Menegangkan, Ketidakpastian Keadaan Memungkinkan Pemerintah Menuda Pemilu?

Rocky Gerung dan Hersubeno Arief

Jakarta, FNN – Kalau kita lihat tanda-tandanya, publik bertanya-tanya sebenarnya Pemilu jadi atau tidak? Demikian pertanyaan yang mengawali diskusi rutin Rocky Gerung hari ini, Rabu (5/9/23), di kanal You Tube Rocky Gerung Official.

“Sebetulnya, setiap pertanyaan itu menunjukkan ada kegelisahan, dan bukan sekadar pemerintah yang gelisah, justru kegelisahan publik itu bisa jadi alasan bahwa yang kita sedang persiapkan sebetulnya adalah dagelan,” jawab Rocky dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu.

Jadi, lanjut Rocky, ketika publik bertanya Pemilu jadi atau tidak, artinya publik memang menganggap jadi atau tidak jadi Pemilu tidak ada pentingnya. Tetapi, bagi pemerintah keadaan hari ini memungkinkan pemerintah lebih aman menunda Pemilu. Alasannya, karena ketidakpastian, karena mungkin pemerintah juga mencium ada gerakan sosial yang akan menghasilkan sedikit ketegangan karena soal-soal ekonomi dan soal-soal perkembangan internasional.

“Tetapi, yang lebih penting adalah perkembangan di dalam partai-partai sendiri, yang tetap mengintai peluang untuk dapat keuntungan semaksimal mungkin dari tukar tambah koalisi. Tetapi, makin lama koalisinya makin berantakan. Itu artinya, grip genggaman Jokowi makin lama makin lemah. Jadi itu konsekuensinya,” tambah Rocky.

Hal itu pula yang membuat masuk akal jika Yusril Ihsa Mahendra mulai menghitung bahwa potensi calon tunggal akan terjadi, kata Rocky. Kalau calon Tunggal, itu artinya ada bahaya bagi demokrasi, sehingga diputuskanlah untuk penundaan pemilu dengan Perpu segala macam.

“Tetapi, yang menarik dari pikiran Yusril adalah harusnya memang dari awal threshold 20% itu dihilangkan, walaupun Yusril kemudian paham bahwa itu masih bisa dikeluarkan sebagai kanal darurat melalui Perpu. Tetapi, itu juga masuk akal. Jadi, Yusril sedang sangat masuk akal hari-hari ini,” ujar Rocky.

Soal penundaan Pemilu sekaligus perpanjangan masa jabatan sepertinya menjadi aim atau ultimate goals dari rezim sekarang. Mungkin Yusril memberikan semacam clue, walaupun dia menyebutnya Perpu yang memaksa dikeluarkan dalam kondisi genting. Kalau Yusril mengusulkan Perpunya untuk 0%, tapi kalau pemerintah dengan Perpu bisa macam-macam, termasuk penundaan Pemilu.

“Iya, itu intinya. Waktu Jokowi cawe-cawe soal 3 periode, soal penundaan pemilu, pada waktu itu kekuasaannya masih kuat dan sebetulnya dia berhitung bahwa ketika kekuasaannya kuat dia bisa manfaatkan itu untuk konsolidasi dirinya sendiri atau koalisi dia. Tetapi, makin lama grip-nya makin hilang dan fakta-fakta baru menunjukkan bahwa Jokowi akhirnya kayak kebingungan sendiri. Nah, dalam kebingungan itu, Yusril membaca ada potensi Jokowi akhirnya ambil langkah yang drastis, yaitu menunda Pemilu. Fasilitasnya tentu adalah melalui Perpu,” ungkap Rocky.

Jadi, menurut Rocky, tetap kondisi yang bisa kita bayangkan sekarang adalah genggaman Jokowi makin lama makin lemah. Jika dulu dia genggam dengan 10 jari, kini mungkin tinggal tiga jari genggamannya pada semua partai. Dan partai-partai yang genggaman Jokowinya melemah, justru mencari cara untuk menyelip di antara genggaman Jokowi untuk keluar dengan bermacam-macam model.

Tetapi, poin kita selalu adalah ini peristiwa yang menegangkan kita, karena dalam 2 bulan harus ada calon wakil presiden, calon presiden, dan itu masih sangat sulit untuk ditemukan. Ada potensi untuk terbitnya gerbong keempat atau koalisi keempat, dan pasangannya bertambah, tetapi kepastian-kepastian itu juga bisa dihalangi oleh oleh Jokowi,” ungkap Rocky.

“Jadi, tetap rasa aman Jokowi menimbulkan semacam dugaan bahwa dia akan menggunakan akal terakhir, supaya dia masih mampu untuk mengkonsolidasi diri. Jadi, tetap intinya Jokowi akhirnya kehilangan waktu untuk mengkonsolidasi diri itu,” ujar Rocky.(ida)

261

Related Post