Memiskinkan, Cara Ampuh Melawan Corrupted Mind Para Koruptor

Jakarta, FNN – Kemarin pemerintah telah mengajukan undang-undang perampasan aset sehingga draftnya sudah masuk ke DPR. Kini kita tinggal menunggu kerseriusan dari pemerintah dan DPR terhadap pelaksanaan undang-undang ini. Seperti kita ketahui, selama ini banyak orang yang mengeluhkan bahwa koruptor yang ditangkap adalah koruptor yang sedang apes. Para koruptor juga seperti pindah lokasi ketika dipenjara. Mereka menghilang sebentar, tapi setelah bebas dia bisa menjadi selebriti atau dermawan. Tidak ada efek jera melekat padanya dan mental korupsinya bahkan bisa mengulang perbuatan korupsinya.

Masalah ini menjadi topik diskusi Rocky Gerung  di Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Kamis (11/5/23) bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Dalam diskusi tersebut, Rocky mengatakan:

“Saya lihat fenomena ajaib di Indonesia. Koruptor begitu keluar (penjara) masuk headline. Dia bisa menyewa jurnalis, bisa nyewa follower, bisa nyewa lembaga survei, bisa nyewa presenter, lalu dianggap bahwa yang dia lakukan itu adalah sesuatu yang mudah dilupakan.”

Padahal, kata Rocky, kalau ada maling mencuri, dia tahu risiko digebukin bahkan sampai bonyok atau mati sekaligus. Jadi seorang pencuri menghitung risiko dia akan tertangkap, dikepung, bahkan dikeroyok. Tetapi, kalau koruptor, dia tahu bahwa dia tidak mungkin dikeroyok karena dia punya kekuasaan, dia punya uang.

“Jadi, mental koruptor itu datang dari dua nilai, nilai rakus dan nilai pongah. Jadi ini orang-orang yang sudah rakus, pongah pula. Menganggap bahwa setelah bebas, publik bisa dia beli lagi, headline bisa dia beli lagi. Jadi, hal yang memalukan di kita, korupsi itu kan bukan sekedar mencuri, tetapi mengambil hak rakyat, dia merampok rakyat. Tetapi, tiba-tiba dia moralnya baik karena kehidupan keluarganya bagus-bagus saja, itu satu paket, itu kemunafikan. Dari awal mental korupsi itu berupaya untuk menipu public, seolah-olah apa yang diambil itu akan dikembalikan pada rakyat,” ungkap Rocky.

Oleh karena itu, kata Rocky, kita ingin agar undang-undang perampasan aset ini betul-betul tidak sekadar membuat jera, tetapi memiskinkan. Sebab, kalau tidak dimiskinkan, begitu koruptor keluar dari penjara, kekayaannya masih ada, lalu dia lakukan lagi pola yang sama.

Rocky menganggap bahwa seseorang yang betul-betul berwatak koruptif, dia isi kepala sampai hatinya supaya korupsi. Kalau dia berpenampilan seolah-olah dia soleh, seolah-olah dia sederhana, itu permainan wajah saja, tetapi intinya dari awal dia berniat untuk merusak sistem, dia berniat untuk merampas hak orang lain. Itulah beda antara koruptor dengan maling. Maling mempertahankan harga diri di depan anak istrinya, koruptor memanfaatkan kekuasaan dan seluruh citra tentang dia untuk membela kerakusan hidupnya.

 

Yang memprihatinkan, saat ini valuenya publik juga sudah berubah. Publik pendukung koruptor tetap mengelu-elukannya, wartawan juga tetap mengelu-elukan mereka dengan memberikan panggung dan diwawancarai sana-sini. Sangat mungkin ini terjadi karena para koruptor tersebut masih punya sumber daya yang ditumpuk sekian tahun dari hasil korupsinya, sehingga mereka bisa membeli kekuasaan, kehormatan, dan membeli publisitas.

“Itu intinya. Selama dia masih punya sumber daya, gangguan etisnya dia nggak peduli lagi. Dia anggap bahwa dia bisa tutupi bahkan hukuman yang berpuluh-puluh tahun itu dengan membeli kembali opini publik. Jadi, sebetulnya, begitu dia keluar karena mengorupsi uang negara, mengambil hak rakyat, dia mengorupsi lagi opini publik. Jadi, berkali-kali dia akan lakukan tindakan koruptif itu,” ujar Rocky.

“Jadi, sekali lagi, seorang yang koruptor itu, dia punya corrupted mind yang enggak mungkin dia hapuskan dari pikiran dia. Karena dia tahu bahwa dia akan ditolak oleh publik maka dia berupaya untuk membeli publik, itu juga korupsi namanya. Karena itu, korupsi yang paling gila adalah berupaya untuk membujuk dirinya sendiri bahwa dia bukan koruptor, membujuk publik bahwa dia bukan koruptor. Jadi, terus-menerus rantai korupsi itu masuk di dalam peradaban kita. Kan corrupted mind, pikiran koruptif itu enggak mungkin berhenti,” lanjut Rocky.

Di sinilah undang-undang perampasan aset menjadi penting, meski praktiknya agak sulit karena koruptornya pada umumnya adalah mereka yang duduk di eksekutif dan yudikatif itu sendiri.

“Kalau kita mau pukul rata, siapa di DPR yang nggak korupsi. Siapa yang menjadi pimpinan fraksi yang nggak korupsi. Siapa yang menjadi anggota Banggar yang nggak korupsi. Jadi, kita balik saja, semua korupsi kecuali dibuktikan terbalik. Jadi, itu juga harus satu paket di dalam pikiran bahwa semua politisi itu korup, kecuali dibuktikan terbalik. Itu memang sangat berat,” tegas Rocky.

Bahkan, lanjut Rocky, kalau kita lihat partai-partai yang berupaya untuk mencari cawapres, itu dari awal sudah koruptif pikirannya. Mencari cawapres itu bukan mencari orang yang punya program, punya ideologi, tapi mencari orang yang punya uang. Jadi, ketua-ketua partai juga sudah koruptif pikirannya.

Ini yang disebut Rocky bahwa kita perlu radical brake, suatu pemutusan kualitatif  dengan mental-mental semacam ini. Memang berat, tetapi kita percaya bahwa netizen perlahan-lahan paham dan satu waktu nanti akan ada pengadilan rakyat, pengadilan akal sehat, pengadilan etika. Itu mungkin terjadi kalau kita betul-betul ingin keluar dari peradaban busuk semacam ini. (ida)

346

Related Post