Memecah Mitos Mahfud
Jika orang-orang yang waras enggan atau masa bodoh atas penyimpangan-penyimpangan yang berlangsung di sekitarnya, maka Allah SWT akan membiarkan mereka, dan doa-doa mereka tidak diijabah-Nya.
Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta
SALAH satu stasiun televisi nasional menayangkan program dialog dalam kemasan “Mitos atau Realitas”. Misalnya, laki-laki berumur lebih panjang daripada perempuan, itu mitos; ngopi bisa mempererat persahabatan, itu realitas.
Mahfud MD pernah menulis di twitter, “Saat biaya politik semakin mahal, elit juga semakin jelek, karena sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa menjadi iblis juga.”
Dalam sebuah meme lengkap dengan foto wajah Mahfud MD tertera narasi demikian, “Malaikat sekalipun akan berubah menjadi iblis bila berani masuk ke dalam sistemnya Indonesia saat ini.” (Mahfud MD/Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2013).
Pada tanggal 9 November 2017 Mahfud MD menulis lagi, “Setiap kasus bisa dicari pasal benar atau salahnya menurut hukum. Tinggal siapa yang lihai mencari atau membeli. Intelek tukang bisa mencarikan pasal-pasal sesuai dengan pesanan dan bayarannya.”
Beredar juga tulisan Mahfud MD, “Saya nantang siapa saja, dimana saja, di dalam forum terbuka. Yang bisa menunjukkan kepada saya, tentang adanya khalifah atau khilafah sebagai sistem pemerintahan di dalam Al-Quran dan Hadis,” kata Mahfud MD usai jadi pembicara seminar di IAIN Salatiga, Kamis (7/12/2017).
Bahwa Pak Menteri pernah mengajukan pernyataan tantangan untuk berdiskusi tentang Khilafah, karena itu pernyataan ini penting untuk ditindaklanjuti dalam kerangka berdakwah, menjelaskan esensi khilafah dari hukum hingga urgensinya. Adapun untuk waktunya, kami persilakan Pak Menteri untuk dapat mengagendakannya. Kami berusaha menyesuaikan waktunya. Untuk konfirmasi 081290774763 a/n Ahmad Khozinudin, Jakarta (19/4/2022).
“Saya tak ada waktu melayani dialog yang hanya sensasi,” kata Mahfud MD (democrazy.id).
Apakah ini bentuk kebohongan Pak Mahfud?
Demikian kata Ahmad Khozinudin.
Prof. Daniel Mohammad Rosyid menulis, “Saya ingat almarhum ayah kami alumni FH UGM 1961 melarang kami kuliah di FH. Beliau bilang, itu FH Bengkong, “dadio dokter opo tentara”. Ini karena praktek hukum di Indonesia makin memuakkan. Lalu ayah berhenti jadi pengacara, pindah jadi pedagang.”
Penulis lain menyebutkan bahwa di USA memang penegakan hukum (rule of law) sangat “stricht” sekali. Keputusan pengadilan (hukum) tidak ditentukan oleh hakim, tetapi oleh “juries” ... hakim cuma sabagai moderator, bukan pengambil keputusan atas nama Tuhan seperti di Indonesia. Sistem Hukum di Indonesia memang warisan kolonial Belanda yang menempatkan hakim sebagai “wakil” Tuhan ... eh, pemerintah/penguasa.
Penulis yang lain punya kawan/senior yang baik, alm Trimoelja D. Soerjadi SH, pengacara/pembela Kasus Marsinah. Pernah menasehati agar jangan sekali-kali coba berurusan dengan hukum (pengadilan) di negeri ini.
“Waktu almarhum bicara begitu saya masih belum paham maksudnya, sampai suatu saat almarhum minta serta mengajak saya masuk menjadi anggota ad hoc Dewan Kehormatan Peradi (Jatim), dan di situlah saya betul-betul paham bagaimana sulitnya menegakkan kebenaran dan mencari keadilan di negeri ini.”
Pledoi alm Trimoelja untuk kasus Marsinah diberi judul “The Republic of Fear”. Pembelaan yang betul-betul bikin ramai saat itu, karena harus melawan rezim Soeharto yang sangat represif, keras-menindas, waktu itu.
Keberanian membela kebenaran yang berisiko hancurnya mobil almarhum yang parkir di depan rumah, ditabrak lari, dan bentuk-bentuk teror lainnya. Alhasil, terdakwa (palsu) disangkakan sebagai pembunuh Marsinah dibebaskan oleh Hakim, dan DanRem di mana kasus Marsinah terjadi dicopot dan dipindahkan.
Berkenaan dengan tragedi berdarah di muka bumi kita ingat komentar Ali Syari'ati, pemikir revolusi Iran yang ikut menjungkalkan Syahreza Pahlevi, bahwa Kabil adalah inspirator penumpahan darah di bumi. Siapa saja yang melakukan pembunuhan dapat disebut sebagai ahli waris darah dingin Kabil.
Al-Quran mentahbiskan bahwa siapa saja yang membunuh jiwa tanpa kesalahan bagaikan membunuh semua insan, dan begitu sebaliknya.
Motif orang melakukan kejahatan itu bermacam-macam, akan tetapi jika dilacak bisa ditemukan akarnya pada watak dan karakter negatif manusia, yakni iri, dengki, dan dorongan nafsu hewani.
Al-Quran menarasikan kisah Nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya.
Ketamakan manusia juga digambarkan dalam kisah dua orang yang beperkara yang mengadu kepada Nabi Daud AS.
Dalam kehidupan sosial-politik, Ratu Saba' di masa Nabi sekaligus Raja Sulaiman, putra Raja-Nabi Daud, menarasikan bahwa para raja bila memasuki suatu wilayah cenderung destruktif, merusak stabilitas dengan menistakan kalangan yang terhormat.
Tidak jauh berbeda, para pemuda pada masa penguasa tertentu terpaksa menyelamatkan akidahnya dengan mengasingkan diri dalam sebuah gua.
Dalam sepenggal kisah Nabi Musa menuntut ilmu, ternyata ia tidak sanggup menahan diri, bersabar untuk tidak berkomentar atas apa saja yang dilakukan oleh guru spiritualnya, yakni merusak kapal yang ditumpanginya.
Tuhan memperingatkan tentang azab yang diturunkan, yakni tidak hanya menimpa para pelaku kejahatan.
Karakter orang-orang beriman bertolak belakang dengan karakter orang-orang munafik. Orang-orang munafik mengajak berbuat jahat, dan mencegah berbuat baik.
Akhir drama di panggung dunia adalah mahkamah Illahi pada hari akhir nanti yang menampakkan kontras kondisi orang-orang yang tidak beriman dengan mereka yang bertakwa kepada Tuhan.
Rasulullah SAW jauh hari sebelumnya telah mengingatkan perlunya peduli dalam kehidupan bersama.
Jika orang-orang yang waras enggan atau masa bodoh atas penyimpangan-penyimpangan yang berlangsung di sekitarnya, maka Allah SWT akan membiarkan mereka, dan doa-doa mereka tidak diijabah-Nya.
Dalam kondisi bagaimanapun orang-orang beriman tidak boleh putus asa dan menyerah pada situasi dan kondisi yang membelenggunya.
Salah seorang penulis merumuskan 15 falsafah hidup KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai berikut.
1. “Orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba yang amatiran.”
2. “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu.”
3. “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin tinggi toleransinya.”
4. “Agama mengajarkan pesan-pesan damai. Tapi ekstremis memutarbalikannya. Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah.”
5. “Perbedaan itu fitrah. Dan ia harus diletakkan dalam prinsip kemanusiaan universal.”
6. “Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.”
7. “Esensi Islam tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, melainkan pada akhlak yang dilaksanakan.”
8. “Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, maka kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.”
9. “Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apa pun perilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.”
10. “Perbedaan dalam berbagai hal, termasuk aliran dan agama, sebaiknya diterima, karena itu bukan sesuatu masalah.”
11. “Tuhan tidak perlu dibela, Dia sudah Maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.”
12. “Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan, terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.”
13. “Kepemimpian yg baik dapat membawa hasil yang baik tanpa banyak menumpahkan darah.”
14. “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian.”
15. “Marilah kita bangun bangsa dan kita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesejarahan kita, yang tidak boleh kita lupakan.”
Siapa saja yang masih mempunyai benih-benih kebaikan, sebarkanlah, walaupun kiamat sudat dekat.]
Tegakkan kebenaran dan keadilan kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, walaupun langit akan runtuh.
Semua manusia setara di muka hukum, demikian pula di muka Tuhan Yang Maha Esa. (*)