Mengapa Jokowi Tidak Jatuh?

Seruan dan ajakan memakzulkan Presiden Joko Widodo sudah sering dilakukan, baik di jalanan maupun meja diskusi. Akan tetapi Jokowi masih perkasa. Ada apa?

SEJUMLAH tokoh di kampung Presiden Joko Widodo, Surakarta, sedang bersemangat mendiskusikan gerakan people power. Acara itu bertepatan dengan  peringatan HUT Mega Bintang ke -26 tahun 2023 di Gedung Umat Islam Surakarta, Jalan  Kartopuran No. 241A Jayengan Kec. Serengan Kota Surakarta dengan mengangat tema “Rakyat Bertanya Kapan People Power?”, Minggu, 11 Juni 2023.

Tampaknya Ketua Dewan Pembina Mega Bintang Mudrick Setiawan Malkan Sangidu ingin bernostalgia atas suksesnya koalisi PDI dan PPP melawan Orde Baru, 26 tahun yang lalu yang disebut dengan koalisi Mega-Bintang. Kali ini Mudrick mengajak masyarakat dari seluruh Jawa itu agar lebih berani. "Modal kita untuk melakukan people power sekarang juga adalah berani. Sekali lagi berani," tegas Mudrick.

Menurutnya, tidak pantas seorang presiden menjadi tim sukses. Mungkin karena takut (kalau sudah turun) dia melakukan banyak pelanggaran konstitusi. “Tidak ada yang bisa dilakukan untuk perubahan ini kecuali people power. Jalan keluar dari persoalan bangsa dan negara yang terbaik adalah melakukan people power, atau revolusi total,” pekiknya.

Pelanggaran Jokowi sebagai Presiden RI sudah demikian banyak, baik pelanggaran secara konstitusional maupun secara moral yang antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Muhammad Taufiq, advokat senior mengatakan people power tidak melanggar konstitusi. Ia mengajak semua pihak untuk melanjutkan gerakan people power ke daerah lain seperti Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. "Yang dinamakan makar kalau TNI Polri menggunakan senjata untuk menjatuhkan Presiden," ujarnya

Sementara Eggy Sudjana menegaskan pihaknya bersama kelompoknya di Jakarta sepakat bakal menggelar people power di Jakarta 10 Agustus 2023. Tampaknya Eggy perlu menyiapkan logistik yang cukup agar people power berjalan sukses. Ia tidak mau buru-buru, oleh karena itu ia menyaranan agar people power dilakukan pada 10 Agustus 2023. "Silakan kalau mau people power sekarang. Saya lebih rasional karena perlu persiapan berbagai hal dari logistik dan lain-lain," ujar Eggy.

Senada dengan Eggy, Amien Rais yang berpengalaman memimpin gerakan reformasi mengatakan agar saat menggelar people power tidak perlu grusa- grusu. "Semua harus dalam kerangka minta izin agar diberi kelancaran oleh Allah SWT," ujar Amin Rais.

Dalam diskusi yang penuh semangat itu setidaknya menghadirkan 10 pembicara, antara lain Dedy S. Budiman, Ustadz Ahmad Khozinuddin, Rizal Fadhilah (wartawan senior), advokat Muhammad Taufiq. Selain itu juga ada politisi senior Yogyakarta Syukri Fadholi, Syahganda Nainggolan, pengacara Eggy Sudjana dan tokoh reformasi, Amien Rais, Ahmad Khozinuddin, Muhammad Taufiq, Deddy S. Budiman, serta Rizal Fadhilah.

Data pelanggaran Jokowi sudah diungkap, bukti KKN keluarga Jokowi sudah dilaporkan ke KPK, dugaan abuse of power sudah dilaporkan ke DPR, korupsi jajaran kabinet dan partai pendukung juga sudah terbongkar, lalu kenapa Jokowi masih perkasa?

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Muhammad Chirzin menilai Jokowi masih bisa tetap bertahan lantaran dia menguasai tiga lembaga kekuasaan negara sekaligus, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun ia mengibaratkan sebuah pohon yang rapuh di dalam, bagaimanapun juga, akan roboh dengan sendirinya.

Sementara menurut Direktur Eksekutif The Global Review, Hendrajit bahwa masih bertahannya Jokowi di tampuk kekuasaan sampai hari ini, bukan karena Jokowi kuat.

“Soal bisa lengser atau tidak, hal  itu soal pokok bukan karena Jokowi kuat, akan tetapi karena para elit papan tengah yang berharap terciptanya people power tidak punya tiga modalitas politik,” katanya kepada FNN.

Tiga modal politik itu menurut Hendrajit antara lain: pertama. tidak punya ide yang jelas sebagai bahan bakar penyusunan tema yang nyetrum ke rakyat.

Kedua, tidak menyusun jejaring politik dan informasi yang terorganisir, kecuali hanya sekadar mengumpulkan orang-orang tanpa menjelma jadi sebuah barisan.

Ketiga, tanpa kejelasan ide jadi tema yang nyetrum, dan tanpa jaringan terorganisir, maka gerakan-gerakan berbasis people power tak pernah tersusun sebagai barisan. Akan tetapi hanya sekadar sekumpulan dan segerombolan orang. Bukan suatu komunitas yang menjelma jadi barisan.

Hendrajit menegaskan bahwa people power sebagai suatu barisan, sasaran strategisnya bukan cuma ganti rezim, akan tetapi menciptakan tatanan baru.

“Alhasil tanpa pedoman pada kejelasan ide dan jaringan terorganisir, people power yang diangankan para aktivis gerakan sejatinya  merupakan pengkondisian ke arah anarki dan rusuh sosial. Ini bertentangan pakem people power sebagai aksi warga,” tegasnya.

Maka, Hendrajit merasa tidak kaget jika konsep people power seperti itu tidak mendapat respons masyarakat, karena merasa tidak dilibatkan.

Nggak heran kalau konsep gerakan ini nggak laku bagi elemen-elemen masyarakat, karena mereka tak merasa diwakili atau diikutsertakan. Karena itu tadi, isu-isu yang digulirkan nggak nyetrum ke masyarakat,” paparnya.

Hendrajit mengibaratkan dokter yang keliru mendiagnosa penyakit pasien. Buat masyarakat, boleh saja dokter mendiagnosa orang dengan gejala mual dan sesak napas sebagai penyakit lambung. Akan tetapi masyarakat merasa meski gejala sakit lambung, tapi yang mereka rasakan itu hipo teroid.

“Maunya rakyat itu mbok ya, dokter-dokter itu menyelami rasa sakit pasiennya bukan membaca gejalanya. Sehingga diagnosanya benar maka resepnya juga benar,” paparnya.

“Nah, model-model penyeru people power itu persis kayak dokter-dokter yang sok tahu itu ketika mendiognose penyakit social,” pungkasnya.

Sementara Sekretaris Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI), Sutoyo Abadi menilai masih bercokolnya Jokowi di pucuk pimpinan negara lantaran Jokowi masih terlindung oleh kekuatan Cina, oligarki dengan pemenuhan finansialnya dan dengan segala resikonya

Jokowi masih bisa mengendalikan kekuatan alat keamanan (TNI/ Polri), dengan segala ancamannya copot jabatan kalau menentangnya. Jokowi juga masih bisa mengendalikan beberapa kekuatan Parpol , sekalipun saat ini mulai terpecah

Yang paling aneh, kata Sutoyo, sebagian masyarakat masih percaya dengan Jokowi apapun yang dilakukan oleh Jokowi.

Kekuatan PKI semua berada di belakang Jokowi dengan bantuan dukungan dan agitasi citra Jokowi sebagai presiden terbaik baginya. Hal ini masih menjadi bemper utama untuk tetap mempertahankan Jokowi.

Yang paling realistis, kata Sutoyo, stok pangan rakyat masih terjaga dengan baik meskipun dengan cara impor pangan.Rakyat merasa aman dan nyaman, gak peduli situasi di tingkat atas, yang penting wareg.

Sementara deklarator KAMI, Anton Permana menilai Jokowi diuntungkan oleh situasi dan kondisi sosial politik Indonesia, yang menemukan titik puncak bulan madu liberalisasi demokrasi pasca Orde Baru. Jokowi berada dalam lingkungan bangsa yang sangat naif dan hipokrit feodal.

Naif, hipokrit feodalistik inilah yang membuat kondisi siapa saja yang berani tampil beda, berani tabrak kekakuan, namun populis atas dukungan masif media massa, maka dialah yang jadi pemenang, termasuk berani bohong, berani menipu, berani kejam, berani berdarah dingin, berani melakukan langkah-langkah yang tak biasa, di saat yang lain tak berani melakukan apa-apa.

Dalam bertindak, Jokowi seakan tak peduli aturan, norma, kebiasaan, yang menurutnya “mengekang” kekuasaannya. Sistem Presidensial dalam pemerintahan kita, dimanfaatkan secara sepihak oleh Jokowi, sehingga, dengan leluasa Jokowi tanpa rasa “bersalah” menggunakan instrumen kekuasaannya untuk kepentingan diri dan kelompoknya.

Tak ada batas antara mana dirinya sebagai kepala pemerintahan, kepala Negara, dan petugas partai. Semua sama saja. Kalau ada yang berbeda antara aturan dan keinginannya, maka aturan yang digantinya. Kalau ada pihak yang menghalanginya, maka kekuatan aparat yang akan “menyelesaikannya,” baik secara hard power maupun soft power.

Anton menegaskan, dalam kaca mata ilmu Geopolitik dan Geostrategi, Jokowi didukung penuh oleh sebuah kekuatan besar, yang begitu punya kepentingan besar juga terhadap Indonesia, dimana semua itu dilakoni Jokowi dengan baik.

Ada titik temu antara kepentingan oligarki dan proxy. Pertemuan kepentingan oligarki dan proxy berproses dengan sangat baik, dalam asas mutualisme, sehingga Indonesia yang kehilangan induk dan jati dirinya serta Orde Baru tumbang dan konstitusinya UUD 1945 diubah, menjadi sasaran empuk kepentingan geopolitik dan geostrategi kekuatan global. Tentu ada yang mendesign ini semua.

Dalam persepsi Ilmu Pemerintahan, sesuai buku “Kybernologi”nya Prof Tanlizuduhu  Ndraha, Jokowi juga berhasil menggunakan metode pemerintahan Sentrifurgal, yaitu, Jokowi mampu membangun hubungan timbal balik dengan kekuatan di sekitarnya (inner cycle power), yang siap melindungi dan melakukan apa saja untuk dirinya. Imbalannya adalah, bagi kekuatan tersebut diberikan fasilitas, jabatan, kewenangan, dan akses terhadap pemanfaatan sumber daya negara. Itu semua adalah kenikmatan yang sengaja diberikan Jokowi asal mereka loyal, patuh, dan manut.

Jokowi itu adalah bagian pelaksana dari sebuah grand design besar yang sudah terencana dengan baik dan sistematis, dimana grand design ini dibuat dan dirancang sedemikian rupa, plus fasilitas instrumen pengamanannya, konsep, strategi, media, serta dukungan finansial yang tanpa batas.

Saat ini, tak ada satupun kekuatan penyeimbang yang terkonsolidasi di Indonesia, baik itu kekuatan keluarga Cendana, Cikeas, kekuatan Umat Islam, bahkan TNI pun berhasil dikoptasi kekuatan di belakang Jokowi.

Jokowi berhasil membuat sihir seolah dirinya kuat, besar, dan berbahaya, padahal, ibarat pertarungan tinju legendaris Mike Tyson, Jokowi baru teruji memukul lawan hingga KO dan tumbang. Jokowi belum teruji “kena pukul” oleh lawannya. Jokowi belum pernah diserang DPR RI, digeladah KPK, dilawan frontal tokoh besar seperti SBY, Prabowo, dan Mega secara langsung head to head.

Para kekuatan yang seharusnya punya “kans” besar untuk memuukul jatuh Jokowi lebih dulu kena sihir Jokowi. Mereka sudah takut duluan, sudah inferior duluan. Buktinya ketika demo 411 dan 212, kalau masyarakat kompak dan bersatu, Jokowi kejang-kejang juga ketakutan. Begitu juga ketika Gibran dan Kaesang anaknya dilaporkan ke KPK oleh Ubaidillah Badrun dan kawan-kawan, Jokowi juga panik.

Apalagi kalau mmg ada kondolidasi kekuatan oposisi untuk memukul balik Jokowi yang punya nyali dan pas momentumnya, Jokowi akan mudah tumbag dengan mudah.

“Nah, pertanyaannya sekarang, siapa yang punya nyali? Siapa yang siap ambil momentum dan komando?,” pungkas Anton. (Sri Widodo Soetardjowijono)

985

Related Post