Menelesik Pemegang Pistol Glock 17: Irjen Ferdy Sambo?

Mantan Kepala Bais TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto.

Sehingga Irjen Dedi Prasetyo tidak perlu lagi “menekan” pengacara dan kerja  wartawan yang sejetinya – bisa juga disebut – membantu Polri mengungkap kasus penembakan Brigadir Joshua yang sebenarnya.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN)

PERINGATAN bernada keras datang dari Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo yang meminta agar pengacara keluarga mendiang Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir Joshua berbicara sesuai kompetensinya.

Sehingga tidak berspekulasi mengenai benda-benda yang diduga digunakan saat menyiksa Brigadir Joshua. Apalagi kematian Brigadir Joshua jadi sorotan publik.

Hal ini setelah ditemukannya banyak dugaan bentuk kekerasan, seperti luka bekas sayatan, jari dan bahu yang patah, kemudian rahang yang bergeser dan yang lainnya. Ini setelah adanya insiden “tembak-tembakan” di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Jum'at (8/7/2022).

“Seperti pengacara menyampaikan sesuai dengan hukum acaranya jangan berspekulasi tentang luka, tentang benda ini benda itu, itu nanti expert yang menjelaskan,” ujar dia di Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022).

Tak hanya itu. Dedi juga mengingatkan awak media untuk memilah-milah narasumber terkait dengan kasus tewasnya Brigadir Joshua. Menurut dia, kesalahan dalam mengutip narasumber berpotensi memperkeruh suasana.

“Saya minta kepada teman-teman media juga untuk bisa meluruskan berbagai macam spekulasi terkait informasi yang berkembang,” tegas Dedi di hadapan awak media.

“Kalau teman-teman media mengkutip dari sumber-sumher yang bukan expert justru permasalahan akan lebih keruh. Masalah ini sebenarnya akan segera diungkap Timsus,” lanjut Dedi.

Dedi memastikan kematian Brigadir Joshua akan diungkap secara terang-benderang. Juga, proses pembuktiannya harus dilakukan secara ilmiah dan hasilnya harus sahih.

“Ada dua konsekuensi yang harus ditanggung oleh penyidik. Konsekuensi secara yuridis harus terpenuhi, konsekuensi keilmuan ini harus terpenuhi metodenya, ilmunya, dan peralatan yang digunakan,” ujar dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan Polri terbuka dan mengusut tuntas terkait proses penyelidikan kasus penembakan anggota yang menewaskan Brigadir Joshua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jum’at (8/7/2022).

“Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas, buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan. Sudah!” tegas Presiden Jokowi di sela kunkernya di Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Kamis (21/7/2022).

Jokowi mengatakan transparansi menjadi sangat penting dalam penyelidikan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Joshua, sehingga tidak muncul keraguan masyarakat terhadap institusi Polri.

“Ini yang harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga,” papar Presiden Jokowi. Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah menerima laporan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.  

Terkait kasus baku tembak antar anggota Polri tersebut, Jenderal Listyo telah menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Karo Paminal Polri Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdy Susianto.

Menurut Irjen Dedi, penonaktifan tersebut dalam upaya menjaga transparansi, objektivitas, dan akuntabilitas Polri dalam mengungkap kasus “baku tembak” antara Brigadir Joshua dengan Bharada Richard Eliezer Pudhihang Lumiu itu.

Mengutip TEMPO, Tim Khusus Mabes Polri yang mengusut kematian Brigadir Joshua di rumdin Duren Tiga Nomor 46 (DT-46) Jakarta Selatan tersebut telah menaikkan status ke penyidikan.

Menurut Irjen Dedi, penyidik menetapkan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudhihang Lumiu sebagai tersangka penembak Joshua. “Dia ditahan di Polda Metro Jaya,” kata Dedi pada Jum'at, 22 Juli lalu.

Jika menyimak pernyataan Irjen Dedi di atas, berarti narasi awal sejak kasus ini dibuka, Senin (11/7/2022), tetap dipertahankan Polri. Yakni, penembakan Brigadir Joshua yang dilakukan Bharada Richard (yang sebelumnya disebut Bharada E, lalu RE) itu terjadi di rumdin Irjen Ferdy Sambo.

Bahkan, narasi itu diperkuat dengan Pra-Rekonstuksi yang dilakukan pihak Polri. Bahwa pelaku penembakan adalah Bharada Richard. Mabes Polri telah menyebut, senjata yang dipakai adalah Pistol Glock 17.

Menurut mantan Kepala Bais TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto, polisi tinggal menelusuri siapa pemegang pistol Glock 17 buatan Austria itu. Apakah Bharada E atau terdaftar atas nama orang lain.

“Apa yang disampaikan oleh Kapolres Jakarta Selatan dan polisi lainnya itu hanyalah cerita. Fakta yang pasti adalah matinya Brigadir J. Itu fakta,” tegas Soleman Ponto dalam tayangan video dari Kanal Corry Official pada Selasa 19 Juli 2022.

Soleman Ponto meyakini polisi pasti sudah tahu siapa pembunuh Brigadir Joshua. Sebab, ada pistol Glock 17 yang digunakan menembak Brigadir Joshua. Menurutnya, pistol itu memiliki nomor registrasi.

“Dari nomor pistol itu akan ketahuan siapa pemegangnya. Pasti polisi sudah tahu itu. Begitu pistol dipegang yang dilihat nomornya. Tinggal masukkan nomor pasti ketahuan. Apakah pemegang Glock 17 ini Bharada E atau siapa. Nggak usah diperdebatkan mengapa pistol ini ada di tangan E,” jelasnya.

Soleman Ponto menyebutnya Glock 17 ini adalah pistol raja-raja. Karena itu harus diselidiki apakah ada nama raja di daftar pemegang Glock 17 tersebut.

Sehingga kalau mau mengungkap ini tidak usah jauh-jauh. Ikuti alur pistol itu. Kan ada 2 pistol yang katanya digunakan buat tembak menembak. Datang saja ke gudang senjata,” ujar Soleman Ponto.

“Tinggal dimasukkan nomor pasti muncul siapa pemegangnya. Mudah, tinggal umumkan pistol nomor sekian dipegang oleh siapa. Kalau namanya itu tidak muncul, ini akan jadi pertanyaan lagi. Siapa yang memasukkan pistol itu,” lanjutnya.

Dikatakan, setiap senjata yang masuk secara legal dan dipegang oleh orang yang sah, pasti yang bersangkutan memiliki kartu pemilik senjata (KPS). Jadi pertanyaannya, mungkinkah Polri “berani” membuka siapa pemegang Glock 17 itu, seperti perintah Presiden Jokowi di atas, “buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan”?

Polisi menyebut saat peristiwa terjadi Bharada Richard menggunakan pistol jenis Glock-17 sedangkan Brigadir Joshua menggunakan pistol jenis HS-9.

Jika pemegang Glock 17 sebenarnya sudah diketahui Polri, tidak sulit untuk membuka hubungan kasualitas antara Bharada Richard dengan pemegang pistol tersebut. Karena, pistol itu biasanya dipegang oleh seorang perwira.

Seperti kata Soleman Ponto, tidak usah diperdebatkan mengapa pistol ini ada di tangan Bharada Richard. Termasuk pula, tidak penting eksekusi itu apakah benar dilakukan di rumdin Ferdy Sambo atau di tempat lain, seperti dugaan pengacara keluarga Brigadir Joshua, Kamarudin Simanjuntak.

Biarlah pistol Glock 17 menjadi “saksi” atas penembakan itu. Dan, juga jasad Brigadir Joshua yang bakal “bicara” kebenaran usai autopsi ulang pada Rabu, 27 Juli 2022.

Sehingga Irjen Dedi Prasetyo tidak perlu lagi “menekan” pengacara dan kerja  wartawan yang sejatinya – bisa juga disebut – membantu Polri mengungkap kasus penembakan Brigadir Joshua yang sebenarnya.

Jika memang pistol Glock 17 ternyata terdaftar atas nama Irjen Ferdy Sambo, jelas ini pelanggaran berat, karena pistol itu ibarat “istri pertama yang tidak boleh lepas dari tangannya”. (*)

647

Related Post