jumat (1/9/23) mengatakan, “Dari awal kita menganggap bahwa politik Indonesia itu nggak ada polanya, nggak ada dalam rumus comparative politic atau rumus politik ideologis itu, yang menunjukkan bahwa ada peradaban di politik kita. Dari awal kita tahu politik Indonesia itu tukar tambah, entah terbuka atau tertutup, isinya tukar tambah. Dan itu yang memungkinkan kita akhirnya menduga bahwa memang akan begitu. Karena dari awal kita tahu bahwa enggak mungkin Anies itu diloloskan tanpa pengendalian istana. Kalaupun diloloskan, itu dalam upaya untuk pengendalian.”

Hal itu, lanjut Rocky, yang sepertinya juga diketahui oleh teman-teman di Demokrat dari awal. Oleh karena itu, Demokrat berupaya terus untuk memberitahu pada Anies. Tetapi, yang perlu diingat juga adalah bahwa menjagokan Anies itu bukan sekadar menjagokan seseorang yang di dalam upaya untuk melakukan perbandingan dengan Jokowi. Tetap Anies dikendalikan oleh komposisi yang tidak seimbang antara Surya Paloh dan Demokrat terutama. Kalau PKS mungkin itu faktor ketiga. Tetapi, kita tahu dari awal bahwa profil SBY makin lama makin menunjukkan sikap yang sangat beroposisi dan SBY terus menaikkan tone untuk mengkritik Jokowi.

Sementara, Surya Paloh ada dalam posisi sebaliknya. Bahkan, dari sisi quality-nya makin lama makin rendah. Oleh karena itu, FNN sempat menyimpulkan bahwa Surya Paloh itu bukan cowboy, karena dia sekadar menguatkan pelatuk, tapi nggak mau memicu, tambah Rocky.

Dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa di dalam pikiran SBY, AHY itu at all cost musti ada dalam peredaran politik. Jadi, SBY sebetulnya berpikir bahwa apa pun AHY mesti ada di dalam putaran politik, karena kalau dia tidak ada dalam putaran 2024 maka akan lenyap di 2029. Jadi, kita akan lihat dua paradigma nilai. Yang satu SBY mendalilkan bahwa Demokrat itu memang mempersiapkan kader, yaitu AHY, sementara Nasdem memang tidak ada kader maka diambil Anies.

“Jadi, orang yang nggak punya kader, cara berjuangnya juga nggak maksimal. Lain kalau misalnya Anies  itu betul-betul kadernya Nasdem maka Nasdem akan at all cost supaya Anies  tentukan calon wakil presidennya sendiri. Jadi, tetap orang lihat bahwa ada kepicikan sebetulnya pada Surya Paloh,” ungkap Rocky.

Kini orang menunggu apakah Anies tetap di dalam tema perubahan atau tidak, karena Cak Imin adalah bagian dari keberlanjutan.

Menurut Rocky, untuk sementara kita anggap bahwa kemarahan SBY masuk akal dan itu didasarkan pada semacam perjanjian moral bahwa kita mau perubahan. Perubahan artinya jangan ada unsur yang di dalamnya adalah Jokowisme. Cak Imin pasti masih ada Jokowisme atau masih ada Jokowi di situ.

Rocky juga mengatakan, mungkin publik melihat bahwa kalau Anies dipasangkan dengan Cak Imin maka dia akan dikendalikan oleh Jokowi dan itu panjang ceritanya. Bisa saja satu waktu Jokowi merasa sudah cukup, sudah mencalonkan Anies dengan Cak Imin, tapi nama Anies terlalu melambung dan itu berbahaya kalau Anies betul-betul jadi presiden. Tidak mungkin Anies akan dikendalikan Cak Imin. Lalu Jokowi berpikir lagi supaya Anies tidak jadi presiden. Sprindik Anies tidak ada, tapi ada sprindik Cak Imin.

“Bayangkan misalnya dua hari sebelum pencoblosan tiba-tiba sprindik keluar pada Cak Imin karena soal kardus segala macam masih ada di KPK. Sudah, gagal lah Anies kan? Jadi kita mesti hitung sampai di situ kira-kira. Karena Jokowi tetap ingin bahwa pengendalian dia itu harus maksimal, entah pada Ganjar atau pada Prabowo,” ungkap Rocky.

“Jadi, tetap di otak Jokowi atau Ganjar atau Prabowo, Anies itu nggak mungkin. Kalau Anies mulai mengejar Ganjar dan apalagi mengejar Prabowo maka musti dibatalkan. Jadi, sebetulnya Anies ditawan oleh Jokowi melalui Cak Imin,” ujar Rocky.(sof)

609

Related Post